Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat terus berupaya menghadirkan terjemahan Al-Qur’an yang sahih dan mudah dipahami bagi umat muslim Indonesia. Hal ini dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan pemahaman masyarakat muslim Indonesia terhadap kitab suci Al-Qur’an.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan dalam acara Ijtimak Ulama Al-Qur’an Tingat Nasional yang diselenggarakan LPMQ di Bandung, 8 Juli 2019 bahwa terjemahan dan tafsir Al-Qur’an mutlak diperlukan, mengingat masyarakat muslim Indonesia sebagian besar tidak memahami bahasa Arab yang merupakan bahasa Al-Qur’an.
"Al-Qur’an secara teks tidak pernah mengalami perubahan. Al-Qur’an adalah firman Allah yang sakral, sedangkan terjemahannya adalah hasil karya manusia yang bersifat profan. Setiap orang bisa berbeda-beda dalam menerjemahkan Al-Qur’an. Sebab, seperti kata Imam Ali, Al-Qur’an adalah hammâlun dzû wujûhin, memiliki banyak kemungkinan makna. Bahasa Al-Qur’an sangat unik, kaya kosakata dan makna, sehingga multi interpretasi. Artinya berpeluang untuk ditafsirkan secara beragam. Oleh karenanya, perbedaan yang terdapat dalam terjemahan Al-Qur’an yang ada di Indonesia seyogianya dipahami sebagai suatu bentuk keragaman, bukan untuk dipertentangkan," tandasnya.
Terjemahan Al-Qur’an, lanjut Menag, betapun bagus dan sempurnanya, tetap bukanlah Al-Qur’an. Terjemahan juga tidak dapat sepenuhnya menggambarkan maksud Al-Qur’an. Ia hanyalah sarana untuk memahami makna kata-kata, kalimat dan ayat Al-Qur’an. Itu pun masih harus diuji dan diperluas lagi pemahamannya melalui buku-buku tafsir. Tidak cukup untuk memahami Al-Quran hanya melalui terjemahan.
Menurut Menag, revisi dan penyempurnaan terjemahan Al-Qur’an bukan bermaksud untuk menunjukkan bahwa terjemahan Al-Qur’an yang telah diterbitkan sebelumnya tidak benar, namun sebagai respon terhadap perkembangan dinamika masyarakat dan bahasa Indonesia. MZA