Berdasarkan tinggalan yang ada, di Iran, belum ditemukan keberadaan sebuah mushaf yang berasal dari masa Khalifah Rashidah (khususnya masa Usman bin Affān). Yang jelas, berdasar catatan sejarah, Ḥajjaj bin Yūsuf al-Tsaqafi,[1] pernah memerintahkan untuk mengirimkan sejumlah mushaf yang selesai ditulis di Kufah ke beberapa negri seperti Mesir, dan beberapa kota di Iran.
Masyarakat Iran, pada mulanya menulis mushaf menggunakan khat Kufi lama kemudian beralih ke Kufi Mushaf, mereka berlaih ke khat ini mulai abad ke-3 h hingga pertengahan abad ke-4 H/10 M. Setelah itu menggunakan khat Kufi Mashriq Mutatawwar hingga akhir abad ke-6 H/12 M.
Jenis khat Kufi Mashriq Mutatawwar adalah ciri khas Iran. Pada masa Iran inilah mulai berkembang gaya ragam hias detil, kecil dan halus. Karena perbedaan tipis ini, terkadang para pengamat hanya menulis: “Mushaf ini berasal dari Iraq atau Iran”. Salah satu mushaf Iran awal yang sudah dipastikan berasal dari Iran, dan tertulis dengan khat Kufi Mashriq tersimpan di Museum Metropolitan New York. Mushaf ini ditulis di Isfahan bulan Ramadhan 383 H (993 M).
Mushaf berikutnya yang mewakili generasi akhir abad ke-5 H/12 M dengan khat Kufi Mashriq yaitu Salinan Usman bin Husain al-Warraq 466 H/1073. Mushaf ini tersimpan di komplek kuburan Imam Ali in Musa bin Ja’far di kota Mashad.[2] Di tempat ini tersimpan banyak mushaf lainnya baik yang berasal dari Iran sendiri maupun dari luar Teheran (Iran). Beberapa tempat penyimpanan mushaf lainnya kompleks kuburan Shafiyuddin Ardabil, Raudhoh Haidariyyah Najaf, kompleks kuburan Abbasiyah di Karbala.
Masa Sultan Ilkhanat Ghazan Mahmud merupakan masa emas Iran dalam tradisi permushafan. Ia merupakan penggemar seni dan kebudayaan daripada para Tartar sebelumnya. Karena gemarnya terhadap seni ia mendirikan lembaga seni dan kebudayaan di Tabriz dengan nama al-Ghazāniyyah. Di tempat tersebut terdapat masjid besar dan madrasah.
Hal tersebut tidak lepas dari peran wazirnya saat itu yaitu Rashiduddin al-Thusi kelahiran kota Hamdan yang berperan menyatukan seni Arab dan ‘Ajam. Al-Thusi dikenal juga sebagai sastrawan, seniman dan sejarawan pada zamannya. Tradisi Ghazan ini kemudian dilanjutkan oleh Sultan Ulijitu dengan wajir yang sama. Diantara penyalin mushaf dari kota Hamdan yaitu Muhammad bin Muhammad bin Yusuf alias Fakhrul Hamdani. Ia menyalin mushaf dengan ukuran 22 x 32 dengan jumlah 299 lembar pada tahun 709 H/1310 M (tersimpan di Museum Topkapi Turki).
Selain berkolaborasi dengan Sultan, Rashiduddin juga mendirikan sebuah Madrasah Seni Khat Arab di Tabriz yang memiliki kegiatan mendekor naskah. Nama madrasah yang berdiri abad ke-7 H tersebut bernama al-Rasyidiyyah. Scriptorium ini tidak hanya didirikan di Tabriz, tapi juga di Hamdan (Dar al-Khairat al-Rashidiyyah). Di lembaga inilah berkumpul para khatat, illustrator naskah, dan seniman lainnya dari Baghdad, Asia Tengah, dan Cina. Mereka menggunakan kertas-kertas paling bagus pada zamannya termasuk kertas Baghdad dengan ukuran besar, dan dengan berbagai warna tinta.
Di lembaga Tabriz, ia mengharuskan lembaga ini menghasilkan satu mushaf dengan 30 juz setiap tahunnya. Salah satu produk lembaga ini yaitu sebuah mushaf indah tersimpan di lembaga kebudayaan Mesir, dikenal dengan mushaf Hamdan. Mushaf ini terdiri dari 32-44 lembar per juznya. Dibikin atas perintah Sultan Ulijitu kepada Abdullah bin Muhammad bin Mahmud al-Hamdani. Selesai ditulis di kota Hamdan pada tahun 713 H/1313 M.
Pembuka mushaf ini menggunakan cairan emas dan tinta warna biru langit, tanda titik dan i’tab menggunakan tinta biru. Pada bagian tiap juz mushaf ini terdapat hiasan dengan ragam hias ‘tumpukan bintang'. Nama surah ditulis dengan khat Raihan cairan emas dengan garis luar warna mendekati hitam. Mushaf Hamdan termasuk mushaf langka yang terawat hingga kini. Keberadaannya di Mesir merupakan peristiwa yang sangat membingungkan para sejarawan.
Banyak mushaf lainnya dari dinasti Ilkhanat Iran yang angka tahunnya merujuk ke Dinasti Ilkhanat dan tempat penulisannya merujuk ke lembaga-lembaga yang didirikan Rashiduddin al-Ṭūsī. Begitu juga dengan nama-nama penyalinnya: Abdullah al-Ṣirafi (w. 743) yang menyalin 36 mushaf dengan khat naskhi;[3] Ibrahim bin Muhammad al-Khabbāz;[4] Amir Hāj bin Ahmad al-Ṣāyanī.[5]
Mushaf-mushaf Indah dan istimewa yang dihasilkan oleh Madrasah Rashiduddin disimpan di lemari rumahnya dan di bangunan mashhad, yang direncanakan untuk makamnya kelak. Menurut para sejarawan, diantara sekian banyak mushaf di rumahnya, 400 buah diantaranya ditulis dengan cairan emas, 10 diantaranya dengan khat Yaqut, dua mushaf Ibnu Muqlah.[AH]
===========
[1] Selaku Gubernur Iraq yang juga mewilayahi Iran saat khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Daulah Umayyah.
[2] Beberapa penyalin mushaf yang tinggalannya masih tersimpan antara lain Abu Bakr Abdul Malik bin Muhammad bin Zar’ah bin Muhammad al-Ruzbarī tahun 394 H/1004 M
[3] Sedikit sekali yang ada sampai kini, beberapa dari yang masih ada tersimpan di museum-museum di Istanbul. Perpustakaan Chester Betty juga menyipan satu mushafnya yang berangkat tahun 728 H/1328 M. mushaf Abdullah yang di Museum Topkapi meruapak mushaf yang redesain oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni (922-974 H). seperti pada mushaf Yaqut. Pad amushaf tersebut tertulis: “telah ditulis oleh Abdullah al-Ṣirafī pada tahun 745 H dan dihias oleh Muhammad Jalabī ketua dewan pada masa Sulaiman tahun 962 H/1554 M. mushaf lainnya tersimpan di Museum Thariq al-Rajab di Kuwait.
[4] Mushafnya tersimpan di Kier Collection di London. Terdiri dari 322 kertas, khat naskhi.
[5] Mushafnya dikenal dengan mushaf Ta’iz berukuran 25 x 36 berangka tahun 734 H/1334 M, khat Raihan dengan cairan emas bergaris luar, rata-rata 44 lembar tiap halaman, 5 baris tiap halaman. Tersimpan di perpustakaan Chetser Betty. Selesai disalin di Tabriz dan diwakafkan ke Madrasah di Ta’iz Yaman.