Di dalam muqaddimah kitab tafsirnya, al-Ibriz, K.H. Bisri Mustofa mengatakan: “Kangge nambah khidmah lan usaha ingkang sahe lan mulya punika, dumateng ngersanipun para mitra muslimin ingkang mangertos tembung daerah Jawa, kawula segahaken tarjamah tafsir Alquran al-Aziz mawi cara ingkang persaja, entheng, cetha gampang fahamipun.”
Memang, Al-Qur’an sudah memiliki terjemahan ke dalam beragam bahasa dunia sehingga menghasilkan produk-produk tafsir yang melimpah. Kesadaran demikian diakui oleh K.H. Bisri Mustofa ketika menulis Tafsir al-Ibriz ke dalam bahasa Jawa guna memudahkan bagi pemahaman masyarakat Jawa pada umumnya di dalam memaknai Al-Qur’an. “Kanthi tarjamah wau, umat Islam saking sedaya bangsa lan suku-suku lajeng kathah ingkang saged mangertos ma’na tegesipun,” demikian ungkapnya. “Kangge nambah khidmah lan usaha ingkang sahe lan mulya punika, dumateng ngersanipun para mitra muslimin ingkang mangertos tembung daerah Jawa, kawula segahaken tarjamah tafsir Alquran al-Aziz mawi cara ingkang persaja, entheng, cetha gampang fahamipun.”
K.H. Bisri Mustofa adalah ulama yang lahir dari rahim pesantren pada tahun 1915 M. di Kampung Sawahan Gang Palen Rembang Jawa Tengah. Ayahnya, K.H. Zainal Mustofa, dan ibunya, Chodijah, telah memberinya nama dengan Mashadi. Nama tersebut berganti setelah ia menunaikan ibadah haji menjadi Bisri Mustofa. Sejak usia tujuh tahun, ia masuk Sekolah Rakyat “ongko Loro” di Rembang. Ia tidak menyelesaikan sekolahnya karena diajak ayahnya pergi haji ke tanah suci. Setelah ia pulang ke tanah air, karena ayahnya wafat di Jedah, ia dimasukkan oleh kakak tirinya, Zuhdi, ke Holland Indische School (HIS). Sekolah di HIS tersebut juga tidak selesai, karena ia dipaksa keluar oleh Kiai Cholil yang beranggapan: sekolah HIS tersebut diperuntukkan bagi orang-orang yang dipersiapkan untuk menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda. Di samping, Kiai Cholil memang khawatir kelak K.H. Bisri Mustofa akan mewarisi sifat-sifat Belanda. Sehingga K.H. Bisri Mustofa pun meneruskan sekolahnya di “Ongko Loro” dalam masa pendidikan empat tahun.
Pada 1930, K.H. Bisri Mustofa menimba ilmu di Pesantren Kasingan di bawah asuhan Kiai Cholil. Pada usia 20 tahun, K.H. Bisri Mustofa dinikahkan dengan puteri Kiai Cholil, Ma’rufah, yang masih berusia 10 tahun. Hal tersebut menjadi alasan agar K.H. Bisri Mustofa tidak pergi belajar ke Pesantren Termas Pacitan yang diasuh oleh K.H. Dimyati. Setahun setelah menikah, K.H. Bisri Mustofa berangkat lagi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji bersama beberapa anggota keluarganya dari Rembang. Ia tidak turut serta pulang ke tanah air, melainkan meneruskan belajar di Mekah kepada beberapa orang syekh selama dua tahun.
Pada 1938, K.H. Bisri Mustofa pulang ke Kasingan atas permintaan Kiai Cholil yang setahun kemudian meninggal dunia.
K.H. Bisri Mustofa adalah seorang yang fasih dan orator ulung. Ceramahnya disukai oleh masyarakat sehingga namanya cepat dikenal ke berbagai tempat seperti Kudus, Demak, Lasem, Kendal, Pati, dan Pekalongan. Ia hidup dalam tiga masa yang berbeda: Pemerintah Hindia Belanda, Pemerintah Orde Lama, dan Pemerintah Orde Baru. Kiprahnya kemudian menempati banyak jabatan politik hingga wafatnya pada 24 Pebruari 1977.
Kitab Tafsir al-Ibriz li Ma’rifat Al-Qur’an al-‘Aziz secara umum (ijmali) menggunakan metode bi ar-ra’y. Ditulis selama kurun 6 tahun antara 1954 sampai 1960. Memiliki corak penafsiran kombinasi antara qiraat, fiqih, dan tasawuf. Di samping itu, digunakan pula huruf Arab-Pegon dan bahasa Jawa dengan langgam dan genre “Pantura”, bahasa pantai utara pulau Jawa yang bernuansa otentik, blakasutha. Kendati demikian memiliki kekuatan referensial yang dapat dilihat dari latar belakang pendidikan K.H. Bisri Mustofa sendiri dan beberapa referensi kitab tafsirnya seperti Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Baidlawi, Tafsir al-Khazin, dan lain-lain. Secara sistematis, Tafsir al-Ibriz cenderung literal tidak mengadakan perbandingan antar pendapat ulama-ulama tafsir otoritatif. Tafsir al-Ibriz juga menggunakan metode tahlili, karena dilakukan secara referensial mulai dari surah al-Fatihah hingga an-Nas._Seri Tafsir Nusantara (Sakdul & Must)