SERI PENAMAAN SURAH AL-QUR’AN: SURAH AD-DUHA/93

Sudah menjadi konsensus para mufasir bahwa surah ad-Duha turun sebelum hijrah Nabi ke Madinah. Hal ini dikemukakan, misalnya, oleh Ibnu ‘Atiyyah, Ibnu al-Jauzi, al-Qurtubi, dan Ibnu ‘Asyur. Surah yang terdiri atas sebelas ayat berdasarkan kesepakatan para ulama ini menempati urutan turun ke-11, yakni setelah surah al-Fajr dan sebelum surah asy-Syarh.

Riwayat al-Bukhari, Muslim, dan al-Hakim menunjukkan bahwa surah ini turun pada masa awal kenabian. Pada saat itu, Nabi sudah cukup lama tidak mendapatkan wahyu dari Jibril, dikenal dengan masa fatrah al-wahy. Hal ini membuat Nabi sangat bersedih. Di sisi lain, kaum kafir Mekah makin meragukan kebenaran klaim beliau sebagai rasul. Setelah sekitar empat puluh hari berlalu, turunlah surah ad-Duha kepada beliau.

Surah ini berisi bantahan terhadap sangkaan kaum kafir Mekah bahwa Allah telah meninggalkan Muhammad dan membencinya. Surah ini hendak menegaskan bahwa waktu pewahyuan dan kepada siapa wahyu diturunkan adalah hak prerogatif Allah. Tidak ada campur tangan pihak lain dalam persoalan ini. Selain itu, Allah juga memperinci nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada Nabi Muhammad supaya beliau berbesar hati. Surah ini kemudian diakhiri dengan perintah Allah yang mesti beliau laksanakan, yakni memberi perhatian kepada anak yatim dan orang miskin.

Ad-Duha, tanpa prefiks waw qasam, adalah kata yang lazim digunakan sebagai nama bagi surah yang menempati urutan ke-93 dalam susunan mushaf Al-Qur’an. Nama ini digunakan baik oleh Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia maupun sejumlah mushaf Al-Qur’an dari luar negeri, seperti Libya, Maroko, Tunisia, Mesir, dan Saudi Arabia. Sejumlah kitab tafsir dan hadis pun menggunakan nama yang sama untuk surah tersebut. Namun, beberapa kitab tafsir, seperti Tafsir al-Baidawi dan Tafsir al-Khazin, serta beberapa kitab hadis, seperti Sahih al-Bukhari dan al-Mustadrak, memilih nama wad-Duha, dengan prefiks waw qasam, sebagai nama bagi surah ini.

Nama ad-Duha bagi surah ini diambil dari kata pertamanya. Ad-Duha adalah ẓarf zaman yang bermakna ‘masa ketika matahari naik sepenggalahan’. Tafsirannya beragam. Ada yang memahaminya sebagai waktu duha, sebagaimana makna asalnya. Waktu duha secara spesifik disebut di sini karena kemunculan semburat cahaya pagi melambangkan turunnya wahyu yang membimbing manusia menuju hidayah setelah sekian lama berada dalam kegelapan jahiliah. Ada pula yang memahaminya sebagai waktu siang secara menyeluruh. Alasannya adalah bahwa penyandingan ad-Duha dengan al-lail pada awal surah ini memunculkan pengertian bahwa keduanya sedang diperbandingkan.

Kata duha dengan segala derivasinya disebut sebanyak tujuh kali dalam Al-Qur’an. Satu di antaranya dalam bentuk kata kerja (tadha [Taha/20: 119]), sedangkan enam sisanya dalam bentuk kata benda. Dari jumlah ini, setengahnya disebut dalam bentuk independen (tidak di-idafah-kan: duhan [al-A‘raf/7: 98, Taha/20: 59] dan ad-Duha [ad-Duha/93: 1]) dan setengahnya lagi dalam bentuk dependen (di-idafah-kan: duhaha [an-Nazi‘at/79: 29 dan 46, asy-Syams/91: 1]).

Ad-Duha diketahui sebagai satu-satunya nama bagi surah ke-93 ini. Nama ini disebut dalam beberapa hadis, di antaranya:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَأْتِي فَيَؤُمُّ قَوْمَهُ، فَصَلَّى لَيْلَةً مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ ثُمَّ أَتَى قَوْمَهُ فَأَمَّهُمْ، فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ، فَانْحَرَفَ رَجُلٌ فَسَلَّمَ، ثُمَّ صَلَّى وَحْدَهُ وَانْصَرَفَ، فَقَالُوا لَهُ: أَنَافَقْتَ يَا فُلَانُ؟ قَالَ: لَا وَاللهِ، وَلَآتِيَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَأُخْبِرَنَّهُ. فَأَتَى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا أَصْحَابُ نَوَاضِحَ نَعْمَلُ بِالنَّهَارِ، وَإِنَّ مُعَاذًا صَلَّى مَعَكَ الْعِشَاءَ، ثُمَّ أَتَى فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ، فَأَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مُعَاذٍ، فَقَالَ: يَا مُعَاذُ، أَفَتَّانٌ أَنْتَ؟ اقْرَأْ بِكَذَا وَاقْرَأْ بِكَذَا! قَالَ سُفْيَانُ: فَقُلْتُ لِعَمْرٍو: إِنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ حَدَّثَنَا عَنْ جَابِرٍ أَنَّهُ قَالَ: اقْرَأْ ‌وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، ‌وَالضُّحَى، وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى، وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى. فَقَالَ عَمْرٌو نَحْوَ هَذَا. (رواه مسلم)

Jabir berkata, Mu‘az terbiasa salat berjamaah bersama Nabi, lalu pulang ke kampungnya dan mengimami kaumnya. Pada suatu malam, ia salat Isya’ bersama Nabi, lalu pulang dan mengimami kaumnya. Pada rakaat pertama (setelah membaca al-Fatihah), ia membaca surah al-Baqarah. Seorang pria tiba-tiba berpaling dan mengucap salam. Kemudian, ia salat sendiri dan bergegas pergi (meninggalkan masjid). Orang-orang lalu mencecarnya, Apakah engkau kini telah menjadi munafik, wahai Fulan? Ia menjawab, Tidak, demi Allah! Aku akan menghadap Rasulullah saw. dan melaporkan kejadian ini kepada beliau. Pria itu lalu menghadap Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, kami adalah pemilik unta pekerja (yakni, kami bekerja membanting tulang pada siang hari sehingga terlalu berat bagi kami untuk salat terlampau lama pada malam hari). Mu‘az sudah salat Isya’ bersamamu. Lalu, ia datang dan (mengimami kami) dengan membaca surah al-Baqarah. Bergegas Rasulullah menemui Mu‘az, Wahai Mu‘az, apakah engkau sengaja ingin menebar fitnah? Bacalah surah ini dan itu! Sufyan (perawi hadis ini) berkata kepada ‘Amr, ‘Abu az-Zubair meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah bersabda, ‘Bacalah wasy-Syamsi wa Duhaha, ad-Duha, al-Laili iza Yagsya, dan Sabbihisma Rabbikal-A‘la.’ ‘Amr pun mengonfirmasi riwayat dari Abu az-Zubair tersebut. (Riwayat Muslim)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَامَ مُعَاذٌ فَصَلَّى الْعِشَاء الْآخِرَةَ فَطَوَّلَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‌أَفَتَّانٌ يَا مُعَاذُ؟ ‌أَفَتَّانٌ يَا مُعَاذُ؟ أَيْنَ كُنْتَ عَنْ سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَالضُّحَى، وَإِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ؟ (رواه النسائي)

Jabir berkata, Pada suatu malam, Mu‘az salat Isya’ (mengimami kaumnya) lama sekali. Lalu, Rasulullah menegurnya, Wahai Mu‘az, apakah engkau sengaja ingin menebar fitnah? Apakah engkau sengaja ingin menebar fitnah? Mengapa tidak kaubaca saja Sabbihisma Rabbikal-A‘la, ad-Duha, dan Izas­-Sama’unfatarat? (Riwayat an-Nasa’i)

Tidak hanya oleh Nabi, nama ad-Duha juga lazim digunakan di kalangan sahabat dan tabiin. Hal ini dapat diketahui, misalnya, dari riwayat-riwayat berikut.

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُصَلِّيَ رَكْعَتَيِ الضُّحَى ‌ِبسُوْرَتَيْهِمَا: بِوَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَالضُّحَى. (رواه البيهقي)

‘Uqbah bin ‘Amir berkata, Rasulullah meminta kami untuk salat duha dua rakaat seraya membaca dua surah yang berkaitan dengannya, yaitu wasy-Syamsi wa-Duhaha dan ad-Duha.’” (Riwayat al-Baihaqi)

عَنْ عِكْرِمَةَ وَالْحَسَنِ قَالَا: أَنْزَلَ اللهُ مِنَ الْقُرْآنِ بِمَكَّةَ اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ ... وَالضُّحَى ... (رواه البيهقي)

‘Ikrimah dan al-Hasan (al-Basri) berkata, Allah menurunkan di Mekah sejumlah surah Al-Qur’an, yaitu Iqra’ Bismi Rabbikal-Lazi Khalaq, ... lalu ad-Duha ... (Riwayat al-Baihaqi)

Dua riwayat pertama di atas menginformasikan penyebutan Rasulullah terhadap surah ini dengan nama ad-Duha. Hal ini menandakan bahwa nama tersebut bersifat tauqifi. Adapun dua riwayat berikutnya menunjukkan bahwa nama yang sama juga dikenal dengan baik di kalangan sahabat dan tabiin. [Muhammad Fatichuddin]

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved