Tingkat Pemahaman Arsiparis Tentang Prosedur Penyusutan Arsip Berdasarkan Masa Kerja Arsiparis di Lingkungan Kementerian Agama (Bagian I)

PENDAHULUAN

Dunia berkembang dengan sangat cepat. Aliran informasi menjadi bagian tidak terpisahkan kehidupan manusia. Informasi merupakan hal yang mendominasi sekaligus menjadi sumber daya yang strategis (Mulyadi, 2018) dalam kehidupan sehari-hari. Informasi yang penting dan berguna menjadi kebutuhan, dan digunakan baik untuk kepentingan individu maupun kelompok. Informasi berperan penting dalam pemenuhan fungsi manajemen birokrasi  dan proses kerja administrasi yang berkembang sangat dinamis (Fathurrahman, 2018). Informasi tersebut dapat diperoleh melalui arsip (Mustika dkk, 2018).
Arsip memiliki keterkaitan yang erat dengan perjalanan dan perkembangan suatu organisasi atau lembaga. Arsip merupakan sebuah rekam jejak dari perkembangan dan perjalanan setiap entitas manusia, baik perseorangan maupun yang tergabung dalam lembaga, pemerintahan, atau organisasi. Proses penyelenggaraan kegiatan dari masing-masing lembaga, pemerintahan, serta organisasi tersebut akan menghasilkan sebuah arsip. Arsip tersebutlah yang nantinya menjadi sebuah catatan atau rekaman informasi, kumpulan ingatan, data, serta dokumen yang bernilai guna dan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat (Ulwan dan Hermintoyo, 2017).

Pengertian, Manfaat dan Penyusutan Arsip

Asal kata arsip adalah “archivum” (Latin) yang artinya ruang penyimpanan, atau archeon (Yunani) yang berarti balaikota sebagai tempat menyimpan kertas atau catatan (Fajri dan Syahyuman, 2012). Setelah itu muncullah kata archief (Belanda), archives (Inggris) dan arsip. National Archives and Record Administration (NARA) mendefinisikan arsip sebagai tempat penyimpanan sumber-sumber primer organisasi pencipta arsip, berupa catatan, laporan, surat, data, memo dan foto (Iswandi dkk, 2018). Sedangkan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, menyebutkan arsip sebagai:

rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.

Selain sebagai rekaman informasi aktivitas organisasi, arsip juga berguna sebagai dokumen untuk mengambil kebijakan, serta data kegiatan ilmiah (Sedarmayanti, 2003). Arsip juga memiliki kegunaan tertentu, misalnya untuk keperluan administrasi dan hukum (Fathurrahman, 2018), alat pembuktian yang sah (Rusmitianingsih, 2017), serta sebagai sumber pengetahuan dan riset (Iskandar, 2018). Karena nilai dan manfaatnya yang penting itulah, maka arsip harus dipelihara, disimpan di ruangan yang kering, tidak mudah berjamur, pada suhu dan tingkat kelembapan tertentu, serta disusun secara sistematis (Rejeki, 2013).

Sistematika dan efektivitas penyimpanan arsip dapat menunjang kegiatan administrasi perkantoran agar lebih lancar (Pancaningsih, 2015). Selain itu juga akan sangat membantu dalam mencari arsip yang dibutuhkan secara cepat dan akurat (retrivel). Namun, manajemen pengelolaan arsip yang baik sering diabaikan pada banyak lembaga perkantoran. Ada banyak alasan yang biasanya dikemukakan. Misalnya saja kurangnya tenaga Arsiparis, kurangnya pengetahuan dan kemampuan tenaga Arsiparis serta terbatasnya sarana dan prasarana di bidang kearsipan. Kondisi tersebut terjadi pada sebagian besar instansi pemerintah. Sehingga seakan-akan membenarkan pandangan yang menempatkan bidang kearsipan sebagai kerja sampingan diantara pekerjaan lainnya (Fathurrahman, 2018).

Pengelolaan arsip yang masih kurang diperhatikan, antara lain ditandai dengan belum tertibnya budaya pengarsipan (anri.go.id). Hal tersebut dikarenakan tidak dijalankannya empat pilar pengelolaan arsip dinamis, yaitu sistem klasifikasi keamanan dan akses arsip, klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip, dan tata naskah dinas. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Som (tt) tentang kondisi pengelolaan arsip di Kantor Kementerian Agama di Sulawesi Selatan. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa prosedur kearsipan tidak dilaksanakan oleh petugas kearsipan secara memadai.

Prosedur kearsipan seharusnya dilakukan oleh organisasi dan lembaga pemerintahan. Karena seiring berjalannya waktu, arsip pada suatu organisasi atau lembaga terakumulasi menjadi banyak dan menumpuk, sedangkan tempat penyimpanan arsip sangat terbatas. Sehingga banyak arsip yang tidak tertata dan menumpuk yang diletakkan di atas meja, lemari, filling cabinet dan sebagainya. Padahal tidak semua arsip yang ada diperlukan dalam penyelenggaraan administari.

Arsip yang sudah mulai menurun frekuensi penggunannya hendaknya digolongkan dalam arsip inaktif yang dapat disusutkan, dengan cara dipindahkan, dimusnahkan atau diserahkan kepada lembaga kearsipan. Oleh karena itu penyusutan arsip menjadi bagian penting dalam manajemen pengelolaan dan layanan arsip (Ernawati, 2015). Undang-undang Nomor 43 tahun 2009 pasal 49 menyebutkan bahwa:

“penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang telah habis retensi dan yang tidak memiliki nilai guna dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan”.

Pengertian tersebut menyatakan bahwa penyusutan arsip terdiri atas pemusnahan, pemindahan, dan penyerahan arsip. Kegiatan penyusutan arsip dimungkinkan dapat menyingkirkan atau mengurangi arsip yang tidak seharusnya dipertahankan dan dipelihara. Pembersihan arsip yang tidak berguna tersebut dapat memudahkan bagi lembaga untuk mengatur atau mengorganisasi arsip baru yang masuk. Kegiatan penyusutan arsip tersebut didasari oleh pemikiran bahwa semua arsip yang tercipta tidak perlu disimpan secara permanen. Namun hal tersebut kurang diperhatikan, terlebih jika di lembaga/kantor tersebut tidak mempunyai tenaga Arsiparis. atau jika pun ada, Arsiparis tidak terlalu memahami tentang kearsipan dan kondisi arsip yang ada di lingkungan kerjanya, yang semestinya dapat disusutkan. Begitu juga dengan prosedur penyusutan arsip yang masih kurang dipahami oleh para Arsiparis itu sendiri.

Hal ini terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dkk (2018) pada Fakultas Pertanian UGM. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa penyusutan arsip belum dilakukan sesuai prosedur. Hal ini dikarenakan dalam proses penilaian, penentuan Jadwal Retensi Arsip (JRA) dan tahap dalam penyusutan tidak melibatkan pimpinan fakultas, universitas dan pimpinan unit kerja, tidak adanya verifikasi berkas arsip, dan belum adanya pelaksanaan pemusnahan dan pemindahan arsip. Proses pemindahan juga belum dibuatkan daftar arsip yang akan dipindahkan, dan berita acara pemindahan. Padahal SOP penyusutan arsip sudah ada, namun belum diimplementasikan dalam pelaksanaan di lapangan.

Penelitian Lolytasari (2015) justru menemukan bahwa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak pernah melakukan penyusutan arsip, sehingga arsip menumpuk pada masing-masing unit kerja. Alasannya adalah bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum pernah melakukan penilaian sebagai dasar pembuatan JRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat penelitian dilakukan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga belum memiliki tenaga Arsiparis, Unit Kearsipan dan Lembaga Kearsipan. Sedangkan penyusutan pada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah hanya dilakukan pemindahan dan pemusnahan arsip. Penyerahan arsip statis tidak dilakukan karena menganggap bahwa akses arsip lebih mudah jika disimpan di lingkungan kerja sendiri (Priastuti dan Setyadi, 2017). Begitu juga penelitian Rietnayanti dan Rukiyah (2018) yang menemukan bahwa prosedur penyusutan arsip Bappeda Provinsi Jawa Tengah belum sepenuhnya dijalankan dikarenakan keterbatasan SDM yang berlatar belakang kearsipan. Dalam penyusutan arsip, prosedur pemindahan arsip tidak dilakukan penilaian dan pembuatan daftar arsip yang akan dipindahkan. Sedangkan dalam pelaksanaan pemusnahan arsip, masih melibatkan pihak ketiga dan belum dilakukan secara mandiri. (FZ)

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved