Diantara imam qiraat yang riwayatnya cukup banyak digunkan di dunia Islam saat ini adalah Imam Nafi dengan dua orang perawinya, Imam Qalun dan Imam Warsy. Nama lengkapnya adalah Nafi' bin Abdurrahman bin Abi Nu'aim al-Laitsiy al-Kanani. Selain pakar di bidang qiraah, Imam Nafi juga pakar di bidang fiqih. Imam Nafi' lahir di kota Isfahan pada tahun 70 H pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan (salah satu khalifah Bani Umayah). Terkait dengan negri asalnya, sebagian ada yang mengatakan berasal dari Naisabur, dan sebagian lain mengatakan berasal dari Kabul. Namun demikian, Imam Nafi menetap dan mengembangkan qiraah Al-Qur’an di Madinah hingga akhir hayatnya.
Ketetarikannya pada Al-Qur’an sudah mulai pada usia muda. Dalam pembelajaran Al-Qur’an dan qiraat ini, Imam Nafi dalam sejumlah keterangan dikatakan berguru kepada 70 orang tabiin. Diantara gurunya dari kalangan tabiin adalah Imam Ja’far bin al-Qa’qa (salah satu imam dalam qiraah ‘asyrah), Syaibah bin Nashah, Yazid bin Ruman, Muslim bin Jundub, dan lainnya. Banyaknya jumlah guru dari kalangan tabiin ini membuat qiraatnya mendapat tempat tersendiri di kalangan umat Islam. Dari guru-gurunya inilah imam Nafi menyeleksi bacaan dan kemudian mengajarkan kepada murid-muridnya hingga memiliki kaidah tersendiri dan menjadi salah satu rujukan utama dalam disiplin ilmu qiraah sab’ah di Madinah setelah kepergian gurunya, Imam Ja’far bin al-Qa’qa.
Siapa yang menduga, bahwa sebelum menjadi imam besar di bidang ilmu qiraat, Imam Nafi adalah seorang budak Ibnu Umar yang bekerja selama 30 tahun. Bisa dimengerti karena memang Imam Nafi memiliki warna kulit yang hitam. Namun demikian, ia memiliki wajah yang menawan serta akhlak yang luhur sehingga banyak orang yang tertarik dengan kepribadiannya.
Hampir seluruh waktunya digunakan untuk berkhidmat mengajarkan Al-Qur’an dengan qiraatnya, sehingga perhatiannya pada bidang hadis kurang menonjol. Karena itulah banyak ulama yang menyaksikan dan mengakui kepakaran Imam Nafi dalam bidang qiraat. Ibnu Mujahid misalnya mengatakan, bahwa Imam Nafi adalah sosok yang konsisten dalam mengarajarkan qiraat setelah masa tabiin di Madinah. Para ulama Al-Qur’an pun kemudian menjuluki qiraatnya dengan bacaan Ahli Madinah.
Terkait dengan kapasitanya, Ibnu Mujahid pernah mengatakan, bahwa Imam Nafi adalah sosok yang tekun dalam bidang qiraat setelah periode tabiin di Madinah. Ia dikenal mahir dan teliti dalam bidang ilmu qiraat dengan mengikuti jejak para imam-imam terdahulu. Malik bin Anas pernah mengatakan, bahwa bacaan ahli Madinah adalah sunnah (yang dipilih). Kemudian ditanyakan kepada beliau: “Apakah yang dimaksud (bacaan ahli Madinah)?” dijelaskan, bahwa bacaan Ahli Madinah adalah bacaan imam Nafi’.
Para ulama menyaksikan, bahwa Nafi adalah orang yang baik akhlaknya dan bagus juga bacaannya, dan pernah mengimami di masjid Nabi. Imam Nafi memiliki banyak murid. Namun diantara muridnya yang menonjol dan menjadi penerrus dalam mata rantai ilmu qiraat adalah Qalun dan Warsy yang memiliki typical bacaan yang cukup berbeda satu sama lain, meskipun memiliki guru yang sama.
Salah satu karomahnya yang masyhur adalah, bahwa mulut imam Nafi senantiasa dalam keadaan harum ketika akan berbicara padahal imam Nafi tidak pernah menyentuh dan memakainya. Hal demikian terjadi, karena dalam penjelannya, Imam Nafi pernah bertemu dengan Rasulullah saw. dan membacakan Al-Qur’an persis de depan lisannya (Imam Nafi), dan sejak itulah keluar aroma harum dari lisannya. [Must]