Syekh Abdur Rauf as-Singkili adalah ulama Aceh yang tidak hanya dikenal masyarakat Aceh atau Nusantara pada umunya, tapi juga di dunia internasional. Nama lengkapnya adalah Aminudin Abdur Rauf bin Ali al-Jawi Tsumal Fansuri as-Singkili. Ia dilahirkan di Singkil Aceh pada tahun 1024 H atau 1615 M. Syekh Abdur Rauf as-Singkil dikenal juga dengan gelar Teungku Syekh Kuala. Menurut sebagian keterangan, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia yang datang menetap di Singkil Aceh pada akhir abad ke-13.
Pendidikan agamanya didapat pertama dari ayahnya sendiri di Dayah (Madrasah), kemudian melanjutkan pendidikan di Barus yang dipimpin oleh Syekh Hamzah Fansuri. Diantara ilmu yang dipelajari adalah ilmu agama, sejarah, mantik, filsafat, sastra hingga bahasa Parsi. Perjalanan kelimuannya selanjutnya dilanjutkan di wilayah Timur Tengah seperti Mesir dan Mekah. Di kawasan ini Syekh Abdur Rauf belajar pada Muhammad Al-Babili, Mesir, Muhammad al-Barzanji, Antolia. Di Mekkah sendiri, Syekh Abdur Rauf bermukim selama kurang lebih 19 tahun utuk mendalami ilmu agama.
Diantara guru-gurunya adalah, Muhammad Al-Babili, Muhammad al-Barzanji, Hamzah Fansuri, Syekh Ibrahim bin Abdullah Jam’an, Syekh Ahmad Qusyasi, Syekh Ibrahim al-Kurani. Dari pengembaraan ilmu yang dilakukan, Syekh Abdur Rauf as-Singkil kemudian menjadi ulama yang memahami banyak displin keilmuan seperti tasawuf, fikih, hadis, hingga tafsir.
Nama Syekh Abdur Rauf as-Singkili juga sangat lekat dengan tarekat Syatariyah. Terkait dengan tarekat ini, Syekh Abdur Rauf adalah orang pertama yang memperkenalkannya di Indonesia, mulai dari Aceh sendiri, Sumatera pada umumya hingga ke wilayah Cirebon, Jawa Barat. Beberapa pengkaji bahkan menyebutkan, bahwa seluruh silsilah Tarekat Syatariyah di Nusantara akan berujung kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili.
Dalam bidang keilmuan, Syekh Abdur Rauf juga dikenal sebagai ulama yang produktif menuliskan sejumlah karya dalam berbagai bidang kelimuan. Diantara karyanya adalah Mir’at at-Thulab, karya di bidang hukum Islam yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatudin; Tarjumanul Mustafid, karya tafsir pertama yang ditulis di Nusantara secara lengkap menggunakan bahasa Melayu; Terjemah Hadis Arba’in karya Imam Nawawi (juga ditulis atas permintaan Sultanah Zakiyyatudin); Mawa’iz al-Badi, berisi nasehat tentang akhlak; Tanbih al-Masyi, yang memuat ajaran tasawuf; Kifayatul Muhtajin, berisi penjelasan tentang konsep wahdatul-wujud.
Diantara karyanya yang banyak menyita perhatian dan penelitian adalah tafsirnya, Tarjmanul Mustafid. Karya ini mendapat banyak perhatian karena tercatat sebagai karya tafsir pertama di Nusantara yang ditulis secara lengkap menggunakan bahasa Melayu. Popularitas tafsir ini tidak hanya di Nusantara, namun junga menjangkau Negara-negara lain. Edisi cetak tafsir ini misalnya dibuat di Singapura, Penang, Bombay, Istambul Turki, Kairo, dan Makkah. Di Istambul karya ini diterbitkan oleh Matba’ah Al-Usmaniyah tahun 1884 , di Kairo dicetak oleh Sulaiman al-Maragi, dan di Mekkah diterbitkan oleh penerbit Al-Amiriyah, dan di Jakarta sendiri baru dicetak tahun 1981.
Sacara garis besar, Tarjmanul Mustafid disusun menggunakan metode tahlili yakni dengan menjelaskan kandungan ayat secara berurutan sesuai dengan ayatnya. Rujukan yang dipakai pada Tarjumaul Mustafid adalah Tafsir Baidhawi, Tafsir Jalalain, dan Tafsir al-Khazin. Pada setiap permulaan surah, Syekh Abdur Rauf menjelaskan terlebih dahulu nama surah, jumlah ayat, tempat turun, asbabun nuzulnya, hingga penjelasan tentang bacaan imam Qiraat, baru kemudian kandungannya. Dalam menyusun tafsir ini Syekh Abdur Rauf tidak terpaku pada satu corak tertentu seperti fikih atau taswuf, tapi berupaya menggunkan corak yang umum yang disesuikan dengan kandungan ayatnya. Uraian dalam tafsir ini dibuat menggunakan pejelasan yang singkat dan padat, dan dibuat secara beruturatan sehingga memberikan kemudahan tersendiri bagi para pemabacanya.
Syekh Abdur Rauf as-Singkili meninggal dunia tahun 1693 pada usia 73 tahun. Ia dimakamkan di Kuala Aceh, Desa Raya, Kecamatan Kuala di sebelah masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh. Untuk mengenang jasa besarnya, sebuah universitas di Banda Aceh dibangun menggunakan nama kebesarannya. _Seri Tafsir Nusantara (Must)