Ilmu Khat sebagai Alternatif Metode Indentifikasi Mushaf

Meski memakai judul khat mushaf, tetapi pembahasan dalam buku ini tidak hanya tentang khat. Setiap mushaf diuraikan deskripsi kodikologinya, tanda baca, jenis kertas, jenis khat, tinta, dan asal muasal kenapa manuskrip tersebut bisa sampai di lokasi tersebut. Disertakan juga hasil analisis uji karbon (radiocarbon dating) untuk beberapa naskah. Hasil penanggalannya dibandingkan dengan sejarah mushaf yang sudah masyhur di kalangan sejarawan mushaf Al-Qur’an. Menariknya, objek kajiannya mushaf Al-Qur’an dari generasi Islam masa lalu hingga masa kini, dan meliputi semua ‘wilayah’ Islam. Melalui rujukan yang ia gunakan, pembaca mendapatkan gambaran keagungan kebudayaan mushaf Islam masa lalu. Pembaca diajak menikmati mushaf-mushaf periode Khilafah Rasyidin mulai dari khatnya yang terasa asing bagi muslim kiwari dan ayat yang tanpa tanda titik dan tanda syakl. Pembaca juga diajak menikmati mushaf-mushaf menawan dari masa kejayaan Baghdad, menyebrang ke Mesir dari masa Fatimiyyah, Ayyubiyyah, Mamluk, Persia, Asia Tengah, Turki Usmani, India, hingga Asia Tenggara (Indonesia) dan Cina.

Melalui buku ini, pembaca dapat menikmati pembabakan khat mushaf di dunia Islam. Khat apa yang berkembang pada masa awal, pertengahan hingga kontemporer Islam dijabarkan dalam buku ini. Selain itu, nama-nama para khat serta jaringan para penulis mushaf utamanya dari zaman Abbasiyyah di Baghdad. Buku ini juga menghimpun data di mana mushaf-mushaf dari setiap daulah Islam itu kini disimpan. Dari data yang diuraikan Aziz, tampaknya ia memulai kajian buku ini dari nama-nama para kaligrafer dunia. Nama itu dipakai untuk melacak keberadaan mushaf karya-karya mereka. Dari mushaf tersebut, kemudian diuraikan unsur-unsur mushaf mulai dari jenis khat, warna tinta, bahan kertas, tanda titik, syakl, kolofon, ragam hias, pencipta ragam hias dan lain-lainnya. Ia juga menguraikan asal muasal mushaf, harga, keistimewaannya dan kenapa bisa pindah dari satu kota ke kota lain. Untuk mendapatkan jaringan sanad dan melacak siapa guru dari siapa serta siapa muridnya, ia menggunakan buku-buku tarājim (biografi) yang sangat melimpah datanya. Buku dari khazanah lama memberikannya data jumlah mushaf yang ditulis oleh seseorang dan mushaf di beberapa istana sultan. Meskipun boleh jadi mushafnya sudah tidak sampai ke zaman sekarang. Untuk menulis buku ini, penulisnya menjenjelajah berbagai perpustakaan dan museum besar dunia: mulai dari Amerika, Eropa, India dan Asia. Tentang pembabakan kaligrafi bisa dibantu lewat karya al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam.

Ada ungkapan bahwa Al-Qur’an itu ilahiah, sedangkan mushaf itu ilmiah. Sebuah mushaf Al-Qur’an bisa melintas zaman dari masa Nabi hingga kini masih terus dilengkapi dengan ilmu bantu. Beberapa di antaranya ilmu tanda baca (ḍabṭ), ilmu syakl, ilmu rasm, ilmu waqfu wal ibtida’, ilmu addil ayy, ilmu makki madani, ilmu qira’at, dan lain-lainnya. Masing-masing ilmu itu sudah memiliki sistem baku yang satu sama lain saling mengait dan menguatkan. Contoh, kapan ilmu tanda baca (ḍabṭ) mulai dikenal; menggunakan tinta apa, bentuknya bagaimana dan bagaimana perkembangannya dalam tiap zaman. Ilmu dukung demikian yang mengawal perkembangan mushaf dari zaman ke zaman. Dengannya bisa diintetifikasi sebuah mushaf berasal dari daerah mana dan dari rentang abad keberapa. Selain dari disiplin ilmu-ilmu Al-Qur’an, ada juga Paleografi, Sejarah Seni, Ortograpi, Filologi dan metode uji karbon.

Selain ilmu bantu yang tersebut di atas dan biasa diajarkan dalam bidang ulūm al-qur’ān, ada satu ilmu lain yang dapat digunakan yaitu ilmu khat/Kaligrafi. Metode ini yang digunakan Aziz dalam buku ini untuk menganalisis mushaf-mushaf dari seluruh dunia. Dalam sejarah perkembangan khat ada nama-nama kaligrafer dari setiap zaman seperti Ibnu Muqlah, Ibnu Bawwāb, Yaqūt, Mubaraksyah, dan lain-lain. Setiap daerah ada jenis-jenis khat seperti khat hijaz, kufi, kufi mabsut, kufi layyin, mansub, raihan, sulus, muhaqqaq, naskhi, nasta’liq, qairawan, bihari, naskhi ayyubi, naskhi Cina dan lain-lain. Selain mewakili wilayah tertentu, jenis khat di atas juga mewakili zamannya. Contohnya khat hijazi dan kufi mabsut, keduanya tidak lagi berkembang dan tidak digunakan pada masa akhir Abbasiyyah. Khat mansub, naskhi dan raihan baru mulai abad ke-3 Hijriah. Contohnya, jika ada mushaf diklaim dari abad ke-1 H (masa Khalifah Rasyidin dan Umayyah) tetapi menggunakan khat mansub atau khat kufi lain, maka klaim itu terbantahkan dengan sendirinya. Karena khat mansub baru muncul masa Ibnu Muqlah abad ke-4 H.

Identifikasi angka tahun paling ideal yaitu dengan menggunakan kolofon naskah. Hanya saja tidak semua naskah mushaf berkolofon. Hal tersebut terjadi karena banyak sebab di antaranya terkait aspek teologis: keyakinan tentang keikhlasan dalam penyalinan Al-Qur’an. Dalam proses identifikasi angka tahun mushaf kuno, penggunaan analisis ilmu khat tidak bisa berdiri sendiri karena rentang waktu yang dihasilkan masih dalam rentang abad. Harus dilengkapi dengan ilmu lainnya yang bisa mendekatkan angka tahunnya seperti ilmu ragam hias, analisis kertas, dan lainnya. Selain itu, metode ini (khat) juga belum bisa mengidentifikasi asal mushaf secara mutlak, terutama mushaf dengan khat ‘pasaran’ seperti naskhi, raihan, dan muhaqqaq. Meskipun demikian, metode ini menjadi alternatif dari metode yang sudah ada dan selama ini didominasi ilmu-ilmu kequr’anan.[Hakim]

Bacaan:

Isma’il R. al-Faruqi, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, ed. Ilyas Hasan, III (Bandung: Mizan, 2001), 391 dan 399.

Abdul Hakim, “Metode Kajian Rasm, Qiraat, Wakaf Dan Dabt Pada Mushaf Kuno (Sebuah Pengantar).”

Yasin Dutton, “Qur’ans of the Umayyads: A First Overview,” Journal of Qur’anic Studies 18, no. 1 (2016): 153.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved