Syekh Muhammad bin Sulaiman dan Tafsīr Jāmi’ al-Bayān min Khulāsah as-Suwar Al-Qurʾān

Ulama-ulama Nusantara telah melahirkan karya-karya tafsir Al-Quran sebagai jawaban dari dialog teks dan realitas lingkungannya pada masa tertentu. Di antara karya muslim di Nusantara tersebut adalah tafsir Jā mi‘ al-Bayān min Khulāṣati Suwar Al-Qur’ān karya Syekh Muhammad bin Sulaiman bin Zakarya.

Syekh Muhammad bin Sulaiman adalah menantu K.H. Ahmad Shafawi Mangkuyudan Solo. Ia lahir di Solo pada hari Ahad Wage tanggal 14 Syawal 1329 H/8 Oktober 1911 M. Sebelum menikah, ia lebih dikenal dengan nama panggilan Muhammad Tholhah. Sejak kecil, Muhammad Tholhah sudah mengaji Al-Qur’an di bawah bimbingan ayahnya. Ketika berusia 8 tahun, Tholhah masuk ke Madrasah Islamiyyah di Solo selama 5 tahun. Di antara guru-gurunya semasa adalah Sayyid Ahmad bin Abdullah Assegaf, Syekh Abdul Aziz Al-Syimi Al-Mishry, Syekh Ali Thayyib Al-Madani, Sayyid Abdullah Alatas, serta beberapa guru dari Solo yang lain. Ketika berusia 16 tahun, Tholhah berangkat menunaikan ibadah haji bersama ayahnya pada tahun 1345 H. Setelah bermukim di Mekah selama 2 tahun, ia berhasil menghafal Al-Qur’an dengan ayahnya sampai akhir surah an-Nisa’. Setahun setelah pulang dari Mekah, ia diperintahkan ayahnya untuk pergi ke Termas, menimba ilmu kepada Syekh Dimyathi bin Abdullah (saudara Syekh Mahfudz bin Abdullah Termas). Kitab-kitab yang dikaji selama di Termas di antaranya Syarḥ Abī Syujā‘ li Ibni Qāsim, Manhāj al-Qawīm. Kitab Tafsir Jāmi‘ al-Bayān karya Syekh Muhammad bin Sulaiman dapat dikatakan sebagai tafsir yang unik dan menarik, karena ditulis oleh orang Indonesia asli (yang tidak bermukim di Mekah) tetapi tulisannya menggunakan bahasa Arab dengan menggunakan metode dan nama yang melekat pada tafsir at-Tabari karya Imam Abu Jakfar Muhammad bin Jarir at-Tabari (838-923 M). Sesuai dengan judul kitab yang ditulis olehnya, metode dan isi kitab tafsir Syekh Muhammad bin Sulaiman merupakan ringkasan dari at-Tabari yang tebal 26 jilid tersebut.

Rihlah intelektual Syekh Muhammad bin Sulaiman sangat menarik, karena mencirikan gaya hidup santri-santri tempo dulu. Ia berguru dari satu kiai kepada kiai yang lain, dari pesantren ke pesantren yang lain. Semasa mesantren di Termas, Syekh Muhammad bin Sulaiman melakukan perjalanan ke Pesantren Krapyak Yogyakarta untuk berguru kepada Syekh Munawwir bin Abdillah Rasyad. Ia berhasil menyelesaikan dua kali khataman Al-Quran bil-ghaib dan mendapatkan ijazah sanad dari gurunya tersebut.

Pada tahun 1351 H, ia pergi ke Jombang untuk mengikuti kajian kitab hadis Shahihain dari Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari. Pada tahun 1352 H, ia menunaikan ibadah haji yang kedua kali. Dalam perjalanannya, ia pergi ke kampung al-Mudda’a dan bertemu dengan Syekh Muhammad Ali bin Husain al-Maliki, seorang mufti al-Malikiyah dan mendapatkan riwayat hadis al-Musalsal bil-Awwaliyah. Selanjutnya, Syekh Muhammad menuju ke Madinah dan bertemu dengan Mufti al-Madinah, seorang ahli hadis, Syekh Ibrahim bin Abdul Qadir Barri al-Madani. Beliau berguru kepadanya kitab Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan al-Muwattha’ Imam Malik, sehingga mendapatkan ijazah sanad pula darinya.

Pada tahun 1353 H, Syekh Muhammad bertemu dengan seorang ahli tarekat di Solo, Sayyid Muhsin bin Abdullah Assegaf. Ia mengaji Al-Quran 1 kali khataman bil ghaib dan belajar berbagai hadis musalsal, seperti hadis musalsal bil-awwaliyah, hadis musalsal bil-mushafahah, hadis musalsal bil-musyabakah, hadis musalsal bit-taqlim, dan lain-lain.

Syekh Muhammad bin Sulaiman memiliki empat jalur sanad Al-Qur’an: pertama, Syekh Dimyathi bin Abdullah Termas; kedua, Syekh Muhammad Abdul Bari bin Muhammad Amin al-Madani; ketiga, Syekh Muhammad Munawwir bin Abdullah Rasyad; empat, Syekh Muhsin bin Abdullah Assegaf. Kehidupan Syekh Muhammad tidak lepas dari keberkahan Al-Qur’an. Ia menjalankannya sebagai wirid, laku tetap, rutin, sejak kecil hingga akhir hayat. Pada hari Sabtu Pon tanggal 7 September 1991 M/28 Shafar 1412 H, Syekh Sulaiman wafat dan dimakamkan di Makam “Pulo”, Laweyan Solo pada 8 September 1991 M.

Syekh Muhammad bin Sulaiman adalah ulama yang memiliki intensitas yang tinggi dalam aktivitas-aktivitas pengajian ataupun menulis. Di antara karya-karyanya adalah al-Burhan ‘ala Wahyil Qur’an. Kitab ini menyanggah keraguan terhadap Al-Qur’an sebagai wahyu yang ditulis dalam bahasa Arab, dan dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Muhammad Habib M. (putranya); Manasik Haji. Buku yang berisi tentang tuntunan praktis ibadah haji dan umrah; Mengenang KH. Sulaiman. Buku yang berisi tentang biografi singkat ayahnya (KH. Sulaiman); Asma’ul Husna dan Syarahnya; Jāmi’ al-Bayān min Khulāsah Suwar al-Qur’ān. Kitab ini berisi tentang tafsir Al-Qur’an secara ringkas dari surah al-Fatihah hingga an-Nas; Keutamaan Al-Qur’an. Buku tentang kumpulan hadis-hadis yang menjelaskan keutamaan Al-Qur’an; Manaqib Imam Syafi’i. Buku tentang perjalanan hidup Imam Syafi’i serta berbagai keutamaan-keutamaannya.Seri Tafsir Nusantara (Sakdul & Must)

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved