HOS Tjokroaminoto dan Qoer-an Soetji

Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto (1882-1934) adalah pahlawan nasional, bapak bangsa, sekaligus orang yang mendalami ilmu agamanya. Pengetahuan dan pergaulannya luas. Ia sempat mengasuh tokoh-tokoh bangsa seperti Soekarno, Semaoen, Musso, hingga Maridjan Kartosoewirjo. HOS Tjokroaminoto lahir di Bakur, Madiun. Ayahnya, R.M. Tjokroamiseno, adalah seorang wedana atau asisten bupati. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, adalah Bupati Ponorogo. Sementara kakeknya adalah putera dari Kiai Bagus Muhammad Kasan Besari dari Pesantren Tegalsari.

Tjokroaminoto menjalani pendidikannya di OSVIA (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) di Magelang. Sebuah sekolah calon abdi negara atau STPDN seperti saat sekarang. Selepas dari pendidikan di Magelang, Tjokroaminoto sempat menjadi pejawat di Ngawi, sehingga tak lama kemudian menyatakan keluar dan pindah ke Surabaya. Di Surabaya, HOS Tjokroaminoto terlibat di dalam Serikat Dagang Islam (SDI). Atas sarannya kepada Haji Samanhoedi, SDI kemudian berubah menjadi SI (Sarekat Islam). Sementara dirinya sendiri menjadi ketua cabang di Surabaya. Berkat usahanya di organisasi, HOS Tjokroaminoto ditunjuk sebagai wakil ketua CSI (Centraal Sarekat Islam) yang berpusat di Solo. Pada 19-20 April 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai ketua, menggusur Haji Samanhoedi, dalam kongres kedua Sarekat Islam di Yogyakarta. Kantor Pusat Sarekat Islam pun kemudian pindah dari Solo ke Yogyakarta.

Seperempat awal abad keduapuluh merupakan masa ideologi-ideologi dunia memasuki Indonesia, seperti Kolonialisme, Imperialisme, dan Sosialisme. Aspek terpenting dari Kolonialisme adalah terbentuknya pemerintahan negara Hindia Belanda yang beribu kota di Batavia. Dari sini kemudian muncul kesadaran akan kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia. HOS Tjokroaminoto memberikan ”counter attack” terhadap pandangan sosialis-materialisme yang berkembang di Eropa. Sebagai jawaban, ia memberikan pemahaman tentang Sosialisme Islam. Satu ungkapannya yang terkenal adalah, “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.” Hal ini memberikan gambaran sikap tegasnya terhadap sosialisme-komunisme yang juga sedang berkembang di Indonesia, terutama melalui tulisan brosurnya, ”Sosialisme di dalam Islam”. Di dalam bukunya Islam dan Sosialisme, HOS Tjokroaminoto kemudian melakukan kontra terhadap pemikiran sosialisme Karl Marx. Baginya, perikemanusiaan sebagai dasar bangunan Islam, perdamaian, sosialisme, dan persaudaraan. Islam sama dengan sosialisme dari tiga hal: kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan.

Keterlibatan HOS Tjokroaminoto ke dalam Sarekat Islam telah membawa dirinya ke dalam polemik tafsir-tafsir keagamaan, termasuk di dalamnya tafsir Al-Qur’an. Sebagaimana gaya-gaya penafsiran modern yang dimotori oleh Muhammad Abduh (1849-1905) dan Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) di Mesir, sedikit banyak telah memengaruhi gaya penafsiran HOS Tjokroaminoto. Tafsir modern tidak mementingkan penggunaan stilistika dan kerangka berpikir tafsir-tafsir masa lalu, melainkan mengutamakan pada ”ideologi” persatuan Islam yang bersifat lebih pragmatis. Maka, tidak heran, jika ideologi persatuan Islam tersebut menjadi jargon utama bagi pergerakan Pan-Islamisme sebagai antisipasi terhadap kolonialisme yang sedang memengaruhi gerak politik di Timur Tengah secara umum pada saat itu.

Dalam pandangan muslim modern, umat Islam harus menghindari persilangan pendapat (khilafiyah) yang bersifat kasuistik, furu’iyyah, terutama dalam praktek-praktek ibadah. Dan, dalam hal tafsir Al-Qur’an cenderung lebih bersifat harfiyyah, letterleijk. “Sekalian kaum Muslimin yang beratus juta orang banyaknya tersiar di seluruh muka bumi, itu semuanya berpegang kepada aqidah yang serupa saja,” tulisnya.

Di dalam melakukan gerakannya, HOS Tjokroaminoto banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga ia disejajarkan dengan mufasir-mufasir Indonesia lainnya. Karya HOS Tjokroaminoto yang berkaitan erat dengan tafsir Al-Qur’an adalah terjemahan dari The Holy Quran, karya Maulwi Moehammad Ali, Presiden Ahmadiyah Lahore, Qoer-an Soetji, disertai Salinan dan Keterangannja dalam Bahasa Melajoe.

Qoer-an Soetji merupakan sumbangan HOS Tjokroaminoto yang mendapat sambutan polemik. Karya tersebut dilakukan pada perjalanannya bersama Haji Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah, di atas kapal menuju pertemuan Muktamar Alam Islami di Mesir. Qoer-an Soetji mendapat kecaman dari berbagai pihak, seperti A. Hassan, Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), bahkan oleh Muhammad Rasyid Ridha. Qoer-an Soetji tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu saja, bahkan Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa.  

Pandangan HOS Tjokroaminoto terhadap Al-Qur’an di dalam bukunya, Tafsir Program Asas dan Program-Tandhim Partai Sjarikat Islam Indonesia, telah memperkuat ideologi Islam cukup berpengaruh di dalam gagasan tafsir tekstual yang dimilikinya, seperti tauhid, demokrasi, sistem pemerintahan (staat), maupun sistem masyarakat (Sosialisme Islam). Namun demikian, kerja-kerja intelektual HOS Tjokroaminoto di bidang tafsir Al-Qur’an masih memerlukan penelitian lebih lanjut, mengingat Qoer-an Soetji merupakan terjemahan dari The Holy Quran yang berbahasa Inggris. Artinya, HOS Tjokroaminoto tidak melakukan penafsiran langsung terhadap Al-Qur’an yang berbahasa Arab._Seri Tafsir Nusantara 1 (Dilah & Must)

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved