Mushaf Kuno beriwayat Qalun dari Nagari Taram, Sumatera Barat

Mushaf Al-Qur’an yang satu ini tergolong unik. Tidak banyak yang sama dengannya. Sejauh penelitian yang dilakukan tim LPMQ, dari ratusan naskah mushaf kuno, mushaf ini satu dari sedikit mushaf yang memiliki keunikan. Secara fisik mungkin terlihat sama. Hal yang membedakan dengan mushaf lain adalah qiraat yang digunakan dalam penyalinannya. Mayoritas mushaf kuno yang ada di Nusantara disalin dengan qiraat riwayat Ḥafṣ dari Imam ‘Āṣim. Mushaf ini berbeda. Ia disalin dengan riwayat Qālun dari Imam Nāfi’.

Mushaf ini merupakan milik keluarga almarhum Bapak Makmur Dt. Rajo Malano Nan Gapuang yang tinggal di Nagari Taram, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Naskah ini sudah tercatat dalam Katalogus Manuskrip dan Scriptorium Minangkabau dan diberi kode naskah MM.01.Taram.01. Tim peneliti yang menyusun katalog ini mengira bahwa naskah ini menjadi satu dengan naskah yang lain karena berada dalam satu tumpukan. Akan tetapi, setelah diteliti kembali, ternyata naskah ini terdiri dari dua naskah yang tercampur jadi satu.

Naskah pertama terletak pada bagian atas tumpukan naskah terdiri dari Surah al-Fātiḥah/1: 1 sampai dengan an-Nisā’/4: 102. Bisa diduga naskah ini tidak hanya terdiri dari 118 halaman karena Surah an-Nisā’/4: 102 belum sampai pada akhir ayat. Naskah mushaf ini berukuran 33 cm x 22 cm x 0,7 cm dengan bidang teksnya 20,5 cm x 12,5 cm. Di setiap halamannya diisi 15 baris teks Al-Qur’an kecuali yang beriluminasi yang hanya diisi dengan 7 baris. Jilidnya sudah lepas dan sampulnya sudah tidak ditemukan.

Kertas yang digunakan dalam menyalin mushaf ini adalah kertas Eropa dengan watermark-nya berupa bulan sabit bersusun tiga dengan ukuran yang berurutan dari yang terbesar ke yang terkecil. Sesuai dengan katalog yang disusun oleh Edward Heawood dalam bukunya Watermarks, kertas ini diperkirakan dibuat pada tahun 1823-1824 M. Dengan demikian, diperkirakan mushaf ini disalin pada pertengahan abad ke-19.

Pada surah al-Fātiḥah dan awal al-Baqarah terdapat iluminasi yang didominasi oleh warna merah, warna dominan yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau. Iluminasinya bermotifkan geometris berupa segi empat, segi tiga, dan lingkaran. Di sekeliling teks diberi kotak persegi panjang dengan di atas dan bawahnya diberi segitiga. Lalu di samping kanan dan kiri diberi bentuk bangun ruang trapesium. Di bagian luar jilid pada trapesium diberi lingkaran bersusun tiga.

Secara umum, rasm yang digunakan penyalin adalah imlai kecuali pada kata-kata tertentu seperti aṣ-ṣalāh dan az-zakāh mengikuti kaidah rasm usmani. Penyalinan seperti sudah sangat lumrah pada mushaf-mushaf kuno yang ada di Nusantara.

Mushaf ini termasuk unik karena disalin tidak menggunakan qiraat ‘Āṣim riwayat Ḥafṣ yang cukup populer di Nusantara, tetapi kuat diduga menggunakan qiraat Nāfi‘ riwayat Qālūn. Setidaknya hal ini bisa dibuktikan pada kata wa mā yukhādi‘ūna yang terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 9. Penyalinan demikian karena mengikuti versi bacaan Imam Qālun. Demikian juga dengan kata yukażżibūn pada akhir ayat 10.

Cara penyalinan seperti ini berbeda dengan versi bacaan Imam Ḥafṣ. Untuk kata wa mā yukhādi‘ūna, menurut riwayat Ḥafṣ dibaca dengan wa mā yakhda‘ūna. Untuk kata yukażżibūn dibaca dengan yakżibūn. Versi bacaan Imam Ḥafṣ ini disalin juga oleh penyalin naskah dan ditempatkan di bagian pias. Hal ini juga menambah keunikan mushaf dari Taram ini. Ia tidak hanya terdiri dari satu ragam qiraat, namun juga ada ragam qiraat lain yang disalin di bagian pias. (Jonni Syatri)

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved