MANUSKRIP TERJEMAHAN AL-QUR’AN CANDI CANGKUANG, GARUT

Manuskrip Al-Qur’an dengan terjemahan berbahasa Jawa ini adalah koleksi Museum Cagar Budaya Candi Cangkuang yang terdapat di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Di antara naskah-naskah koleksi museum ini, naskah ini satu-satunya yang merupakan mushaf Al-Qur’an. Selainnya adalah naskah-naskah yang berisi kajian fikih, tauhid, dan khutbah Jumat. Menurut Zaki Munawar, pengelola Museum Candi Cangkuang sekaligus penulis buku Cagar Budaya Candi Cangkuang, penyalin naskah Al-Qur’an ini adalah Arif Muhammad, seorang ulama penyebar agama Islam di Desa Cangkuang. Ia diperkirakan hidup di abad ke-17 dan merupakan salah seorang utusan Sultan Agung dari Kesultanan Mataram untuk menyerang tentara VOC di Batavia. Karena mengalami kegagalan, Arif Muhammad mengasingkan diri ke daerah Kampung Pulo di sekitar Danau Cangkuang.

Bahan naskah ini adalah kertas kulit kayu saeh atau yang lebih dikenal dengan kertas daluang. Tinta yang digunakan untuk menyalin naskah berwarna hitam, dan khusus informasi nama surah menggunakan tinta merah. Kondisinya sudah sangat rapuh dan rusak, terutama bagian luar dan pinggir. Warna kertasnya sudah berubah menjadi kuning kecoklatan dan tintanya sudah mulai buram. Ukuran naskah ini adalah 32 x 24 cm dengan bidang teks 25 x 19,5 cm. jumlah halaman sebanyak 280 halaman. Tiap halaman berisi 11 baris dengan selingan terjemahan di setiap barisnya. Diduga naskah ini terdiri dari beberapa jilid, karena yang ditemukan ini dimulai dengan Surah an-Naḥl  hingga Surah Ṣād ayat 12.

Di samping teks Al-Qur’an, dalam naskah ini juga terdapat teks terjemahan yang ditulis dengan huruf Arab pegon dengan bahasa Jawa. Teks terjemahan itu ditulis persis di bawah teks Al-Qur'an-nya. Walaupun berada dalam komunitas berbahasa Sunda, terjemahan Al-Qur’an pada naskah ini menggunakan bahasa Jawa. Menurut Ekadjati (2003: 129) pada masa itu, naskah-naskah yang ada di tatar Sunda biasa menggunakan bahasa campuran antara Arab, Jawa, dan Sunda. Darmawan dan Riyani (2019: 242) mensinyalir bahwa bahasa Jawa dalam naskah ini merupakan dialek pesisir utara Jawa bagian timur atau dialek Muria. Besar dugaan bahwa naskah ini tidak disalin di tempat penyimpannya sekarang, melainkan di daerah sekitar Muria. Naskah ini berada di wilayah Candi Cangkuang sekarang karena dibawa oleh Arif Muhammad saat ia ditugaskan untuk berperang ke Batavia. Karena mengalami kekalahan, ia melarikan diri ke wilayah ini untuk menghindari hukuman dari Raja Mataram. Di tempat ini ia kemudian mengembangkan dakwah Islam bagi masyarakat sekitar.

 Teks Al-Qur’an dalam naskah ini disalin menggunakan khat naskh. Kaht ini sangat umum digunakan dalam menyalin mushaf Al-Qur’an di berbagai wilayah Islam termasuk Nusantara (Ali Akbar: 2004). Sementara itu, teks terjemahannya disalin menggunakan khat riq’ah. Khat ini biasa digunakan untuk menulis cepat tulisan Arab karena sifatnya yang sederhana, lentur, dan fleksibel. Namun demikian, terkadang tulisan ini sulit untuk dibaca dan hanya dimengerti oleh penulisnya (Darmawan dan Riyani 2019: 242). [Jonni]

 

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved