Kementerian Agama memiliki tiga Mushaf Standar, yaitu Mushaf Standar dengan Rasm Usmani, Mushaf Standar Bahriyah (ayat pojok), dan Mushaf Standar Braille. Setiap penerbit yang hendak menerbitkan Al-Qur’an diwajibkan mengacu pada salah satu dari Mushaf Standar ini. Namun, banyak kemudian penerbit yang melakukan improvisasi menerbitkan mushaf dengan model tulisan Mushaf Madinah (ditulis oleh Usman Taha), yang disesuaikan dengan Mushaf Standar Usmani. Menjadi persoalan kemudian, di manakah posisi Mushaf Standar Kementerian Agama versi Usmani dengan ciri-cirinya yang khusus? Apakah mushaf ini mendapat perhatian dan digunakan masyarakat Muslim Indonesia? Kemudian, apa sesungguhnya yang melatarbelakangi kaum Muslimin dalam memilih mushaf?
Penelitian ini menjadi penting karena sejauh ini belum ada upaya untuk mengetahui lebih jauh posisi Mushaf Standar Rasm Usmani di tengah masyarakat Muslim Indonesia. Sebagai langkah awal, penelitian ini dibatasi pada jamaah masjid yang diperkirakan lebih sering bersentuhan dengan kitab suci Al-Qur’an.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu (a) tersedianya informasi yang akurat tentang tingkat penggunaan Mushaf Standar Rasm Usmani di tengah masyarakat; (b) mengetahui minat masyarakat dalam memilih mushaf, dan sekaligus mengetahui alasan-alasan mereka; (c) mengetahui peta penggunaan mushaf standar di masyarakat.
Penelitian ini diadakan di enam propinsi, masing-masing; Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Setiap propinsi di teliti oleh dua orang peneliti, dan mengambil sampel, jamaah dua masjid di setiap kota dan kabupaten; Di Provinsi Banten, 4 masjid; Masjid Baitul Muslimin, Serang, Masjid Agung Al-Ittihad, Kota Tangerang, Masjid as-Saurah, Serang, Masjid Jam’iatul Khair, Cisauk Tangerang. Propinsi Jawa Barat; Masjid Agung, Bandung, Masjid Banjaran, Kabupaten Bandung, Masjid Agung, Kota Bogor, Masjid Riyadussolihin, Jl Raya Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Tengah; Masjid Agung Jawa Tengah, Masjid Agung Semarang, Masjid Agung Surakarta, Masjid Jami’ Kajen, Pati. Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Masjid Agung Kauman, Kota Yogyakarta Masjid Al-Mardiyah, Sleman, Masjid Jamasba, Bantul, Masjid Agung Kulonprogo, Jawa Timur; Masjid al-Akbar, Surabaya, dan Masjid al-Falah, Surabaya, Masjid Jami’, Malang, Masjid Agung Baiturrahman, Kepanjen, Malang, dan Propinsi Nusa Tenggara Barat, 4 masjid; Masjid Raya at-Taqwa, Mataram, Masjid al-Ittihad, Lendang Re Sayang Sayang, Lobar, Masjid Baiturrahman, Tanjung, Lombok Utara, Masjid Sultan Muhamad Salahuddin, Bima, NTB.
Penelitian ini dilaksanakan oleh Tim Peneliti Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI tahun anggaran 2011. Di setiap propinsi, dipilih dua kota yang merepresentasikan masyarakat kota, dan dua kabupaten yang merupakan representasi masyarakat pedesaan. Penelitian ini dilakukan oleh dua orang peneliti di masing-masing propinsi, dan mereka telah berhasil mengumpulkan sebanyak 1200 responden, berasal dari jamaah 48 masjid, di setiap masjid, 50 orang jamaah.
Kesimpulan
- Mushaf Standar Indonesia menempati posisi teratas dalam hal penggunaan meskipun sebagian besar dari mereka tidak mengenal nama Mushaf S
- Latar belakang dari penggunaan Mushaf Standar adalah faktor kepemilikan dan tingkat kemampuan membaca Al-Qur’an.
- Mushaf Standar penyesuaian banyak disukai karena menggunakan sistem pojok, jenis ini diminati oleh responden yang sedang menghapal Al-Qur’an maupun yang tidak.
- Penyebaran dan pembagian Mushaf Standar yang gratis, setiap tahun, pada umumnya masih terbatas bagi komunitas tertentu, dan belum menyentuh masyarakat bawah, apalagi masyarakat yang jauh dan terpencil.
Rekomendasi
- Perlu sosialisasi tentang Mushaf Standar ke berbagai lapisan masyarakat Islam, di antaranya melalui MTQ, STQ, pameran, dan lain-lain.
- Mushaf Standar perlu ditulis ulang kembali dengan huruf yang lebih indah dan menarik.
- Selain mushaf Al-Qur’an 30 juz, Al-Qur’an dan Terjemahnya perlu juga dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat untuk memudahkan dalam mengkaji, memahami dan mempelajari Al-Qur’an.
- Gerakan wakaf Al-Qur’an secara nasional perlu digagas, dengan tujuan menggalakkan masyarakat untuk memiliki, membaca, mempelajari dan memahami Al-Qur’an.[]