Sebagai kitab petunjuk, Al-Qur’an tidak hanya penting untuk dibaca, namun juga difahami isi dan kandungannya. Berkaitan dengan tata cara baca dan pemahaman ini, ada satu satu disiplin keilmuan yang berkaitan dengan kedua bidang tersebut, yaitu qiraat. Pada beberapa definisi disebutkan, bahwa qiraat adalah ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan lafadz-lafadz Al-Qur’an. Perbedaan pada tata cara baca ini, sebagian tidak berkaitan dengan pemahaman dan sebagian lainnya berkaitan. Karena itulah, dalam disiplin ulumul Qur’an qiraat dijadikan sebagai salah satu syarat keilmuan yang harus dimiliki jika seseorang ingin menafsirkan Al-Qur’an.
Berbicara tentang qiraat, maka tidak bisa lepas dari sosok Ibnu Mujahid. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Musa bin Al-‘Abbas bin Mujahid at-Tamimi al-Baghdadi. Beliau dilahirkan pada tahun 245 H di daerah Suq al-‘Athasy, Baghdad, dan wafat pada bulan Sya’ban 324 H. Pengembaraan keilmuan Ibnu Mujahid terbilang pajang dan mejangkau sejumlah wilayah sehingga dalam satu keterangan disebutkan bahwa gurunya mencapai 50 orang. Diantara guru-gurunya yang bisa disebutkan adalah Abdurrahman bin Abdus, Muhammad bin Abdurrahman al-Makhzumi al-Maky, dan Abdullah bin Katsir al-Muadib al-Bagdadi. Sebagian diantara muridnya adalah Abu Tahir Abdul Wahid bin Umar bin Abi Hisyam, Al-Hasan bin Said al-Mathu’i, Abu Ahmad Abdullah bin al-Husain as-Samiri, dan lainnya.
Ibnu Mujahid adalah seorang ulama yang menaruh perhatian besar pada ilmu qiraat. Untuk mendalami qiraat ini, Ibnu Mujahid melakukannya dengan cara talaqqi langsung kepada ulama-ulama ahli qiraat. Untuk masing-masing qiraat yang berbeda, Ibnu Mujahid menghatamkannya tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Untuk Qiraat Nafi, Ibnu Mujahid bahkan mengahatamkan kepada gurunya sebanyak 20 kali. Dan demi mendapatkan sanad bacaan qiraat tersebut, Ibnu Mujahid mengunjungi sejumlah wilayah seperti Makkah, Madinah, Kufah, Basrah, dan Damaskus. Kepakarannya dalam ilmu qiraat didukung oleh disiplin keilmuan lain, seperti nahwu, fiqih, dan tafsir. Tidak heran jika pada tahun 286 H, Ibnu Mujahid diangkat sebagai imam qiraat di Baghdad, dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di pemerintahan.
Popularitas Ibnu Mujahid dalam bidang qiraat ini bisa dilihat dari banyaknya umat Islam yang belajar menghadiri majlis pengajian yang diselenggarakannya. Untuk membantu mengajar qiraat ini, Ibnu Mujahid bahkan memiliki 84 asisten yang membantu mengajarkan Al-Qur’an kepada masyarakat yang datang dari berbagai wilayah. Namun, di tengan popularitasnya, Ibnu Mujahid tetap dikenal sebagai orang yang zuhud, hati-hati dan tetap istiqamah dalam mengajarkan qiraat Al-Qur’an kepada masyarakat.
Salah satu bentuk perhatian Ibnu Mujahid terhadap qiraat ditunjukannya dengan menyusun kitab as-Sab’ah fil-Qiraat; sebuah kitab yang membatasi dan menyederhanakan qiraat Al-Qur’an hanya pada 7 orang imam dengan dua periwayatnya masing-masing. Pembatasan dan penyederhanaan ini dilakukan Ibnu Mujahid mengingat banyaknya qiraat yang beredar di kalangan umat Islam pada saat itu. Dalam satu keterangan dikatakan bahwa qiraat yang beredar pada masa tersebut bahkan mencapai 50 qiraat. Qiraat yang beredar ini tidak hanya yang mutawatir, namun juga yang syadz. Untuk menjaga qiraat yang mutawatir dan untuk memudahkan umat Islam dalam memilih dan membaca qiraat, maka Ibnu Mujahid menyusun kitab as-Sab’ah. Dengan kitab tersebut, Ibnu Mujahid berhasil membuat pembelajaran terhadap qiraat menjadi lebih sistematis, sederhana, dan masyarakat tidak khawatir tercampur dengan qiraat syadz. Selanjutnya, kitab karya Ibnu Mujahid ini menjadi pegangan utama umat Islam yang ingin mempelajari qiraah, khususnya qiraah sab’ah._seri qiraat (Must)