Tadarus Al-Qur’an: Sebuah Catatan Pribadi

Al-Qur’an adalah pusaka yang diwariskan Rasulullah saw. kepada seluruh umatnya untuk dijadikan pedoman agar tidak tersesat dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Al-Qur’an adalah harta yang paling berharga bagi seorang Muslim, karena ia adalah hidangan langsung dari Allah swt. yang dapat memenuhi segala kebutuhan dan dahaga jiwa.

Dalam sebuah Hadis yang bersumber dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan dari Allah, maka pelajarilah (dalam riwayat lain: maka ambillah, maka terimalah) hidangan Allah ini semampumu. Ia adalah tali Allah, cahaya penerang, obat yang bermanfaat, pelindung bagi orang yang berpegang teguh kepadanya, keselamatan bagi yang mengikutinya. Ia tidak bengkok sehingga perlu diluruskan. Ia tidak juga menyimpang sehingga perlu dibenarkan. Keajaibannya tidak pernah pudar. Tidak pernah usang meskipun selalu diulang-ulang. Maka bacalah ia, karena sesungguhnya Allah akan memberikan pahala kepadamu dengan membacanya, setiap huruf akan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan alif lam mim adalah satu huruf, tetapi alif, lam dan mim. (Sunan ad-Darimi, Mustadrak al-Hakim)

Melalui hadis di atas, Rasulullah saw. mengajak kepada umatnya, kita semua, untuk senantiasa membaca, mempelajari, mencintai, mengamalkan dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama dalam kehidupan di dunia ini. Seruan Rasulullah saw. tersebut telah disambut dengan begitu antusias oleh para sahabat, tabiin, dan salafus salih. Mereka terpesona oleh Al-Qur’an, dan jiwa mereka dibuat mabuk olehnya. Mereka senantiasa istiqamah dalam membaca Al-Qur’an. Jika sehari tidak membaca Al-Qur’an, mereka merasakan penyesalan yang sangat dalam, seakan-akan mereka telah kehilangan sesuatu yang tidak ternilai harganya.

Suatu saat, salah seorang sahabat menangis tersedu-sedu. Sahabat lainnya bertanya untuk menghibur, “Apa yang membuatmu menagis? Apa engkau sakit?” Ia menjawab, “Lebih dari itu.” Mereka bertanya kembali, “Apakah engkau kehilangan harta?” Ia menjawab, “Lebih dari itu.” Mereka bertanya kembali, “Apakah ada keluargamu yang meninggal?” Ia menjawab, “Lebih dari itu.” Mereka bertanya kembali, “Apa itu?” Ia menjawab, “Kemarin aku tertidur dan tidak sempat membaca wiridku (Al-Qur’an), pasti itu karena dosa yang aku lakukan.

Masya Allah! Sahabat tersebut merasa sangat menyesal karena terlewat tidak membaca Al-Qur’an selama sehari. Begitu juga Abdullah bin ‘Umar yang dengan kejernihan hatinya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang berapa lama ia boleh mengkhatamkan membaca Al-Qur’an. “Wahai Rasulullah! Berapa lama aku mengkhatamkan Al-Qur’an?” Rasulullah saw menjawab, “Khatamkan dalam sebulan.” Aku berkata, “Ya Rasulallah, aku masih mampu.” Beliau menjawab, “Khatamkan dalam 25 hari.” Aku berkata, “Aku masih mampu.” Beliau menjawab, “Khatamkan dalam 15 hari.” Aku berkata, “Aku masih mampu.” Beliau menjawab, “Khatamkan dalam 10 hari.” Aku berkata, “Aku masih mampu.” Beliau menjawab, “Khatamkan dalam 5 hari.” Aku berkata, “Aku masih mampu.” Akhirnya beliau menjawab, “Tidak.”

Subhanallah! Memang demikianlah seharusnya jiwa seorang Muslim, hatinya selalu rindu dan terpaut dengan Al-Qur’an. Ya Allah, jadikan hati dan jiwa kami selalu rindu dan terpaut dengan Al-Qur’an seperti hati Abdullah ibn ‘Umar.

Memang tekad demikian tidaklah muncul tiba-tiba. Ada banyak langkah pendahuluan. Karena itu, mulai hari ini, mari kita bertekad untuk berusaha secara kontinu membaca Al-Qur’an. Tidak perlu mulai dari tiga hari, tetapi mulailah dari yang Anda mampu, mulailah dari satu ruku’, kemudian meningkat satu hizb, satu juz, dan seterusnya. Tetapi dengan catatan harus dilakukan secara kontinu. Ingat! Agama ini begitu dalam, maka masukilah ia dengan perlahan.

Dalam membaca Al-Qur’an, para salafus salih memiliki tradisi yang beragam. Di antara mereka ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari, tiga hari, lima hari, enam hari, tujuh hari, dan seterusnya. Salah satu yang cukup masyhur adalah mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari dengan membagi Al-Qur’an menjadi tujuh manzil (batas berhenti dan memulai bacaan) yang dirumuskan dalam ungkapan Famī bi-syauqin, “mulutku dalam kerinduan (membaca Al-Qur’an)”.

Menurut riwayat Ali bin Abi Talib karramallahu wajhah, membaca Al-Qur’an dengan cara Famī bi-syauqin dimulai pada hari Jum’at dan mengkhatamkannya pada hari Kamis atau malam Jum’at. Hari Jum’at membaca manzil pertama yang dimulai dari Surah Al-Fatihah sampai akhir Surah An-Nisa’ (empat surah). Hari Sabtu manzil kedua, dari Surah Al-Ma’idah sampai akhir Surah At-Taubah (lima surah). Hari Ahad manzil ketiga, mulai Surah Yunus sampai akhir Surah An-Nahl (tujuh surah). Hari Senin manzil keempat, mulai Surah Al-Isra’/Bani Isra’il sampai akhir Surah Al-Furqan (Sembilan surah). Hari Selasa manzil kelima, mulai Surah Asy-Syu’ara’ sampai akhir Surah Yasin (sebelas Surah). Hari Rabu manzil keenam, mulai Surah As-Saffat sampai akhir Surah Al-Hujurat (tiga belas surah). Dan terakhir hari Kamis membaca manzil ketujuh, mulai Surah Qaf sampai Surah An-Nas.

Betapa menakjubkan tradisi mereka dalam membaca Al-Qur’an. Subhanallah. Alangkah indahnya jika tradisi mereka itu dilanjutkan oleh generasi Islam saat ini. Semakin banyak umat Islam membaca dan berinteraksi dengan Al-Quran melalui cara dan dengan semangat yang demikian, maka usaha untuk menghafalnya akan lebih kokoh dan usaha untuk mengamalkan isi kandungannya akan lebih mudah.

Ya Allah! Aku ingin bergabung dengan para sahabat dalam berinteraksi dengan Kitab Sucimu ini. Dan mulai hari Jum’at, 23 Juli 2010 M./11 Sya’ban 1431 H., aku bertekad menggabungkan diri untuk mengikuti dan menempuh jalan para kekasih-Mu yang mulia, mengkhatamkan Al-Qur’an dalam 7 hari. Ya Allah! Berikan kepadaku kemampuan beristiqamah untuk menjalankan tradisi para salafus salih yang mulia ini, dan jadikanlah mulut ini senantiasa dalam kerinduan untuk melafalkan bacaan Al-Qur’an yang mulia ini. Amin.

Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.(QS. Al-Hadid/57: 16)

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved