Seri Penamaan Surah Al-Qur'an: Āli ‘Imrān/3

Āli ‘Imrān (Keluarga ‘Imran) adalah nama yang ditetapkan untuk surah ke-3 dalam Mushaf Standar Indonesia. Demikian juga dengan Mushaf Mesir, Madinah, Pakistan, Libya, dan Marokko. Bahkan, boleh jadi nama ini pula yang digunakan dalam semua mushaf yang beredar di dunia pada saat ini.

Dasar Penetapan

Yang memberinya nama Āli ‘Imrān adalah Rasulullah saw. sendiri. Hal ini didasar­kan pada dua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Sahihnya. Yang pertama diriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili dan yang kedua dari Nawas bin Sam‘an al-Kilabi. Hadis pertama adalah sebagai berikut,

عن أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ، اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ، وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ، ... (رواه مسلم).

Dari Abu Umamah al-Bahili, dia mengatakan, “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Bacalah Al-Qur’an, kelak akan datang pada hari Kiamat sebagai penyefaat bagi pembacanya! Bacalah dua cahaya, al-Baqarah dan Āli ‘Imrān!....” (Riwayat Muslim).

Sedangkan hadis yang kedua adalah sebagai berikut,

عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الْكِلَابِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «يُؤْتَى بِالْقُرْآنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَهْلِهِ الَّذِينَ كَانُوا يَعْمَلُونَ بِهِ تَقْدُمُهُ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَآلِ عِمْرَانَ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ ظُلَّتَانِ سَوْدَاوَانِ بَيْنَهُمَا شَرْقٌ أَوْ كَأَنَّهُمَا حِزْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ صَاحِبِهِمَا  (رواه مسلم).

“Pada hari Kiamat kelak akan didatangkan Al-Qur’an dan ahlinya yang dulu selalu mengamalkannya, di mana surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān berada paling depan. Keduanya bagaikan dua gumpal mendung atau dua gumpal awan hitam yang di antara keduanya ada cercah cahaya; atau bagaikan dua kelompok burung yang sedang membentangkan sayapnya, untuk melindungi pemiliknya.” (Riwayat Muslim).

Selain Nabi saw., Usman bin Affan ra. dan Ibnu Abbas ra. juga pernah menyebut surah yang menempati urutan ketiga dalam mushaf ini dengan nama Āli ‘Imrān. Yang pertama bisa ditemukan kitab Sunan ad-Dārimiy, sedang yang kedua terdapat dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhāriy dan Muslim.

قَالَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، قَالَ: «مَنْ قَرَأَ آخِرَ آلِ عِمْرَانَ فِي لَيْلَةٍ، كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ (رواه الدارمي)

Usman bin Affan r.a. mengatakan, “Siapa membaca akhir surah Āli ‘Imrān pada suatu malam, akan dicacat baginya qiyām al-lail semalam suntuk.” (Riwayat ad-Dārimiy).

Adapun hadis sahih riwayat al-Bukhāriy dan Muslim yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas juga pernah menyebutkan hal itu adalah sebuah hadis yang mencerikan bahwa pada suatu ketika, dirinya pernah bermalam di rumah bibinya, Ummul Mukminin Maimunah ra. lalu mengatakan,

فَاضْطَجَعْتُ فِي عَرْضِ الْوِسَادَةِ، وَاضْطَجَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَهْلُهُ فِي طُولِهَا، فَنَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى انْتَصَفَ اللَّيْلُ، أَوْ قَبْلَهُ بِقَلِيلٍ، أَوْ بَعْدَهُ بِقَلِيلٍ، اسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَعَلَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ بِيَدِهِ، ثُمَّ قَرَأَ الْعَشْرَ الْآيَاتِ الْخَوَاتِمَ مِنْ سُورَةِ آلِ عِمْرَانَ... إلى آخر الحديث. (رواه البخاري ومسلم)

“Maka, saya berbaring pada lebar bantal, sedangkan Rasulullah saw. dan istrinya berbaring pada panjang bantal. Beliau pun tidur. Pada tengah malam atau tak lama sebelum atau setelah itu, beliau bangun lalu mengusap bekas-bekas tidur di wajahnya dengan tangan. Setelah itu, beliau membaca sepuluh ayat terakhir dari surah Āli ‘Imrān....” demikian hingga akhir hadis. (Riwayat al-Bukhāriy dan Muslim).

Sebab Penamaan

Surah ini dinamakan dengan Āli ‘Imrān karena memuat kisah keluarga ‘Imrān yang menurunkan Maryam dan putranya Nabi Isa a.s. Dalam surah ini, kata‘imrān tersebut dua kali dalam dua ayat secara berurutan yaitu ayat 33 dan 35 yang berbunyi sebagai berikut.

 اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىٓ اٰدَمَ وَنُوْحًا وَّاٰلَ اِبْرٰهِيْمَ وَاٰلَ عِمْرٰنَ عَلَى الْعٰلَمِيْنَۙ ٣٣ ذُرِّيَّةً ۢ بَعْضُهَا مِنْۢ بَعْضٍۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۚ ٣٤ اِذْ قَالَتِ امْرَاَتُ عِمْرٰنَ رَبِّ اِنِّيْ نَذَرْتُ لَكَ مَا فِيْ بَطْنِيْ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ ۚ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ ٣٥

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran atas seluruh alam (manusia pada zamannya masing-masing). (Mereka adalah) satu keturunan, sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Ingatlah) ketika istri Imran berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu apa yang ada di dalam kandunganku murni untuk-Mu (berkhidmat di Baitulmaqdis). Maka, terimalah (nazar itu) dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Surah Āli ‘Imrān/3: 33-35).

