Problem Taqdim dan Ta’khir, Musytarak, serta Penggalan Kata dalam Terjemahan Al-Qur’an Kemenag Edisi 2019

Sebuah terjemahan, termasuk terjemahan Al-Qur’an, tidak sepenuhnya mewakili makna teks sumber, akan tetapi lebih merupakan pemahaman atau pilihan terhadap sebagian maknanya yang dituangkan ke dalam bahasa sasaran. Tidak heran jika muncul berbagai problem dalam alih bahasa ini, tak terkecuali pada terjemahan Al-Qur’an Kemenag edisi 2019. Di antara problem tersebut adalah;

Taqdim dan ta’khir,

مَآ اَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُوْنٍ

“dengan karunia Tuhanmu engkau (Nabi Muhammad) bukanlah orang gila”. (al-Qalam: 2)

Kalimat بنعمة ربك dalam teks sumber terletak setelah kalimat ما أنت. Akan tetapi dalam struktur terjemahannya kalimat tersebut dibalik. Bila kita merujuk pada buku-buku tafsir, pada ayat ini, inti pembicaraan justru ada pada “أنت”, kamu (Nabi Muhammad), karena surah Nūn diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk membelanya dari serangan orang-orang kafir. Fokus pembicaraan adalah Nabi itu sendiri, tetapi dalam terjemahan boleh jadi dipahami, inti pembicaraan terletak pada “بنعمة ربك” (berkat karunia Tuhanmu). Sedikit banyak, hal demikian mengarah kepada ketidak-sepadanan pemaknaan. Tetapi, ini bukan berarti hasil terjemahan tersebut dianggap keliru, karena ini juga terkait pengedepanan struktur pembentukan kalimat dalam bahasa sasaran.

Musytarak

Musytarak adalah suatu lafaz yang mempunyai dua makna atau lebih dengan kegunaan yang banyak yang dapat menunjukkan makna ini atau makan itu, contohnya,

وَاِنَّ لَكَ لَاَجْرًا غَيْرَ مَمْنُوْنٍۚ

“Sesungguhnya bagi engkaulah pahala yang tidak putus-putus” (al-Qalam: 3)

Kata ممنون memiliki dua makna, pertama: tidak putus-putus, kedua: tidak diungkit-ungkit. Menurut Ibn ‘Āsyur, kedua makna tersebut bisa diterapkan dalam ayat ini. Dengan diterjemahkan “yang tidak putus-putus”, maka pemaknaan yang kedua menjadi tertutup. Seperti telah disampaikan sebelumnya, terjemahan memang seringkali merupakan pilihan-pilihan terhadap berbagai kemungkinan makna.

Penggalan kata

اَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَّبَنِيْنَۗ

“karena dia kaya dan mempunyai banyak anak.” (al-Qalam: 14)

Pada terjemahan ayat ini, penulisan huruf ‘k’ pada kata ‘karena’ tidak ditulis dengan huruf kapital, meskipun berada di awal kalimat. Hal itu disebabkan, penerjemah memahami bahwa kedudukan ayat 14 ini sebagai illat (sebab) bagi penjelasan-penjelasan sebelumnya. Sebab itu, pada terjemahan ayat 13, di akhir kalimat diakhiri dengan tanda koma (,) bukan titik (.) meski di akhir ayat, karena ayat 14 dipahami sebagai bagian dari ayat-ayat sebelumnya.

Sementara itu, dalam Tafsir al-Jalalain, ayat 14 ini merupakan illat bagi pernyataan pada ayat sesudahnya. Jika mengikuti penjelasan terakhir ini, maka terjemahannya sebagai berikut (silahkan diperhatikan penulisan huruf kapital dan tanda baca di akhir terjemahan):

  1. Karena dia kaya dan mempunyai banyak anak,
  2. maka apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepadanya, dia berkata, “(Ini adalah) dongengan orang-orang terdahulu.”

Ayat mutasyabihat

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَّيُدْعَوْنَ اِلَى السُّجُوْدِ فَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَۙ

“(Ingatlah) pada hari ketika betis disingkapkan (yakni huru hara di hari Kiamat) dan mereka diseru untuk bersujud. Namun, mereka tidak mampu, (al-Qalam: 42)

Menurut sebagian ulama kalimat يوم يكشف عن ساق termasuk dalam kategori ayat mutasyabihat. Untuk menjelaskan maksud kalimat tersebut, selain menerjemahkan secara lafziyah kandungan makna teks, tim peneyempuraan terjemahan Kemenag juga memberi tambahan penjelasan makna secara takwil yaitu (yakni huru hara di hari Kiamat) yang diletakkan dalam tanda kurung.

Dalam Al-Qur’an ditemukan banyak sekali ayat-ayat mutasyabihat, khususnya ayat-ayat terkait asma dan sifat Allah. Dalam menerjemahkan ayat-ayat tersebut tim penyempurnaan terejemahan Kemenag menempuh dua manhaj yang lazim diterapkan oleh ulama Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah yaitu metode takwil dan tafwidh. Hasil pemaknaan dengan kedua metode tersebut bila tidak terlalu panjang, maka diletakkan di tengah terjemahan, di dalam kurung. Bila membutuhkan penjelasan pajang, pemaknaannya diletakkan dalam bentuk footnote.

Terjemahan Al-Qur’an hanyalah ijtihad manusia untuk memahami kandungan makna Al-Qur’an yang diperuntukkan bagi kalangan non-Arab. Hasil terjemahan, sebaik apapun, memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak memungkinkan menampung kedalaman kandungan makna ayat-ayat Al-Qur’an, disebabkan oleh keterbatasan penerjemah, keterbatasan bahasa sasaran juga kedalaman makna Al-Qur’an. Oleh sebab itu, terjemahan Al-Qur’an harus dilihat sebagai lubang kecil untuk melihat keluasan samudera makna Al-Qur’an, untuk mendapatkan itu diperlukan buku-buku tafsir. Meski sebagian orang berpendapat terjemahan adalah varian dari tafsir Al-Qur’an, namun, tafsir dalam bentuknya yang sangat sederhana. (BP)

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved