Penulisan Mushaf al-Qur’an dalam Islam telah dimulai sejak abad pertama sejarahnya. Lima salinan pertama Mushaf pada masa Khalifah Utsman bin Affan (tahun 650 M), yang dikirim ke beberapa wilayah Islam, selanjutnya menjadi naskah baku bagi penyalinan al-Qur’an—disebut Rasm Utsmani. Sejak itulah kegiatan penyalinan al-Qur’an tidak pernah terhenti. Mula-mula ditulis dalam gaya Kufi yang berkarakter kaku, kemudian dalam gaya kursif Naskhi yang dipelopori oleh Ibn Bawwab di Baghdad (w. 1022 M), Muhaqqaq, Tsuluts, dan gaya-gaya kursif lain. Penyalinan al-Qur’an berlangsung di seluruh wilayah Islam, sejalan dengan penaklukan-penaklukan wilayah baru. Sebagai kitab suci yang menjadi bukti Islam sebagai agama wahyu (revealed religion), kemurnian dan keautentikan al-Qur’an sangat terjaga.
Dalam konteks penelitian ini, pengertian Mushaf adalah salinan wahyu Allah (al-Qur’an) dalam bentuk lembaran-lembaran naskah tulis. Dalam kenyataannya, ia dapat saja berupa lembaran-lembaran tidak lengkap—karena hilang atau rusak—yang merupakan bagian dari sebuah Mushaf lengkap. Termasuk dalam pengertian Mushaf adalah Mushaf yang dilengkapi catatan-catatan tambahan berupa arti atau tajwid di sekitar teks utama. Adapun diangap kuno jika sudah berusia lebih dari 50 tahun. Namun, kitab-kitab tafsir tidak termasuk dalam pengertian Mushaf, dan tidak tercakup dalam penelitian ini. Meskipun demikian, informasi tambahan dari naskah tafsir dan naskah-naskah lain tetap diperlukan untuk mendukung penelitian ini.
Adapun lingkup pengertian mushaf kuno dalam penelitian ini adalah salinan al-Qur’an secara keseluruhan, yang mencakup teks (nash) al-Qur’an, iluminasi (hiasan sekitar teks), maupun aspek fisik yang lain seperti jenis kertas dan tinta yang dipakai, ukuran naskah, jenis sampul, penjilidan, dan lain-lain. Keseluruhan aspek fisik Mushaf perlu diteliti secara detil. Di samping itu, aspek historis juga dikaji secara seksama untuk mendapatkan gambaran historis perkembangan penulisan Mushaf di Indonesia.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu: a). Teridentifikasi dan terinventarisasinya mushaf kuno yang ada di Indonesia; b). Terdokumentasinya mushaf kuno yang ada di Indonesia; c). Tersedia dan bertambahnya naskah dan atau kajian mushaf kuno di BQMI.
Penelitian ini dilaksanakan oleh sebuah tim yang terdiri dari unsur-unsur Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an di bawah koordinasi Kepala Badan Litbang Agama dengan narasumber Prof. Dr. Syarif Hidayat, M.Hum., dan konsultan Dr. Oman Fathurrahman, M.Hum.
Temuan penelitian adalah sebagai berikut: di Provinsi Jawa Barat ditemukan 18 naskah; di Provinsi Jawa Tengah ditemukan 29 naskah; di Provinsi Jawa Timur ditemukan 15 naskah; di Provinsi DKI Jakarta ditemukan 11 naskah; di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam ditemukan 40 naskah; di Provinsi Sulawesi Selatan ditemukan 9 naskah; dan di Provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan 6 naskah. Dengan demikian, dari tujuh provinsi tersebut, naskah yang berhasil diinventarisasi berjumlah 128 naskah.
Kesimpulan
- Rasm yang digunakan dalam naskah Al-Qur’an kuno pada umumnya masih menggunakan rasm imlai. Penggunaan rasm usmani baru terdapat dalam mushaf cetak batu, sebagaimana ditemukan pada penelitian ini.
- Sistem tanda baca dan tanda tajwid yang digunakan tidak seragam, sebuah kenyataan yang menunjukkan dinamika sistem penulisan Al-Qur’an. Beberapa aspek penandaan ternyata mempunyai kesamaan dengan sistem yang dipakai dalam Mushaf Standar Indonesia.
- Penulisan Al-Qur’an tidak lepas dari proses masuknya Islam di Indonesia. Beberapa karakter penulisan menunjukkan pengaruh Turki di beberapa daerah.
Rekomendasi
- Perlu penelitian dan penelusuran lebih lanjut tentang keberadaan mushaf kuno yang jumlahnya cukup banyak dan masih tersebar di seluruh Nusantara.
- Menginventarisasi mushaf-mushaf yang telah ditemukan dan membuat katalog khusus mushaf kuno.
- Mengupayakan penghimpunan mushaf kuno untuk disimpan di Bayt al-Qur’an.
- Diperlukan digitalisasi mushaf kuno.