Sebanyak 40 mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Huda, Subang, mengikuti kuliah umum kajian Ulumul Qur’an yang diselenggarakan di Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ). Para mahasiswa tersebut berasal dari dua Program Studi (Prodi), yaitu Hukum Keluarga dan Ekonomi Syari’ah. Kegiatan ini berlangsung pada Selasa (17/12/2024) di Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, Jakarta Timur.
Dr. Adudin Alijaya, dosen pendamping mahasiswa, menjelaskan bahwa peserta kuliah umum ini adalah mahasiswa semester satu. Materi yang diterima dalam kegiatan tersebut merupakan bagian dari Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). “Kami mengajak mereka belajar Ulumul Qur’an langsung di LPMQ agar lebih membekas. Di LPMQ, mereka akan memperoleh materi khusus terkait ilmu rasm dan pentashihan Al-Qur’an,” ujar Adudin.
Kuliah umum ini menghadirkan dua pemateri utama dari LPMQ, yaitu Dr. Zainal Arifin Mazdkur, MA, yang membawakan materi tentang Ilmu Rasm, dan Anton Zaelani, M.Hum, yang menyampaikan metode pentashihan mushaf Al-Qur’an.
Dalam penjelasannya, Dr. Zainal Arifin Mazdkur menguraikan bahwa secara bahasa, rasm berarti al-atsar artinya jejak atau bekas, sedangkan secara istilah, rasm adalah sistem penulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah disepakati pada masa Khalifah Utsman bin Affan. “Rasm bukanlah kaligrafi, dan tidak berkaitan dengan harakat, tanda baca, atau titik pada huruf. Ini lebih kepada sistem penulisan khusus yang digunakan dalam mushaf Al-Qur’an,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Zainal menjelaskan bahwa ada tiga jenis rasm, yaitu: pertama, Rasm Qiyasi/Imla’i, yaitu pola penulisan berdasarkan cara pengucapan. Kedua, Rasm Utsmani, yaitu pola penulisan yang ditetapkan oleh sahabat Utsman bin Affan RA. Ketiga, Rasm Arudi, yaitu pola penulisan sesuai dengan wazan atau pola dalam syair-syair Arab.
“Rasm yang digunakan dalam penulisan mushaf standar Indonesia adalah Rasm Utsmani. Disebut Rasm Utsmani karena sistem penulisan Al-Qur’an ini mengikuti yang dilakukan pada masa Sayyidina Utsman,” tambah Zainal.
Sementara itu, Anton Zaelani, M.Hum, menjelaskan proses pentashihan mushaf Al-Qur’an. Ia menegaskan bahwa setiap mushaf Al-Qur’an yang akan dicetak dan diterbitkan di Indonesia harus melalui proses pentashihan oleh LPMQ, lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah.
“Setiap huruf, harakat, titik, tanda baca, kelengkapan halaman, dan elemen lainnya harus diperiksa dengan cermat. Pentashihan adalah proses meneliti, memeriksa, dan membetulkan master mushaf Al-Qur’an yang akan diterbitkan dengan cara membacanya secara saksama dan berulang-ulang oleh para pentashih. Ini bertujuan agar tidak ada kesalahan, baik dalam teks Al-Qur’an maupun terjemahannya,” jelas Anton.
Ia juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam proses pentashihan. “Para pentashih Al-Qur’an harus sangat teliti. Tidak boleh tergesa-gesa, karena mushaf Al-Qur’an yang diterbitkan harus sahih dan bebas dari kesalahan, sekecil apa pun,” tegas Anton.
Kegiatan ini memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa untuk memahami bagaimana mushaf Al-Qur’an ditulis, ditashih, dan disahkan sebelum diterbitkan. Salah satu mahasiswa, Ahmad, menyampaikan kesannya setelah mengikuti kuliah umum ini. “Materinya sangat menarik. Ini ilmu baru bagi kami. Terutama, kami jadi tahu bagaimana pentingnya menjaga kesucian dan kesahihan mushaf Al-Qur’an. Ini pengalaman yang sangat berharga,” katanya.
Kuliah umum di LPMQ ini tidak hanya memberikan pembelajaran teoretis, tetapi juga membuka wawasan para mahasiswa tentang proses penashihan Al-Qur’an. Dengan demikian, mereka tidak hanya memahami materi Ulumul Qur’an, tetapi juga mengetahui peran penashih Al-Qur’an dan tanggung jawab pemerintah dalam mengawal kesucian kitab suci umat Islam.