Mushaf Al-Qur’an yang satu ini tergolong unik. Tidak banyak yang sama dengannya. Sejauh penelitian yang dilakukan tim LPMQ, dari ratusan naskah mushaf kuno, mushaf ini satu dari sedikit mushaf yang memiliki keunikan. Secara fisik mungkin terlihat sama. Hal yang membedakan dengan mushaf lain adalah qiraat yang digunakan dalam penyalinannya. Mayoritas mushaf kuno yang ada di Nusantara disalin dengan qiraat riwayat Ḥafṣ dari Imam ‘Āṣim. Mushaf ini berbeda. Ia disalin dengan riwayat Qālun dari Imam Nāfi’.

Kedatangan Syekh Ahmad Surkati (1874-1943) ke Hindia Belanda telah menarik minat umat Islam untuk belajar kepadanya. Salah satunya adalah Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, selanjutnya ditulis Ash Shiddieqy.

Ia lahir di Lhokseumawe pada 10 Maret 1904 dan meninggal di Jakarta pada 9 Desember 1975. Ayahnya Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husien ibn Muhammad Su’ud. Ash Shiddieqy dalam satu sumber dikatakan sebagai keturunan ke-37 dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq (573-634), sahabat Rasulullah Muhammad Saw. Ash Shiddieqy pertama belajar agama kepada ayahnya dan selama 20 tahun melakukan rihlah ilmiah ke berbagai pesantren dan perguruan pengajian. Guru utama bahasa Arabnya adalah Syekh Muhammad ibn Salim Al-Kalali. Pada 1926, Ash Shiddieqy berangkat ke Surabaya, melanjutkan studinya di Madrasah Al-Irsyad, berguru kepada Syekh Ahmad Surkati. Ia sempat pula menuntut ilmu ke Timur Tengah sebelum akhirnya pulang ke tanah air.

Syekh Ahmad Surkati (1875-1943) dilahirkan di Udfu, Dongola, Sudan. Ia diduga masih keturunan Jabir ibn Abdillah Al-Anshari, sahabat Rasulullah Saw. Ia seorang yang cerdas. Sejak kecil di dalam didikan ayahnya, kemudian menghafal Al-Qur’an di khalwah, sebuah pusat penghafal Al-Qur’an. Pada mulanya, ayahnya hendak mengirimnya ke Al-Azhar untuk melanjutkan pendidikan di sana, namun gagal karena alasan politik. Syekh Ahmad Surkati kemudian berhasil belajar di Makkah dan Madinah. Selama di Makkah, ia sempat mendirikan madrasah dan digelari “Al-’Allamah”.

Syekh Ahmad Surkati memang tidak berguru langsung kepada ulama-ulama Al-Azhar, Mesir, namun ia memiliki kebiasaan melakukan korespondensi yang berlangsung lama kepada ulama-ulama tersebut. Di samping, ia juga rajin mengoleksi dan membaca Tafsir Al-Manar, karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha.

Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto (1882-1934) adalah pahlawan nasional, bapak bangsa, sekaligus orang yang mendalami ilmu agamanya. Pengetahuan dan pergaulannya luas. Ia sempat mengasuh tokoh-tokoh bangsa seperti Soekarno, Semaoen, Musso, hingga Maridjan Kartosoewirjo. HOS Tjokroaminoto lahir di Bakur, Madiun. Ayahnya, R.M. Tjokroamiseno, adalah seorang wedana atau asisten bupati. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, adalah Bupati Ponorogo. Sementara kakeknya adalah putera dari Kiai Bagus Muhammad Kasan Besari dari Pesantren Tegalsari.

Mushaf Al-Qur’an yang dijilid per juz ini termasuk unik dan langka. Tidak banyak manuskrip Al-Qur’an yang seperti ini. Umumnya dijilid satu mushaf penuh atau setengahnya. Selain mushaf yang akan penulis bahas ini, mushaf kuno per juz yang pernah ditemukan tim peneliti dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) adalah yang terdapat di Maluku Utara, tepatnya di Masjid Jim, Kampung Makasar, Ternate.

Mushaf Al-Qur’an per juz yang penulis bahas kali ini adalah yang berasal dari Surau Pondok Ketek Syekh Burhanuddin Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat. Jumlahnya lumayan banyak. Sesuai hasil penelusuran penulis bersama tim  peneliti LMPQ, mushaf kuno per juz di surau ini ada sebanyak 18 manuskrip.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved