Hatim al-Asamm (Abu Abdirrahman Hatim bin ‘Ulwan al-Asamm, w. 237 H/851 M), salah seorang sufi besar abad ke-3 H/9 M, pernah ditanya oleh gurunya, Asy-Syaqiq al-Balkhi (Abu ‘Ali Syaqiq bin Ibrahim al-Balkhi, w. 194 H/810 M). “Hai Hatim, engkau telah bersamaku 30 tahun lamanya. Apa yang engkau dapatkan selama kurun waktu tersebut?” Hatim al-Asamm menjawab, “Selama kurun waktu tersebut aku telah memperoleh delapan macam pengetahuan hikmah. Delapan hikmah tersebut bagiku sudah mencukupi, dan aku berharap bahwa kebahagian dan kesuksesanku hanya kepada delapan hikmah tersebut.”
Lalu Asy-Syaqiq al-Balkhi berkata, “Apakah Delapan Hikmah yang engkau telah dapatkan itu?” Hatim al-Asamm menyebutkan:
- Aku memperhatikan manusia. Maka aku mengetahui bahwa masing-masing mereka memiliki sesuatu yang dicintai dan dikasihinya. Ternyata, sebagian dari yang dicintai dan dikasihi itu ada yang menemaninya hanya sampai kepada kematian. Sebagian yang lain hanya sampai kepada saat ketika ia dikuburkan. Kemudian semua yang dikasihi itu ternyata pergi dan meninggalkannya seorang diri, tanpa ada yang menemaninya di dalam kubur. Melihat itu aku berfikir, bahwa sebaik-baik sesuatu yang harus dikasihi oleh seorang manusia adalah sesuatu yang dapat menemani dan menghiburnya ketika ia berada di dalam kubur, dan aku tidak mendapati itu kecuali pada amal saleh, maka aku bertekad menjadikan amal saleh sebagai sesuatu yang aku kasihi dan cintai, agar kelak ia menjadi penerang dalam kuburku, menghiburku dan tidak meninggalkanku seorang diri.
- Aku memperhatikan bahwa banyak manusia telah mengikuti dan menuruti hawa nafsu mereka. Lalu aku merenungkan firman Allah:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya). (Q.S. An-Nazi’at/79: 40-41)
Dan aku yakin bahwa Al-Qur’an adalah kebenaran yang mutlak, maka aku berketetapan untuk segera menentang dan memerangi hawa nafsuku sampai hawa nafsuku tunduk dan mentaati Allah swt. - Aku memperhatikan bahwa setiap orang berusaha dengan tekun untuk mengumpulkan harta benda duniawi dan mempertahankannya dengan sekuat tenaga. Lalu aku merenungkan firman-Nya:
Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. An-Nahl/16: 96)
Maka aku menyerahkan harta benda yang telah aku kumpulkan untuk mencari rida Allah swt, sehingga aku membagi-bagikannya kepada orang-orang miskin, agar hartaku yang aku bagi-bagikan itu kelak menjadi simpananku di sisi Allah swt. - Aku memperhatikan bahwa ada dari sebagian manusia yang menganggap bahwa sumber kemuliaan dan keutamannya terletak pada banyaknya pendukung dan kolega sehingga karenanya mereka tertipu; sebagian yang lain menduga bahwa kemuliaannya dapat diperoleh karena berlimpahnya harta benda dan banyaknya anak, sehingga mereka membanggakan diri dengannya. Sementara sebagian yang lain lagi menduga bahwa kemuliaan terletak pada merampas harta orang lain dan menzalimi mereka. Dan ada pula yang lain yang menduga bahwa kemuliaan dapat diperoleh melalui menghambur-hamburkan harta. Lalu aku merenungi firman-Nya:
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (QS. Al-Hujurat/49: 13)
Maka aku memutuskan memilih takwa dan aku yakin bahwa Al-Qur’an adalah kebenaran yang hak, dan seluruh dugaan mereka adalah batil. - Aku memperhatikan manusia saling mencela satu sama lain dan melakukan gibah satu sama lain, yang muncul dalam bentuk saling iri dalam hal harta, pangkat, dan ilmu. Lalu aku merenungi firman-Nya:
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami-lah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Az-Zukhruf/43: 32)
Maka aku mengetahui bahwa pembagian anugerah adalah dari Allah sejak zaman azali, sehingga aku tidak akan pernah hasud (iri) terhadap seorang pun dan merasa rela dan puas dengan pembagian dari Allah. - Aku memperhatikan bahwa manusia saling bermusuhan dengan tujuan dan sebab tertentu. Lalu aku merenungkan firman-Nya:
Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. ( Q.S. Fatir/35: 6)
Maka aku mengetahui bahwa memusuhi orang lain adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah swt, kecuali memusuhi setan yang jelas-jelas harus dimusuhi. - Aku memperhatikan bahwa setiap orang bekerja dengan sungguh-sungguh mencari penghidupan, sehingga terkadang ia terjerumus kepada sesuatu yang syubhat dan haram, dan merendahkan derajatnya. Lalu aku merenungkan firman-Nya:
Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh al-Mahfuz). (Q.S. Hud/11: 6)
Maka aku mengetahui bahwa rezekiku ada pada Allah dan Dia telah menjamin itu, sehingga aku menyibukkan diriku untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya dan memutus pengharapanku kepada selain-Nya. - Aku memperhatikan bahwa banyak di antara manusia yang bersandar dan mengandalkan sesama makhluk; kepada harta, kepada kekuasaan, kepada keahlian, dan lain sebagainya. Lalu aku membaca firman-Nya:
Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (At-Talaq/65: 3)
Maka aku bertawakal sepenuhnya hanya kepada Allah. Dia adalah yang mencukupiku dan Dia adalah sebaik-baik tempat berpasrah diri.
Mendengar jawaban Hatim al-Asamm tersebut, Syaqiq al-Balkhi berkata, “Semoga Allah memberikan pertolongan-Nya kepadamu. Sungguh aku telah membaca semua kitab Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an, dan aku mendapati keempat kitab suci ini senantisa membicarakan Delapan Hikmah ini. Maka barang siapa mengamalkan kesemuanya, sungguh ia telah benar-benar mengamalkan ajaran keempat kitab suci tersebut.” Wa Allahu a’lam. (Dikutip dari kitab Ayyuhal Walad, Karya Imam Abu Hamid al-Gazali)