Bila diamati, kisah keluarga Imrān yang mencakup kisah Nabi Isa a.s. dan ibundanya beserta segala penggambaran kuasa Ilahi yang meliputi kisah itu merupakan tema yang paling unik dan paling menonjol dalam surah ini. Dalam surah ini sebenarnya ada juga kisah tentang Nabi Musa as dan Nabi Harun as., tetapi tidak seunik dan semenonjol kisah keluarga Imrān ini (Munirah, 1426 H.).

Nama Lain

Selain Āli ‘Imrān surah ini juga memiliki sejumlah nama lain, meskipun kurang terkenal. Secara garis besar, nama-nama itu dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, tauqīfiy yakni yang berasal dari Nabi atau sahabat beliau; kedua, nama-nama yang bersifat ijtihādiy yang didasarkan pada hasil ijtihad.

Selain Āli ‘Imrān nama yang bersifat tauqīfiy adalah az-Zahrā’. Nama ini adalah nama milik bersama antara surah ini dengan surah al-Baqarah. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Umamah al-Bahili seperti tersebut di atas disebutkan bahwa surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān disebut dengan Zahrāwaini. Zahrāwaini adalah bentuk muṡannā (dual) dari kata zahrā’ yang berarti ‘bersinar, bercahaya’ (Ibnu Manẓūr, tt.). Al-Qāsimiy mengatakan, “Yakni bercahaya dari segi kemukjizatan dan aturan hukumnya yang melimpah.” (al-Qāsimiy, 1418 H.)

Mengutip dari ulama lain, al-Qurṭubiy menyebutkan beberapa sebab penamaan surah ini dengan az-Zahrā’ yaitu:

  1. Keduanya bersinar, membimbing pembacanya dengan pancaran sinarnya yakni makna-maknanya.
  2. Akan memberikan cahaya sempurna kepada pembacanya di akhirat kelak.
  3. Keduanya menyebutkan ism Allāh al-A‘ẓam (nama Allah yang paling agung). (al-Qurṭūbiy, 1964).

Selanjutnya, al-Qāsimiy menambahkan satu sebab lagi, yaitu surah ini dinamai dengan az-Zahrā’ karena menyingkap apa yang tampak kabur bagi dua golongan Ahlul Kitab, Yahudi dan Nasrani, terkait jati diri Isa as. Demikian disebutkan oleh dalam tafsirnya, Maḥāsin at-Ta’wīl. (al-Qāsimiy, 1418 H.)

Adapun nama-nama lain yang bersifat ijtihadi, yang pertama adalah Ṭayyibah. Nama ini disebutkan oleh sejumlah mufasir seperti Ibnu ‘Aṭiyyah (Ibnu ‘Aṭiyyah, 1422 H.), Abū Ḥayyān al-Andalūsiy (Abū Ḥayyān al-Andalūsiy 1420 H.), al-Jamal (al-Jamal, tt.), al-Alūsiy (al-Alūsiy, 1415 H.), dan al-Qāsimiy (al-Qāsimiy, 1418 H.). Adapun sebab penamaannya, seperti disebutkan oleh al-Mahāimiy, adalah terhimpunnya semua golongan orang baik (ṭayyib) dalam ayat 17 dari surah ini. Yaitu, dalam firman-Nya, (Juga) orang-orang yang sabar, benar, taat, dan berinfak, serta memohon ampunan pada akhir malam.” (Al-Qāsimiy, 1418 H.).

Nama lainnya adalah al-Kanz yang berarti ‘harta terpendam; harta karun’, yakni harta karun orang miskin, sebagaimana disebutkan oleh al-Qurṭūbiy (al-Qurṭūbiy, 1964). Sementara, menurut al-Qāsimiy, surat ini dinamakan al-kanz karena menyimpan rahasia-rahsia Nabi Isa as. (Al-Qāsimiy, 1418 H.).

Nama ini, boleh jadi, terinspirasi dari pernyataan Abdullah bin Mas‘ūd ra. yang diriwayatkan oleh ad-Dārimiy, bahwa sebaik-baik harta karun orang miskin adalah surah Āli ‘Imrān. Ibnu Mas‘ūd berkata:

نِعْمَ كَنْزُ الصُّعْلُوكِ سُورَةُ آلِ عِمْرَانَ يَقُومُ بِهَا فِي آخِرِ اللَّيْلِ (رواه الدارمي)

“Harta karun terbaik oran miskin adalah Āli ‘Imrān yang dibacanya di akhir malam.” (Riwayat ad-Dārimiy).

Nama yang lain lagi adalah al-Amān karena siapa yang berpegang teguh pada apa yang ada didalamnya akan aman dari kesalahan tentang Nabi Isa as. Selain itu, juga dinamakan al-Mujādalah karena ada delapan puluh sekian dari ayatnya turun tentang perdebatan Rasulullah saw. dengan orang Nasrani Najran. Terakhir, juga dinamakan al-Istigfār karena di dalamnya ada ayat yang berbunyi:

وَالْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالْاَسْحَارِ 

serta orang-orang yang memohon ampunan pada akhir malam. (Surah Āli ‘Imrān/3: 17). (al-Qāsimiy, 1418 H.)

Demikian, nama-nama lain dari surah Āli ‘Imrān. Tentu saja, nama-nama ini tidak mampu menandingi nama yang ditetapkan dalam Mushaf Standar Indonesia. Nama-nama itu pada umumnya adalah penyimpulan dari kandungannya atau penyimpulan dari pernyataan sahabat Nabi. Adapun az-Zahrā’ jika pun itu dianggap nama, maka belum menunjuk pada surah ini secara spesifik. Nama itu sama-sama disandang oleh surah al-Baqarah dan surah ini. Wallahu A’lam. [Salim]

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved