Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) bekerja sama dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Hasil Kajian Al-Qur’an dengan tema “Penguatan Literasi Al-Qur’an Dalam Bingkai Moderasi Beragama” pada hari Rabu, (27/10) di Pontianak, Kalimantan Barat.
Dr. Ismail Ruslan, M. Si, yang hadir selaku narasumber mengawali paparan materinya dengan menyajikan data bahwa Indonesia adalah majemuk. Indonesia memiliki 17. 504 pulau, 1. 340 suku bangsa, 546 bahasa, dan sekitar 250 an agama dan kepercayaan yang diyakini warganya. Keragaman di Indonesia adalah kekayaan yang harus dikelola dengan baik agar menjadi sebuah kekuatan, bukan sebaliknya, menjadi sumber terjadi konflik dan perpecahan antar anak bangsa.
“Moderasi, dalam hal ini, merupakan upaya strategis dalam rangka memperkukuh toleransi dan meneguhkan kerukunan dalam kebinekaan. Masyarakat Indonesia yang memiliki keragaman perlu mengembangkan wawasan dan sikap moderasi beragama, untuk membangun sikap saling menghargai, merawat perbedaan, dan memperkuat kesatuan dan persatuan di antara umat beragama di Indonesia,” ujar Dekan FUAD di hadapan 80 orang mahasiswa dan dosen yang hadir sebagai tamu undangan.
Para pendiri bangsa Indonesia secara cerdas telah merumuskan sebuah tali pengikat keragaman itu dengan disepakatinya Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dan sudah terbukti, selama 75 tahun ideologi Pancasila telah berhasil mempersatukan keragaman anak bangsa Indonesia.
“Pancasila adalah kalimatun sawa (titik temu), di mana di dalamnya terkandung nilai-nilai religiusitas sekaligus nasionalisme. Oleh sebab itu, saat ini tidak relevan lagi bila ada warga negara Indonesia yang mempertentangkan Pancasila dengan Agama atau berpikiran ingin merubah Pancasila dengan Ideologi lain,” urainya menjelaskan.
Selaras dengan pernyataan Ismail, Bagus Purnomo, yang juga bertindak sebagi narasumber mengatakan bahwa moderasi beragama adalah pijakan strategis untuk merawat Indoensia yang multikultural. Dalam term Al-Qur’an, kata moderasi bisa disejajarkan dengan kata wasath atau wasathiyah yang mengandung makna adil, baik, tengah, dan seimbang. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang majemuk, secara lebih spesifik kata moderasi atau wasathiyyah dapat dimaknai sebagai sebuah metode berpikir, bersikap, dan berperilaku yang didasari atas sikap tawâzun (seimbang) dalam melihat berbagai persoalan yang dimungkinkan untuk dianalisis dan dibandingkan, sehingga dapat ditemukan pandangan dan sikap yang sesuai dengan kondisi masayarakat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama.
“Bersikap moderat adalah kehendak Islam. Karena ajaran-ajaran dalam Islam itu sendiri adalah moderat. Islam melarang al-Ghuluw atau tatharruf (berlebih-lebihan), mujawazatul-had (melewati batas kewajaran) di mana semua sikap tersebut merupakan lawan dari kandungan makna moderasi,” jelas Kasi Sosialisasi dan Penerbitan LPMQ.
“Selain berada di jalan tengah dan seimbang, kata moderasi juga mengandung makna mendasar lainnya yaitu adil. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam, tidak dilebihkan atu dikurangi, tidak ekstrem kiri sehingga menjadi liberal, ataupun menjadi ekstrem kanan sehingga menjadi radikal,” tambah Bagus.
Founding fathers negara Indonesia telah menyemaikan nilai-nilai moderasi di negeri ini. Nilai-nilai tersebut termanifestasi dalam empat sendi-sendi kehidupan bangsa: pertama, dalam aspek siyasiyah (politik), ditetapkan Negara Kesatuan Republik Indoesia (NKRI) berdasarkan Pancasila, kedua, dalam aspek iqtishadiyah (ekonomi) sistem asy-syirkah at-ta’awuniyah atau sistem ekonomi koprasi dipilih sebagai soko guru. Ketiga, secara diniyyah (doktrin keagamaan), manhaj ahlus-sunnah wal-jama’ah (ASWAJA) diikuti oleh mayoritas penduduknya. Keempat, para ulama Islam terus merawat trilogi ukhuwah yaitu al-ukhuwwah al-Islamiyyah (persaudaraan sesama umat beragama), al-ukuwwah al-wathaniyyah (persaudaraan sesama anak bangsa) dan al-ukhuwwah al-basyariyyah (persaudaraan antar sesama anak manusia).
“Sebagai generasi penerus anak bangsa, tugas kita adalah merawat nilai-nilai tersebut agar tetap tumbuh dan berkembang. Keharmonisan yang telah terbina di negeri ini harus kita jaga dengan sikap moderat. Karena hakikatnya, meski kita berbeda-berbeda, kita memiliki keinginan yang sama, hidup dalam damai, tenang, tentram, dan bersaudara,” tandas Bagus mengakhiri paparan. [bp].