Penetapan dalam Mushaf
Dalam Mushaf Standar Indonesia kata an-Naml yang berarti ‘semut’ ditetapkan sebagai nama surah ke-27. Demikian pula dalam mushaf-mushaf dari negara lain, seperti Mushaf Mesir, Madinah, Pakistan, Libya, dan Marokko. Mushaf-mushaf dari negeri tetangga seperti Malaysia dan Brunei juga menggunakan nama ini karena yang digunakan di sana adalah Mushaf Madinah.
Sebab dan Dasar Penamaan
Penamaan ini berasal Ibnu Abbas ra. dan Ibnu Zubair ra., bukan dari Nabi saw. Karena itu, nama ini termasuk dalam kategori Ijtihādiy (hasil ijtihad) bukan tauqīfiy. Dalam daftar bahasan buku al-Kasyfu wal-Bayān ‘an at-Tauqīfiy min Asma’ al-Qur’ān yang disusun oleh Dr. as-Sayyid Ismail Ali Sulaiman, guru besar Tafsir dan Ilmu Al-Qur’an Fakultas Usuludin Universitas al-Azhar, Kairo nama tersebut tidak masuk dalam kelompok tauqīfiy. Terlepas dari itu, penamaannya an-Naml yang berasal dari Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair dapat diketahui dari keterangan mereka saat menjelaskan bahwa surah ini turun di Makkah. Pernyataan Ibnu Abbas ra. Demikian dapat ditemukan dalam riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Ḍurais, an-Naḥḥās dan Ibnu Mardawaih sebagai berikut,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أُنْزِلَتْ سُوْرَةُ النَّمْلِ بِمِكَّةَ.
Dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya dia mengatakan, “Surah an-Naml diturunkan di Makkah.”
Sedangkan keterangan Ibnu Zubair dapat dibaca dalam riwayat Ibnu Mardawaih yang menuturkan:
عَنِ ابْنِ الزُّبَيْرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: نَزَلَتْ سُوْرَةُ النَّمْلِ بِمِكَّةَ.
Dari Ibnu Zubair r.a. bahwasanya dia mengatakan, “Surah an-Naml turun di Makkah.”
Sebab penamaannya dengan an-Naml adalah karena di dalamnya terdapat kisah seekor semut yang tidak pernah disebutkan dalam surah lain. Dalam kisah itu seekor semut menghimbau teman-temannya untuk kembali ke sarang agar tidak terinjak oleh Nabi Sulaiman as. dan pasukannya tanpa mereka sadari. Sebagai orang yang dikaruniai kemampuan memahami bahasa burung dan hewan, Nabi Sulaiman as. tersenyum menyaksikan kejadian itu lalu berdoa kepada Allah agar diberi kemampuan untuk bersyukur, mengerjakan kebajikan, dan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang saleh. Semua ini tertuang dalam firman Allah Swt. yang berbunyi:
﴿حَتّٰىٓ اِذَآ اَتَوْا عَلٰى وَادِ النَّمْلِۙ قَالَتْ نَمْلَةٌ يّٰٓاَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسٰكِنَكُمْۚ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمٰنُ وَجُنُوْدُهٗۙ وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ ١٨ فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ ١٩﴾ (النمل)
Hingga ketika sampai di lembah semut, ratu semut berkata, “Wahai para semut, masuklah ke dalam sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya. Dia (Sulaiman) tersenyum seraya tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku (ilham dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk tetap mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai. (Aku memohon pula) masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (Surah an-Naml/27: 18—19)
Di antara mufasir yang menyebutkan sebab penamaan ini adalah al-Mahaimi (wafat 853 H.) meskipun melihat kisah ini dari sudut pandang lain. Dia mengatakan bahwa surah ini dinamakan an-Naml karena terkandungnya pernyataan mengenai kebersihan para nabi dan pengikut-pengikutnya dari kemungkinan melakukan hal-hal buruk secara sengaja, maka mereka harus dipercaya (al-Mahaimiy, tt.).
Nama Lain
Munirah ad-Dusari menyebutkan adanya tiga nama lain yang disandangkan pada surah ini.
Sulaimān
Penamaan ini disebutkan oleh as-Sakhāwi di antara beberapa namanya yang lain (as-Sakhāwiy, 1997), disebutkan pula oleh as-Suyūṭiy dalam al-Itqān sebagai satu-satunya nama lain dari surah ini (as-Suyūṭiy, 1974), lalu disebutkan juga oleh al-Alūsiy dan dinisbatkannya pada ad-Durr al-Manṡūr (al-Alūsiy, 1415 H.). Dinamakan demikian karena kisah kerajaan Nabi Sulaiman as. tidak pernah disebutkan secara terperinci kecuali dalam surah ini.
Hudhud
Penamaan ini disebutkan oleh Abu Bakar bin al-‘Arabiy dalam kitab Aḥkām al-Qur’ān (al-‘Arabiy, 2003), belum ditemukan adanya orang lain yang pernah menyebutkan nama itu. Adapun sebab penamaannya adalah tidak ditemukannya kata hudhud dalam surah lain.
Ṭāsīn.
Penamaan ini disebutkan oleh as-Sakhāwiy dalam kitabnya Jamāl al-Qurrā’ (as-Sakhāwiy, 1997). Tentu saja nama ini diambil dari kata pembukanya yang tidak pernah digunakan untuk membuka surah lain. [Salim]