Masa berikutnya yaitu Imarat Yanju (The Injuids), akhir masa Ilkhanat dan awal masa Jalā’ir. Keemiran ini nisbah kepada Syakh Jamaluddin Abi Ishāq bin Muhammad Syah Yanju (w. 758 H/1356 M). Salah satu mushaf yang sampai ke kita dari era ini disalin oleh Yahya bin Nāsir al-Jamālī al-Ṣūfī dengan illuminator Hamzah bin Mahmud al-‘Alawi. Ia merupakan murid dari Mubaraksyah murid dari Yaqut.
Mushaf ini ditulis di Shiraz dan dikenal dengan sebutan mushaf Tashi Khatun (Ibu Amir Yanju). Dibuat untuk diwakafkan di Mashhad Ahmad bin Musa di Shiraz dan sekarang tersimpan di Museum Shiraz. Jalaluddin meniru gaya Yaqut dalam menulis mushaf dengan 13 baris tiap halaman, pada baris awal dan akhir berkhat Muhaqqaq dan matan pada bagian tengah dengan khat Naskhi.
Pada masa Timurlang, ada nama penyalin mushaf yaitu Ahmad Syah al-Tabrizi dan anaknya Muhammad al-Tabrizi. Nama lainnya yaitu Syaikh Muhammad Badruddin yang belajar dari ayahnya kemudian dari Mir Ali Al-Tabrizi. Timurlang pernah membawanya dalam rombongan ke Mamluk Mesir tahun 801 H/1398 M masa Sultan Nasiruddin Faraj (801-808 H).
Dari tradisi mushaf yang begitu masif, lahir karya turunan yaitu Kursi Al-Qur’an (rehal). Kursi ini dibikin dari bahan kau yang berkualitas dengan ukiran-ukiran indah berupa suluruh bunga atau potongan ayat Qur’an. Sebuah rahal tua tersimpan di Museum Metropolitan New York berbahan kayu jati dengan ukiran sulur bunga dan ayat al-Qur’an dengan khat Tsuluts. Dibuat oleh Zain bin Hasan bin Sulaiman pada Dzul Hijah tahun 761 H/1360 M. Rehal ini dibuat khusus untuk diwakaflan kepada Madrasah Shadarabad. Rehal ini memiliki tinggi lk 110 cm, alias 1 Meter lebih.
Dari Timurlank beralih ke Dinasti Safawi di bawah Tahmasp I (930-984 H/1524-1579 M). Salah satu kaligrafer masyhur era ini yaitu Syah Mahmud al-Nisaburi (w. 984 H). Ia menyalin mushaf dengan khat Nasta’liq, jenis khat yang sangat jarang dipakai oleh kaligrafer Iran bahkan untuk satu juz. penyebabnya khat ini tidak rata dan sulit meletakkan harakatnya.
Untuk itu al-Nisaburi hanya menggunakan titik dan jarang membubuhkan harakat pada karyanya kecuali dianggap penting. Dengan demikian, ia tetap menjaga gaya nasta’liq dalam mushaf. Mushaf karyanya kini tersimpan di Universitas Istanbul Turki. Mushaf dari dinasti Safawi lainnya dihadiahkan oleh Abbas II (1052-1077 H) kepada Syah Jihan (1037-1077 H) di Mughol India dan kini tersimpan di Perpustakaan raja di Delhi.
Tahun 1945, Iran mencetak Mushaf dengan khat Nasta’liq. Masternya hasil Salinan Husain Maragānī tahun 1904 yang meniru khat Mahmud al-Nisaburi.[]
Sumber Gambar: Rehal (Museum Metropol NYC), Mushaf Octagon (Davidmus Copenhagen), Mushaf BW (Chessterbetty Dublin). [AH]