Jibrīl adalah nama salah satu malaikat yang diimani dalam ajaran Islam. Kata jibrīl berasal dari bahasa Ibrani untuk menyebut malaikat yang diutus Allah untuk menyampaikan wahyu kepada para nabi-Nya. Mufasir berbeda pendapat mengenai asal kata jibrīl. Sebagian ulama, seperti Abū Ḥayyān, berpendapat bahwa kata jibrīl berasal dari bahasa ‘ajam (non-Arab), bukan merupakan kata bentukan (derivasi) dari salah satu kata bahasa Arab. Sebagian lagi, seperti Ibnu ‘Āsyūr mengatakan bahwa kata jibrīl merupakan kata bentukan dari asal kata ja-ba-ra (جبر) dan īl (ئيل). Kata jibr dalam bahasa Ibrani bermakna ‘abd (hamba) yang mengandung makna kuat. Sedangkan kata īl merupakan salah satu nama Allah. Dengan demikian, kata jibril bisa bermakna hamba Allah yang kuat. Terhadap perdebatan tersebut, al-Khālidiy dalam bukunya al-A‘lām al-A‘jamiyah fī Al-Qur’ān lebih menguatkan pendapat yang pertama.
Terdapat beberapa versi bacaan (qiraah) kata jibrīl (جبريل). Menurut Nāfi‘, Ibnu ‘Āmir, Abū ‘Amr, Ḥafs dari ‘Āṣim, Abū Ja‘far, dan Ya‘qūb, kata ini dibaca jibrīl (jim dan ra’ berharakat kasrah) sesuai dengan dialek penduduk Hijaz, seperti kata qiṭmīr (قِطْمِيْر). Menurut qiraah Ibnu Kaṡīr, kata جبريل dibaca dengan jim berharakat fathah sehingga dibaca jabrīl (جَبْرِيْل). Al-Farrā’ dan an-Nuḥās, sebagaimana dikutip Ibnu ‘Āsyūr, mengatakan bahwa bacaan seperti ini tidak dikenal dalam bahasa Arab dan tidak ada timbangannya. Bacaan lainnya adalah dengan memfathahkan jim dan ra. Di antara huruf ra dan ya terdapat hamzah berharakat kasrah sehingga dibaca jabra’īl (جَبْرَئِيْل). Ini adalah qiraah Imam Ḥamzah, al-Kisā’ī, dan Khalaf serta sesuai dengan dialek Tamim, Qais, dan sebagian penduduk Hijaz. Di samping itu, ada juga yang membacanya dengan memfathahkan jim dan ra serta antara ra dan lam terdapat hamzah berharakat kasrah sehingga jabra’il (جَبْرَئِل) tanpa ada ya mati sebelum huruf lam. Bacaan ini adalah menurut riwayat Syu’bah dari ‘‘Āṣim. Selain itu, masih terdapat beberapa bacaan lain namun tergolong pada bacaan syāż.
Dalam Al-Qur’an, kata jibrīl terulang sebanyak 3 kali, yaitu dalam surah al-Baqarah/2 ayat 97 dan 98 serta at-Tahrim/66 ayat 4. Selain itu, terdapat istilah lain yang digunakan Al-Qur’an yang merujuk kepada Malaikat Jibril, yaitu ar-rūḥ (Maryam/19: 17; al-Ma‘ārij/70: 4; al-Qadr/94: 4), ar-rūḥ al-amīn (asy-Syu‘arā’/26: 193), rasūl karīm (at-Takwīr/81: 19), rūh al-qudus (al-Baqarah/2: 87, 253; al-Mā’idah/5: 110; an-Naḥl/16: 102), dan syadīd al-quwā (an-Najm/53: 5).
Sebagaimana telah disebutkan, kata Jibrīl muncul tiga kali dalam Al-Qur’an. Pertama dan kedua terdapat dalam surah al-Baqarah/2 ayat 97 dan 98 untuk menjawab sikap orang Yahudi yang membenci malaikat ini. Menurut mereka, Jibril datang membawa permusuhan, peperangan, dan azab. Sesuai riwayat dari Ibnu ‘Abbās, orang-orang Yahudi datang menemui Nabi Muhammad dan mengajukan pertanyaan. Mereka berjanji, jika Nabi menjawab kelima pertanyaan mereka dengan benar, mereka akan mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Setelah mengambil janji mereka, Nabi lalu mempersilakan mereka mengajukan pertanyaan. Mereka bertanya tentang lima hal: (1) Apa tanda dari seorang nabi? (2) Bagaimana seorang perempuan bisa melahirkan anak laki-kali dan perempuan? (3) Apa yang diharamkan Israil (Nabi Ya’qub) terhadap dirinya? (4) Apa itu halilintar dan suara yang mengikutinya? (5) Siapa malaikat yang menyampaikan wahyu kepadanya? Nabi menjawab semua pertanyaan itu dengan menjelaskan bahwa (1) tanda seorang nabi adalah saat matanya terpejam hatinya tetap terjaga; (2) seorang perempuan melahirkan anak laki-laki jika air laki-laki mengalahkan air perempuan. Sebaliknya, jika air perempuan mengalahkan air laki-laki, akan lahir anak perempuan; (3) Nabi Ya’qub menderita reumatik, lalu ia menemukan obatnya pada air susu salah satu hewan ternak, sebagian menyebutnya unta, sehingga ia mengharamkannya; (4) halilintar adalah cambuk api malaikat yang bertugas mengatur awan. Suara yang mengiringinya adalah pecutan dari cambuk itu; (5) malaikat yang menyampaikan wahyu kepada dirinya adalah Jibril. Kaum Yahudi tersebut membenarkan empat jawaban pertama Nabi, tapi menyanggah jawaban terakhir karena mereka memusuhi Malaikat Jibril. Untuk membantah sikap orang-orang Yahudi tersebut, turunlah dua ayat ini.
Satu ayat lagi yang menyebut nama Malaikat Jibril adalah surah at-Taḥrīm/66: 4. Ayat ini berisi penjelasan bahwa terdapat dua orang istri Nabi, yang dalam satu riwayat disebut Aisyah dan Hafsah, bersikap yang tidak disukai Nabi. Allah mengatakan bahwa jika keduanya bertobat, berarti keduanya telah condong untuk menerima kebaikan. Sebaliknya, jika mereka tetap dalam sikapnya, maka Allah, Malaikat Jibril dan kaum mukmin adalah pelindungnya.
Dalam tradisi keilmuan Islam, malaikat diposisikan sebagai kepala para malaikat. Tugas utamanya adalah menyampaikan wahyu Allah kepada para nabi. Dalam menyampaikan wahyu tersebut, Jibril adakalanya muncul dalam bentuk aslinya atau menyamarkan diri sebagai seorang laki-laki. Nabi Muhammad pernah dua kali mendapat kesempatan melihat Jibril dalam bentuk aslinya, yaitu ketika menerima wahyu pertama di Gua Hira, Makkah, dan di Sidratul Muntaha ketika dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. [JS]