Mengapa Riwayat Qalun Didahulukan Ketika Menjamak Qiraat?

Salah satu metode dalam mempelajari qiraat sab'ah adalah menggabungkan beberapa qiraat dalam satu kali bacaan (khataman) yang dikenal dengan istilah al-jam'u. Sebelum teori al-jam'u dikenalkan oleh Imam Abu Amr ad-Dani al-Andalusi pada abad ke lima Hijriyah, mempelajari qiraat dilakukan dengan membaca riwayat per riwayat . Dimulai dari riwayat Qalun kemudian Warsy, al-Bazzi, Qumbul  dan seterunya hingga selesai. Bahkan ada yang mengulang-ulang satu riwayat sebanyak 24 kali sampai mutqin.

Dalam praktiknya ada beberapa cara dalam menggabungkan beberapa qiraat dalam satu bacaan. Pertama, al-jam'u bil-harfi yaitu mengulang-ulang bacaan hanya pada kalimat yang ada perbedaan bacaan saja.  Seperti membaca ملك pada surah al-Fatihah dengan bacaan pendek (ملك ) dan panjang (مالك). Ada yang al-Jam’u bil-waqfi yaitu membaca beberapa qiraat sampai pada lafaz yang dibolehkan untuk waqaf dan ibtidak setelahnya. Caranya memulai bacaan dengan riwayat yang diinginkan kemudian membaca riwayat lain pada ayat yang sama. 

Salah satu praktik metode menjamak qiraat bil-waqfi ini dilakukan dalam satu ayat dengan memulai riwayat Qalun. Setelah selesai riwayat Qalun baru riwayat lain dalam ayat tersebut.

Pertanyaannya mengapa dalam thariq Syathibi riwayat Qalun didahulukan?  Ada beberapa jawaban antara lain:

  1. Karena Imam Syathibi dalam nadham Hirzul-Amani mendahulukan Imam Nafi dari imam lainnya. Sedangkan Qalun adalah rawi pertama dari Imam Nafi. Imam Nafi' al-Madaniy didahulukan dari imam yang lain karena beliau berasal dari kota Madinah, kota yang darinya tersebar qiraat  ke kota-kota Islam seperti Basrah, Kufah, Syam, dan lainnya.
  2. Qalun pada kaidah mim jamak mempunyai 2 macam bacaan yaitu sukun mim jamak dan shilah mim jamak. Dalam menjamak qiraat dimulai dengan bacaan sukun mim jamak kemudian dilanjutkan dengan bacaan shilah mim jamak.
  3. Qalun mempunyai bacaan (wajah) qasr dan tawassuth pada mad jaiz munfashil, sehingga membacanya bisa runtut yaitu membaca terlebih dahulu bacaan qasr (2 harakat mad jaiz), baru kemudian membaca tawassuth (4 harakat).

Cara membacanya yaitu ketika membaca riwayat Qalun dengan bacaan qasr maka diselesaikan dulu semua yang mempunyai wajah qasr seperti bacaan Imam Ibnu Katsir, riwayat Duri dan Susi (rawi Abu Amr). Kalau bacaannya sama dengan Qalun, maka  tidak perlu diulangi lagi. Tetapi kalau berbeda maka diulangi lagi bacaan yang berbeda tersebut.

Setelah bacaan qasr selesai dibaca, baru dilanjutkan dengan membaca mad jaiz 4 harakat (tawassuth). Pada saat membaca tawassuth ini, maka fokus pada riwayat siapa saja yang punya bacaan tawassuth selain Qalun. Jika sama dengan Qalun maka bacaannya sudah termasuk. Tetapi jika berbeda, maka dibaca lagi pada kalimat yang berbeda itu. Setelah selesai dengan bacaan tawassuth maka lanjut kepada riwayat yang mempunyai panjang 6 harakat yaitu riwayat Warsy dan Hamzah.

Dengan standar urutan seperti ini, maka kita bisa tahu sampai dimana bacaan kita. Mulai dari qasr 2 harakat kemudian tawassuth 4 harakat  dan kemudian dilanjutkan dengan bacaan thul 6 harakat.

Yang perlu diketahu juga bahwa ketika memjamak qiraat tidak perlu membaca dari awal ayat, tetapi cukup memulai dari kalimat yang ada perbedaan saja.  Demikian, semoga bermanfaat. [ANQ]

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved