Penamaan dalam Mushaf
Surah an-Naḥl merupakan surah yang ke-16 dalam susunan mushaf Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 128 ayat dan diturunkan di Makkah. Nama an-Naḥl digunakan pada Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia (MSI) dan mushaf sejumlah negara Muslim lainnya, seperti Maroko, Libya, Mesir, Arab Saudi, dan Pakistan. Selain digunakan pada berbagai mushaf dunia, nama an-Naḥl juga masyhur digunakan dalam kitab-kitab tafsir dan hadis. (ad-Dusari, 1426 H)
Nama Surah dan Dalil Penetapan
Surah ini dinamakan an-Naḥl karena di dalamnya terdapat firman Allah ayat 68, وَاَوْحٰى رَبُّكَ اِلَى النَّحْلِ (Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah). Naḥl adalah nama sati suatu jenis binatang tertentu, yakni lebah, dengan sifat dan cirinya yang khas, dan memberikan banyak manfaat dan kenikmatan pada manusia. Di samping itu, naḥl juga merupakan bentuk masdar yang memiliki empat macam bentuk wazan dan masing-masing mempunyai makna sendiri (Shihab, 2007). Di dalam Al- Qur’an, kata naḥl dan kata lain yang seakar disebut dua kali. Yang pertama dalam bentuk isim ma’rifah dengan bentuk an-naḥl (Surah an-Naḥl: 68) dengan makna lebah, dan yang kedua dalam bentuk lain, yaitu niḥlah (surah an-Nisā: 4) (Fu’ād ‘Abd al-Bāqiy, 1364) yang bermakna ‘pemberian’.
Penamaan an-Nahl ini didasari atas beberapa hadis Nabi, diantaranya yang bersumber dari Imam Bukhari.
ان عمر بن الخطاب رضي الله عنه قرأ يوم الجمعة على المنبر بسورة النحل ، حتى إذا جاء السجدة نزل فسجد ، وسجد الناس ، حتى إذا كانت الجمعة القابلة ، قرأ بها ، حتى إذا جاء السجدة ،
قال : يا أيها الناس ، إنا نمر بالسجود ، فمن سجد فقد أصاب ، ومن لم يسجد فلا إثم عليه . ولم يسجد عمر رضي الله عنه (رواه البخاري)
Bahwasanya Umar bin Khattab ra pada hari Jum’at membaca surah an-Nahl di atas mimbar, tatkala sampai pada ayat sajadah, dia turun dan sujud sajadah, para jamaah pun ikut sujud. Di Jum’at berikutnya, Umar kembali membaca surah ini, ketika sampai pada ayat sajadah,
dia berkata, “Wahai sekalian manusia kita telah melewati ayat yang harusnya kita melakukan sujud sajadah. Barang siapa yang sujud maka dia akan mendapatkan pahala, dan barang siapa yang tidak sujud, maka tidak ada dosa atasnya.” Dan Umar tidak sujud pada waktu membaca ayat tersebut. (Riwayat al-Buhkari) (al-Buhkari, 2002)
Hadis di atas menjelaskan tentang sujud sajadah atau tilawah yang dilakukan Umar pada saat membaca ayat Sajadah pada surah an-Naḥl. Ayat sajadah pada surah ini terdapat di ayat 50. Penyebutan an-Naḥl pada hadis di atas disebutkan sahabat sehingga menjadi dasar penamaan surah tersebut. Riwayat penamaan an-Nahl juga bisa dilihat pada hadis Nabi lainnya, yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab,
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قالَ: دَخَلْتُ المَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ، فَقَرَأْتُ سُورَةَ ”النَّحْلِ“، ثُمَّ جاءَ رَجُلانِ فَقَرَأ خِلافَ قِراءَتِنا، فَأخَذْتُ بِأيْدِيهِما فَأتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَلَتْ: يا رَسُولَ اللَّهِ، اِسْتَقْرِئْ هَذَيْنِ. فَقَرَأ أحَدُهُما فَقالَ: ”أصَبْتَ“ . ثُمَّ اِسْتَقْرَأ الآخَرَ فَقالَ: ”أصَبْتَ“ . فَدَخَلَ قَلْبِي أشَدُّ مِمّا كانَ في الجاهِلِيَّةِ مِنَ الشَّكِّ والتَّكْذِيبِ، فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَدْرِي فَقالَ: ”أعاذَكَ اللَّهُ مِنَ الشَّكِّ وأخْسَأ عَنْكَ الشَّيْطانَ“، فَفِضْتُ عَرَقًا. قالَ: ”أتانِي جِبْرِيلُ فَقالَ: اِقْرَأِ القُرْآنَ عَلى حَرْفٍ واحِدٍ، فَقُلْتُ: إنَّ أُمَّتِي لا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ. حَتّى قالَ سَبْعَ مَرّاتٍ، فَقالَ لِيَ: اِقْرَأْ عَلى سَبْعَةِ أحْرُفٍ
