Muchlis Hanafi: Tidak Ada Intervensi dalam Penyusunan Terjemahan Al-Qur’an Kemenag Oleh Pihak Manapun

Muchlis Hanafi: Tidak Ada Intervensi dalam Penyusunan Terjemahan Al-Qur’an Kemenag Oleh Pihak Manapun

Kementerian Agama menerbitkan Terjemahan Al-Qur’an pertama kali pada tahun 1965. Produk tersebut beberap kali mengalami pengkajian ulang dan penyempurnaan. Kajian penyempurnaan terakhir dilakukan selama empat tahun; dari tahun 2016 hingga tahun 2019. Menurut Muchlis M. Hanafi, dalam setiap penyempurnaannya tidak ada intervensi atau pesan titipan dari pihak manapun. Hal serupa juga terjadi pada setiap produk kajian yang dilakukan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) seperti Tafsir Tematik 26 judul, Tafsir Ilmi 19 judul, tafsir Wajiz 2 jilid dan lainnya.

“Produk kajian LPMQ sering dicurigai sebagai produk rezim. Ada pesanan. Padahal tidak pernah ada. Semua tim yang terlibat bekerja secara profesional sebagai intlektual,” terang Muchlis dalam kapasitasnya sebagai narasumber kegiatan penyusunan buku Sejarah dan Dinamika Terjemahan Al-Qur’an terbitan Kemenag, Selasa (14/11/2023) di Jakarta Timur.

Muchlis mengisahkan, pada tahun 2016, menjelang Pilkada DKI, situasi politik cukup hangat. Salah satu pemicunya adalah polemik terjemahan kata ‘aulia’ dalam al-Maidah: 51. Beberapa kelompok menggulirkan isu bahwa pemerintah mengubah terjemahannya dari ‘pemimpin’ menjadi ‘teman setia’. Ketika itu LPMQ sedang melakukan Kajian dan Penyempurnaan Terjemahan Al-Qur’an Kemenag, dan Muchlis sebagi ketua timnya. Timbul dugaan bahwa kegiatan penyempurnaan ini adalah pesanan rezim. Padahal, kegiatan penyempurnaan tahun 2016 dilaksanakan atas dasar rekomendasi musyawarah kerja ulama tahun 2015. Tidak ada kaitannya dengan persoalan politik sama sekali.

“Saat itu tekanan begitu kuat. LPMQ didatangi Kejaksaan, Kepolisian hingga anggota dewan. Namun, anggota tim penerjemahan tidak terpengaruh dengan suasana politik 2016 tentang polemik al-Maidah: 51 ini. Tim menyepakati, kata auliya di al-Maidah: 51 tetap diterjemahkan dengan ‘teman setia’ dengan tambahan pilihan-pilihan makna kata ‘auliya’ yang lain di bagian footnote,” jelas Sekretaris Utama (Sestama) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang pernah menjabat sebagai kepala LPMQ tersebut lugas.

Dikatakan Muchlis, dalam proses penyusunannya pun, terjemahan Al-Qur’an Kemenag edisi penyempurnaan tahun 2016-2019 dilakukan secara berlapis. Pertama, melakukan konsultasi publik secara offline dan online; Kedua, melakukan penelitian lapangan tentang sejauh mana penggunaan terjemahan Al-Qur’an Kemenag di Masyarakat; Ketiga, membentuk tim pakar berjumlah 15 orang, terdiri dari pakar tafsir, Bahasa Arab, dan pakar Bahasa Indonesia; Keempat, melakukan uji publik dalam forum Musyawarah Kerja Ulama Al-Qur’an.

“Kita susun langkah-langkah berlapis. Karena proses itu penting. Produk ini harus akuntabilitas. Bisa dipertanggungjawabkan secara administrasi dan ilmiah,” tambah Muchlis.

Menyinggung soal diksi ‘terjemahan resmi’, Muchlis kurang sependapat. Menurutnya, kalau ada istilah ‘terjemahan resmi’ berarti terjemahan Al-Qur’an lain di luar pemerintah tidak resmi.

“Tugas Kemenag adalah memberikan layanan. Kemenag tidak pernah membatasi siapapun menerjemahkan Al-Qur’an. Dan produk-produk hasil kajiannya sangat terbuka untuk dikritisi dan dikembangkan. Jadi tidak perlu disisipi kata resmi. Nanti yang lain dianggap tidak resmi,” pungkas Muchlis.

Senada dengan pendapat Muchlis yang mengatakan bahwa tidak ada terjemahan Al-Qur’an yang sempurna, Kepala LPMQ Abdul Aziz Sidqi dalam arahannya menyampaikan agar dalam pendahuluan buku dicantumkan keterangan bahwa mempelajari Al-Qur’an tidak cukup dengan terjemahan.  [bp]

Editor: Mustopa

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved