Tingkat Pemahaman Arsiparis Tentang Prosedur Penyusutan Arsip Berdasarkan Masa Kerja Arsiparis di Lingkungan Kementerian Agama (Bagian III)

METODE

Metode penelitian merupakan cara untuk mendapatkan data yang diperlukan dan digunakan untuk tujuan tertentu (Sugiyono, 2016). Pedekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yakni penelitian yang memanfaatkan data kualitatif yang kemudian dijabarkan secara deskriptif. Menurut Sukmadinata (dalam Suwandayani, 2018) penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, dan keterkaitan antar kegiatan.

Populasi penelitian ini adalah Arsiparis yang merupakan pegawai Kementerian Agama. Sampel diambil sebanyak 29 responden yang sedang mengikuti diklat kearsipan. Sampel tersebut adalah PNS yang mempunyai jabatan Arsiparis pada beberapa Perguruan Tinggi Islam (UIN dan IAIN), Kantor Wilayah, Kantor Kementerian Agama, Pusdiklat Tenaga Administrasi, dan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ). Sedikitnya responden tentu belum bisa mewakili Kementerian Agama secara keseluruhan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa sampel yang diambil merupakan peserta diklat kearsipan, yang jumlahnya masih sangat terbatas jika dibandingkan banyaknya Arsiparis pada Kementerian Agama. Demikian juga dengan cakupan sebaran keluasan lokasi responden yang diambil masih sangat sempit jika dibandingkan dengan wilayah kerja Kementerian Agama, yang mencakup seluruh Indonesia. Teknik dan instrumen pengumpulan data adalah dengan menyebar kuisioner google form dan wawancara langsung kepada responden, pada saat diklat dilaksanakan. Kuisioner terdiri atas 10 pertanyaan multiple choice tentang hal mendasar dalam penyusutan arsip. Diantaranya yaitu mencakup pengertian, dasar hukum pelaksanaan penyusutan arsip, prosedur atau tahap-tahap dalam proses memindahkan, memusnahkan, dan menyerahan arsip statis. Pengerjaan kuisioner dibatasi hanya dalam waktu 30 menit. Sehingga jawaban responden diharapkan lebih otentik. Waktu penelitian adalah selama tiga hari, yaitu dari tanggal 17 – 20 Juli 2019, selama diklat kearsipan berlangsung. Standar penilaian dibuat sebagai berikut:

Tabel 1

Standar Penilaian Hasil Kuisioner

Tingkat Pemahaman

Skor Kuisioner

Sangat Tinggi

90 – 100

Tinggi

70 – 89

Rata-rata / Sedang

50 – 69

Rendah

30 – 49

Sangat Rendah

0 – 29

 

Sementara wawancara dilakukan dengan semi terstruktur mengenai lama bekerja, pernah atau tidaknya dalam pelaksanaan penyusutan, kondisi arsip dan SDM kearsipan di satuan kerja responden. Dari jawaban responden tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif dilaksanakan ketika pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan data. Hasil kuisioner dan wawancara tersebut sekaligus menjadi data primer dalam penelitian ini. Untuk melengkapinya, digunakanlah sumber data sekunder berupa buku, jurnal, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyusutan arsip.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari sebanyak 29 responden yang dibagikan kuisioner, hanya 23 responden yang menjawab, dengan rincian tingkat pengembalian kuisioner sebagaimana yang terlihat dalam tabel berikut:

 

Tabel 2

Tingkat Pengembalian Kuisioner

Uraian

Jumlah

Prosentase

Pengiriman kuesioner

29

100%

Responden yang menjawab

23

79,31%

Kuesioner yang tidak lengkap

1

3,45%

Kuesioner yang dapat digunakan

22

75,86%

Sumber: Data diolah

 

Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang memenuhi persyaratan untuk diteliti dan dianalisis berjumlah 22 orang Arsiparis yang berasal dari beberapa Kanwil, IAIN dan Kantor Kementerian Agama. Dari tabel tersebut, disimpulkan bahwa tingkat partisipasi aktif responden dalam penelitian ini adalah sebesar 75,86%.

Dari 22 kuisioner yang yang dapat digunakan, responden perempuan yang menjawab adalah sebanyak 13 orang atau 59,10%. Sedangkan responden laki-laki yang menjawab kuisioner sebanyak  9 orang atau 40,90%. Dengan demikian mayoritas responden dalam penelitian ini adalah perempuan. Sebanyak 22 responden mempunyai pendidikan strata 1 atau sarjana, meskipun tidak dari program studi kearsipan. Pada skala penelitian yang kecil ini, menunjukkan bahwa perempuan lebih tertarik bekerja sebagai Arsiparis daripada laki-laki, meskipun hal ini belum bisa dijadikan kesimpulan secara umum.

 

Tabel 3

Lama Bekerja Responden

Lama Bekerja

Jumlah

Prosentase

< 1 tahun

10

45,45%

1 – 2 tahun

4

18,18%

2 – 3 tahun

5

22,72

> 3 tahun

3

13,63

Total

22

100%

Sumber: Data diolah

 

Tabel 3 menunjukkan bahwa lama bekerja responden dibawah satu tahun sebanyak 10 responden (45,45%), satu sampai dua tahun sebanyak 4 orang (18,18%). Sedangkan responden yang bekerja selama dua sampai tiga tahun adalah sebanyak 5 orang (22,72%), dan di atas tiga tahun sebanyak 3 orang (13,64%). Responden yang mempunyai masa kerja kurang dari dua tahun (14 orang) adalah Arsiparis yang diangkat melalui jalur inpassing atau penyesuaian. Sedangkan Arsiparis dengan masa kerja lebih dari dua tahun adalah merupakan PNS yang sejak awal memilih sebagai Arsiparis. Responden yang diangkat dengan jalur inpassing belum memiliki pemahaman yang utuh tentang kearsipan, apalagi tentang prosedur penyusutan.

Dari wawancara juga terungkap bahwa sedikit sekali Arsiparis yang pernah mengikuti atau melaksanakan kegiatan penyusutan arsip di unit kerjanya, yakni hanya sebesar 13,63% atau 3 Arsiparis. Sisanya sebanyak 19 Arsiparis (86,37%) tidak pernah mengikuti atau melaksanakan kegiatan penyusutan arsip di unit kerjanya.

“… di kantor kami tidak pernah melakukan penyusutan arsip, sehingga otomatis saya juga belum pernah terlibat dalam penyusutan arsip. Jadi saya pun belum begitu paham bagaimana penyusutan arsip, apalagi prosedur-prosedur dalam pelaksanaan penyusutan arsip. Apalagi saya juga menjadi Arsiparis karena proses inpassing…” (wawancara dengan A, Arsiparis pada Satuan Kerja X).

Hal tersebut menjadi penyebab rendahnya tingkat pemahaman Arsiparis terhadap prosedur penyusutan arsip. Karena prosedur dalam penyusutan arsip, baik pemindahan, pemusnahan, maupun penyerahan arsip, merupakan prosedur yang bersifat aplikatif atau terapan, yang akan dapat dipahami prosedurnya jika terlibat secara langsung.

Dari hasil kuisioner, diperoleh data bahwa nilai tertinggi adalah 100 dari rentang 0 – 100 poin. Sedangkan yang terendah adalah 30 poin. Sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 45,55. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah:

 

Tabel 4

Nilai/Skor Responden

Nilai/Skor

Jumlah

Nilai tertinggi

100

Nilai terendah

30

Nilai rata-rata

45,50

Sumber: Data diolah

 

Dari tabel 4 diketahui bahwa tingkat pemahaman Arsiparis terhadap prosedur penyusutan arsip masih rendah dengan skor rata-rata sebesar 45,50. Kurangnya pemahaman Arsiparis tersebut sejalan dengan masa kerja responden (kurang dari 3 tahun, yakni sebesar 86,37%)  dan minimnya pengalaman, dalam hal ini 19 Arsiparis (86,37%) yang belum pernah mengikuti atau melaksanakan kegiatan penyusutan arsip secara langsung di unit kerjanya. Demikian pula Arsiparis yang diangkat melalui jalur inpassing juga masih tidak memiliki pemahaman yang utuh dalam prosedur penyusutan arsip. Responden belum bisa memilih secara urut dalam prosedur penyusutan, baik itu yang bersifat memindahkan, memusnahkan, maupun menyerahkan arsip statis.

Demikian juga dasar hukum yang dipakai dalam penyusutan arsip, mayoritas responden belum tahu tentang peraturan dan perundang-undangan yang dijadikan dasar dalam penyusutan arsip. Dalam menjawab definisi penyusutan arsip, mayoritas responden lebih memhami penyusutan arsip sebagai pemusnahan arsip. Alasannya dengan pemusnahan arsip, secara fisik arsip tersebut dapat berkurang secara nyata. Sementara dalam sesi wawancara, terungkap bahwa responden belum tahu dimana untuk menempatkan arsip inaktif yang sudah mulai menurun frekuensi penggunaannya, karena belum tersedianya tempat penyimpanan arsip inaktif. Sehingga unit tersebut belum pernah melakukan penyusutan arsip. Arsip hanya menumpuk di gudang, dan jarang digunakan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Lolytasari (2015) yang menemukan bahwa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga belum pernah melakukan penyusutan arsip.

 Selain itu, dari hasil wawancara juga terungkap bahwa tenaga Arsiparis masih sangat terbatas pada unit kerjanya, namun masih dibebani tugas administrasi lainnya seperti di keuangan, pelaporan, pengelolaan persediaan dan BMN (Barang Milik Negara), serta tambahan tugas lainnya.

“... selain sebagai Arsiparis yang diangkat melaui jalur inpassing, saya ditempatkan di bagian kepegawaian. Sehingga di kantor saya justru lebih banyak bekerja mengurusi bidang kepegawaian, misalnya kenaikan pangkat pegawai…” (wawancara dengan F, Arsiparis pada Kantor Wilayah X).

Tugas tambahan di luar pengelolaan kearsipan menyebabkan waktu yang tersedia sangat terbatas. Sedikit sekali kesempatan bagi Arsiparis untuk bekerja secara fokus dalam menjalankann tugas pokoknya. Hal tersebut menyebabkan belum tertatanya atau belum rapihnya penempatan arsip di masing-masing tempat bekerja responden. Akibatnya, arsip tidak terpelihara dengan baik, pengawasaan yang kurang, dan jika suatu waktu diperlukan, pencarian arsip menjadi tidak bisa dikontrol dengan mudah. Kondisi memprihatinkan tersebut rupanya banyak dijumpai pada organisasi atau lembaga dan perkatoran dalam pengelolaan arsip. Penyebabnya antara lain masa kerja yang singkat dan pengalaman yang kurang dalam pengelolaan kearsipan (Anam, 2009). Hal tersebut ternyata mempunyai kesamaan dengan temuan pada penelitian ini.

 

PENUTUP

Simpulan

Dari hasil pembahasan tersebut disimpulkan bahwa:

  1. Pemahaman Arsiparis masih rendah/kurang. Hal ini terlihat dari hasil kuisioner yang mempunyai nilai/skor rata-rata 45,50 dalam rentang 0 sampai 100 poin.
  2. Masa kerja Arsiparis yang masih kurang dari 3 tahun (yakni sebesar 86,37%) ternyata mempunyai pengaruh terhadap pemahaman prosedur penyusutan arsip. Masa kerja berpengaruh terhadap pengalaman dalam keterlibatan proses penyusutan arsip. Mayoritas responden juga adalah Arsiparis yang diangkat melalui jalur inpassing yang memiliki pemahaman tentang kearsipan secara utuh, apalagi tentang penyusutan arsip.
  3. Sebanyak 19 Arsiparis/Responden (yakni 86,37%) yang belum pernah mengikuti atau melaksanakan kegiatan penyusutan arsip di unit kerjanya. Hal ini juga berpengaruh signifikan kepada tingkat pemahaman Arsiparis/Responden terhadap prosedur penyusutan arsip. Karena penyusutan arsip merupakan kegiatan aplikatif yang dapat dipahami jika terlibat secara langsung dalam proses prosedur penyusutan arsip.
  4. Di samping temuan tersebut, ternyata dalam wawancara terungkap bahwa Arsiparis masih dibebani dengan pekerjaan administrasi lainnya, sehingga belum fokus pada pekerjaan pengelolaan kearsipan pada unit kerjanya.

 

Rekomendasi

 

Berdasarkan hasil penelilitian di atas, maka penulis mengajukan rekomendasi sebagai berikut:

  1. Arsiparis hendaknya secara aktif mengikuti seminar, workshop, pendidikan dan latihan, serta bimbingan teknis tentang kearsipan, terutama tentang penyusutan arsip.
  2. Para pengambil kebijakan hendaknya melakukan pemetaan persebaran tenaga Arsiparis, sehingga keseimbangan sumber daya manusia lebih optimsl.
  3. Para pimpinan pada unit kerja agar mempertimbangkan kembali tentang pembebanan tugas Arsiparis agar lebih sesuai dengan tupoksinya.
  4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbanyak jumlah dan sebaran responden.
    (FZ)

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved