Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki sejarah Islam yang cukup panjang. Salah satu jejak masuknya Islam di tanah ini bisa dilihat dari koleski mushaf kuno yang berada di beberapa lokasi, diantaranya di Museum Negeri Kota Mataram. Berbeda dengan mushaf koleksi Kesultanan Bima yang dikenal cukup indah, baik tulisan maupun iluminasinya, mushaf kuno koleksi Museum Negeri Mataram tidak demikian. Tulisan khat pada mushaf kuno koleksi museum ini terlihat kurang rapi, demikian juga iluminasinya. Melihat karakteristik tulisan dan iluminasinya, mushaf-mushaf ini diduga ditulis oleh masyarakat biasa dengan tujuan untuk dibaca, dan bukan untuk cinderamata sebagaimana mushaf-mushaf koleksi kerajaan atau kesultanan. Berikut deskripsi mushaf kuno koleksi Museum Negri Mataram.
Mushaf pertama. Berdasarkan registrasi, manuskrip Al-Qur’an ini bernomor 07.194, dan ditulis menggunakan kertas Eropa. Kondisinya masih utuh, karena jilidnya masih terlihat baik dan juga memiliki sampul meskipun sisi-sisi sampulnya sudah tidak utuh lain di beberapa bagian sisinya. Pada bagian awal terdapat catatan doa menambah kecintaan pada kitab suci Al-Qur’an, dan bisa menjadikannya sebagai cahaya, obat dan lain-lain. Mushaf pertama ini tidak memiliki kolofon, di bagian depan maupun belakang sehingga tidak ada informasi yang menjelaskan tentang pemilik dan penyalin naskah berserta tahun penyalinan mushaf. Mushaf ini dilengkapi dengan iluminasi dengan motif floral berbentuk segi tiga dengan dominasi warna merah pada sejumlah bagiannya. Ilmuminasi ini terdapat pada tiga tempat, pada bagian awal surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah, kemudian pada bagian tengah surah Al-Kahfi, dan pada bagian akhir surah al-Falaq dan an-Nas.
Secara fisik, mushaf ini ini memiliki ukuran 21x26 cm, dan tebal 8 cm; sedangkan ukuran bidang teksnya adalah 18x16 cm. Berkaitan dengan kelengkapan, mushaf ini terlihat masih utuh karena awal surat, yakni Al-Fatihah dan akhir surah, an-Nas masih terbaca jelas di mushaf ini. Bahkan, di bagian awal mushaf terdapat untaian doa berkaitan dengan kemulian Al-Qur’an dan di bagian akhir terdapat doa khatmul Qur’an. Tentang asal-usul, pihak museum menjelaskan, bahwa mushaf ini pada mulanya dimiliki oleh masyarakat, dan kemudian diserahkan pada pihak museum supaya dirawat dan dijaga agar bisa menjadi informasi bagi masyarakat yang membutuhkan. Tidak ada keterangan lain yang bisa digali berkaitan dengan asal-usul naskah dan identitas penyalinnya. (Must)