Selama berabad-abad, di Nusantara—demikian pula dunia Islam pada umumnya—penyalinan Al-Qur’an dilakukan secara manual, baik hiasan maupun tulisannya. Penyalinan tersebut berlangsung sejak kedatangan Islam di kawasan ini hingga akhir abad ke-19 ketika teknologi percetakan semakin maju.
Penyalinan mushaf terjadi di berbagai kesultanan dan wilayah Islam masa lalu, di antaranya Aceh, Riau, Sumatera Barat, Palembang, Banten, Cirebon, Yogyakarta, Jawa Tengah, Madura, Lombok, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Warisan penting tersebut kini tersimpan di berbagai museum, perpustakaan, pesantren, ahli waris, dan kolektor naskah—diperkirakan berjumlah 1500 naskah.
Mushaf Al-Qur’an dihias sesuai dengan ruang dan waktu penyalinan. Lokalitas budaya tempat mushaf disalin merupakan faktor yang memengaruhi variasi bentuk, motif, dan warna iluminasi (hiasan). Unsur kreativitas lokal, sebagai hasil serapan budaya setempat, terlihat dalam pola dan motif ragam hias yang sangat beragam—masing-masing daerah memiliki ciri khas sendiri.
Setelah hampir satu abad terhenti, era baru dalam kreativitas seni mushaf tumbuh kembali sejak diresmikannya Mushaf Istiqlal pada tahun 1995 dalam rangka peringatan 50 tahun Indonesia merdeka. Sejak saat itu, gairah pembuatan mushaf indah di Indonesia tumbuh kembali, dan sampai saat ini telah ada beberapa mushaf, yaitu Mushaf Sundawi (1997), Mushaf at-Tin (2000), Mushaf Jakarta (2002), Mushaf Kalimantan Barat (2003), dan Mushaf al-Bantani (2010). Semangat itu juga melahirkan gagasan untuk merekonstruksi dan memodifikasi mushaf lama seperti Mushaf Karaton Yogyakarta Hadiningrat (2011) yang didasarkan pada mushaf pusaka keraton. Berbeda dengan seni mushaf pada zaman dahulu yang keseluruhannya dibuat secara manual, “mushaf-mushaf indah kontemporer” ini dibuat dengan bantuan teknologi komputer.
Kata iluminasi (illumination) dalam kamus disebutkan dari akar kata illuminate berarti menerangi, membuat cerah, menghias, mencerahkan secara spiritual atau intelektual. Pengertian ini sesuai dengan yang dimaksudkan di sini, yaitu hiasan naskah yang bersifat abstrak yang bertujuan untuk memperterang atau mempercerah teks yang disajikan, yakni Al-Qur’an. Hiasan tersebut memiliki makna baik dari segi estetik (keindahan), sosial (kultural, identitas), maupun simbolis (ruhani, spiritualitas).
Dalam rangka melanjutkan tradisi pembuatan karya luhur tersebut, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia menyelenggarakan ‘Lomba Nasional Iluminasi Mushaf Al-Qur’an’. Lomba ini diharapkan dapat merangsang kreativitas para seniman muslim dalam melahirkan karya-karya seni mushaf yang indah dan berkarakter, sekaligus mencerminkan kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Kegiatan ini bertujuan untuk mencari karya-karya terbaik dalam seni hiasan mushaf di Indonesia, meningkatkan keterampilan para seniman mushaf, dan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni mushaf.
Lomba ini dibuka mulai tanggal 14 Agustus sampai 30 Oktober 2020. Pesertanya, masyarakat muslim berkewarganegaraan Indonesia, baik perorangan maupun kelompok.
Kegiatan ini melombakan satu paket kesatuan karya iluminasi yang terdiri atas:
- Sampul/kulit mushaf (depan, punggung, dan belakang)
- Iluminasi awal mushaf (menghiasi Surah al-Fatihah dan awal Surah al-Baqarah)
- Bingkai halaman teks Al-Qur’an
- Hiasan-hiasan tepi halaman (menghiasi tanda ‘ain ruku’, hizb, juz, manzil, waqaf lazim, dan sajdah)
- Kepala surah
- Tanda ayat
Karya akan dinilai dari motif ragam hias, komposisi warna, dan karakter ‘keindonesiaan’-nya oleh dewan juri yg terdiri dari para ahli seni mushaf, seni kriya, dan desain.
Dalam kegiatan ini, LPMQ menyediakan hadiah sebesar RP. 122.000.000,- untuk para pemenang yang akan diumumkan pada tanggal 13 November 2020, melalui website: www.bqmi.kemenag.go.id dan www.lajnah.kemenag.go.id. Untuk informasi lengkap, dapat dilihat dan diunduh di website tersebut.
Jakarta, 14 Agustus 2020
Kepala LPMQ
Dr. Muchlis M Hanafi, MA