Dari Ubay bin Ka’ab dia berkata, aku masuk masjid dan shalat, kemudian membaca surah an- Nahl, kemudian datang dua orang laki-laki membaca bacaan yang berbeda dengan bacaan kami. Kemudian aku mengambil kedua tangannya dan membawa kepada Rasulullah Saw, kemudian aku berkata pada Rasulullah, “Ya Rasulallah, dengarkanlah bacaan kedua orang ini, kemudian salah seorang dari mereka membaca, kemudian Nabi berkata, ‘kamu benar’. Kemudian yang lain membaca, dan Nabi berkata, ‘kamu benar’, kemudian masuk dalam hatiku keraguan dan pengangkalan, kemudian Rasulullah Saw menepuk dadaku dan berkata, ‘Semoga Allah melindungimu dari keraguan dan menjauhkan engkau dari setan, maka aku pun berkeringat. Nabi berkata, “Jibril datang kepadaku dan berkata, ‘Bacalah Al-Qur’an dengan satu huruf’, kemudian aku berkata, ‘Sesungguhnya umatku tidak bisa (membaca dengan satu huruf), sehingga berkata tujuh kali, maka Jibril berkata kepadaku, ‘Bacalah Al- Qur’an dengan tujuh huruf.
Hadis di atas memberikan penjelasan, bahwa Ubay bin Ka’ab menyebut nama surah tersebut (an-Naḥl) di hadapan Rasulullah, dan Nabi mendiamkan penamaan yang disebutnya. Pendiaman Nabi atas nama surah yang disebutkan Ubay bin Ka’ab menjadi dasar bahwa nama tersebut termasuk tauqifi, sehingga Sayyid Ismail Ali Sulaiman mengelompokan nama surah an-Nahl termasuk tauqifi. (Ali Sulaiman, 1997)
Penjelasan lain dari sahabat juga memperkuat penamaan ini, diantaranya apa yang dikemukakan Ibnu ‘Abbas,
وَأَخْرَجَ النَّحَّاسُ مِنْ طَرِيقِ مُجَاهِدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سُورَةُ النَّحْلِ نَزَلَتْ بِمَكَّةَ سِوَى ثَلَاثِ آيَاتٍ مِنْ آخِرِهَا فَإِنَّهُنَّ نَزَلْنَ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فِي مُنْصَرَفِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنِ أحد
Dari an-Nuhas, melalui jalur Mujahid, bersumber dari Ibnu ‘Abbas: Surah an-Nahl diturunkan di Makkah keculai tiga ayat terakhir diturunkan antara Makkah dan Madinah Ketika Rasululllah kembali dari Perang Uhud.
Riwayat di atas semakin memperkuat bahwa penamaan an-Nahl bersumber dari para sahabat, dan nama tersebut merupakan nama yang masyhur di kalangan mereka.
Nama Lain
Nama lain surah an-Nahl adalah an-Ni’am. Nama ini bersumber dari Qotadah sebagaimana dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim (as-Suyuti, 2008). Ali bin Zaid menerangkan, bahwa nama lain surah an-Nahl adalah ‘an-Ni’am. Dinamakan demikian karena banyaknya disebut nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-hambanya. Namun nama ini merupakan ijtihad, dan bukan tauqifi. Selain menjelaskan tentang nikmat Allah, surah ini juga menjelaskan tentang keimanan, hukum makanan yang diharamkan dan dihalalkan. Di dalamnya juga terdapat kisah Nabi Ibrahim, asal kejadian manusia, dan lainnya. [Must]