Pencetak Mushaf Generasi Pertama di Indonesia

Kebutuhan masyarakat Indonesia pada mushaf Al-Qur’an terbilang tinggi. Kebutuhan yang tinggi ini tidak hanya mengemuka saat ini namun juga pada masa lalu mengingat Indonesia dikenal sebagai wilayah dengan jumlah penduduk muslim yang banyak. Pada masa awal, sebelum ditemukannya mesin cetak, pengadaan mushaf Al-Qur’an dilakukan secara manual dengan cara ditulis atau disalin menggunakan tangan, dan hasilnya disebut dengan manuskrip Al-Qur’an. Dalam penelitian Lajnah, jumlah mushaf Al-Qur’an tulisan tangan di Nusantara terbilang sangat banyak; jumlahnya tidak hanya ratusan, tapi bahkan ribuan. Jumlah yang banyak ini tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia mulai dari Aceh, Medan, Palembang hingga Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Nusa Tenggara Timur dengan ciri dan karakternya masing-masing.

Setelah berakhirnya era manuskrip Al-Qur’an pada akhir abad ke-19, penggandaan mushaf Al-Qur’an beralih pada teknologi cetak batu atau yang disebut litograf. Di Indonesia cetak batu pertama kali dilakukan di Palembang dengan mengadopsi teknologi cetak batu yang berkembang di Singapura. Mushaf hasil cetak batu ini bisa dijumpai pada sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Palembang, Cirebon, dan Jakarta. Tak lama berselang, pada awal abad ke-20 pencetakan mushaf Al-Qur’an semakin maju seiring dengan perkembangan teknologi percetakan menggunakan mesin modern. Penggunaan mesin modern ini memungkinkan mushaf Al-Qur’an diproduksi dalam skala yang lebih besar dan massal.

Di Indonesia, generasi pertama penerbitan dan pencetakan mushaf Al-Qur'an menggunakan mesin cetak modern dilakukan pertama kali tahun 1930-an. Pada tahun tersebut, ada tiga penerbit dan pencetak mushaf Al-Qur'an yang mengawali debutnya dalam mencetak mushaf Al-Qur'an di Indonesia. Ketiga penerbit tersebut adalah  Abdulah Afif Cirebon, Salim Nabhan Surabaya, dan Matba'ah Islamiyah Bukit Tinggi. Ketiga penerbit ini masing-masing mencetak mushaf Al-Qur'an, dan master yang digunakan adalah mushaf Al-Qur'an Bombay dengan karakter dan ciri tulisannya yang tebal-tebal dan jumlah tanda waqaf yang banyak.

  

       Mushaf Cetakan Abdullah Afif Cirebon

 

        Mushaf Cetakan Matba'ah Islamiyah Bukit Tinggi

  

   Mushaf Cetakan Salim Nabhan Surabaya

 

Salah satu ciri menonjol dari ketiga mushaf cetakan Abdullah Afif, Matba'ah Islamiyah Bukit Tinggi dan Salim Nabhan Surabaya adalah penggunaan model mushaf Bombay dengan ciri khat dan tulisannya yang tebal-tebal, penggunaan tanda waqaf yang banyak, serta tanda baca (syakl dan dabat) lebih lengkap yang memudahkan untuk membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Pemilihan model mushaf ini dilakukan mengingat inilah mushaf yang banyak digunakan masyarakat Indonesia di berbagai wilayah sebelum dimulainya pencetakan mushaf Al-Qur’an di Indonesia.

Untuk membedakan cetakannya, masing-masing penerbit membuat iluminasi yang berbeda satu sama lain pada halaman pembuka surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah dan di beberapa tempat lainnya. Pembeda lainnya dari ketiga mushaf ini adalah konten tambahan seperti pencantuman keterangan makharijul-huruf dan kaidah tajwid, yang diletakan pada halaman awal maupun halaman belakang. Ciri dan pembeda ini terus berlanjut pada penerbit generasi selanjutnya, yang menjadikan iluminasi dan konten tambahan sebagai ciri pembeda masing-masing mushaf Al-Qur’an. (Must)

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved