Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bekerjasama dengan Ma’had Aliy Attaqwa KH. Noer Ali, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menggelar kegiatan Pembinaan Pentashihan Mushaf Al-Qur’an selama tiga hari, 28-31 Oktober 2019 di Pondok Pesantren Ataqwa Putri. Pada hari kedua diisi dengan tiga narasumber dari Lajnah, Dr. H. Muchlis M. Hanafi, MA, Dr. H. Zainal Arifin Madzkur, MA. dan H. Fahrur Rozi, MA.
Dr. H. Muchlis yang juga Kepala Lajnah dalam paparannya yang bertemakan Kebijakan Pentashihan Mushaf Al-Qur’an di Indonesia, menjelaskan ‘bahwa proses pentashihan mushaf Al-Qur’an di Indonesia adalah melalui proses yang cukup panjang dan mengacu pada Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia.’ Menurutnya, ‘Mushaf ini adalah produk asli dan hasil ijtihad para ulama Al-Qur’an Indonesia dari tahun 1974 s.d 1983 dan dijadikan pedoman penerbitan dan pentahihan Al-Qur’an di Indonesia. Salah satu ulama yang ikut berkontribusi dalam hal ini adalah al-Mughfurlah KH. Noer Ali, pendiri Pondok Pesantren Attaqwa Kabupaten Bekasi.’ Lebih lanjut, ia juga menegaskan bahwa sebagaimana mushaf-mushaf lain di dunia Islam, mushaf ini juga merujuk pada rasm usmani. Hanya saja di tahun-tahun perumusannya belum diberlakukan tarjih pada salah satu riwayat.
Narasumber kedua, Dr. H. Zainal Arifin Madzkur, MA, dengan tema Rasm Usmani dalam Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia, menambahkan, “Tarjih riwayat rasm dalam Mushaf Standar tadinya masih bercampur, ada yang sudah sesuai dengan riwayat al-Dani, Abu Dawud, Ibn al-Jazari dan ada yang tidak merujuk salah satu riwayat yang ada.” Untuk itu dalam rangkaian Mukernas Ulama Al-Qur’an 2018 yang diawali dengan Seminar Internasional 2016, 2017 dan beberapa kali digelar FGD di LPMQ para ulama menyepakati bahwa rasm usmani Mushaf Standar dikonsistenkan pada riwayat pada al-Dani.”
Sementara narasumber ketiga, H. Fahrur Rozi, MA yang menyampaikan tema “Dhabt dan Waqaf-Ibtida dalam Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia,” menjelaskan, “Banyak masyarakat yang tidak paham dan belum bisa membedakan antara rasm, harakat dan tanda baca.” Beberapa tanda baca Al-Qur’an seringkali dipersepsikan sebagai bagian dari rasm usmani. Hal ini sangat menyesatkan dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Lebih lanjut, Rozi menambahkan, “demikian pula dengan tanda-tanda waqaf. Tanda waqaf dalam mushaf-mushaf Al-Qur’an juga cukup beragam di berbagai cetakan mushaf Al-Qur’an. Semuanya adalah ijtihad dari para ulama untuk membantu para pembaca agar terhindar dari kesalahan dalam membaca Al-Qur’an.” Singkatnya, prinsip Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia adalah mengacu pada sistem yang memudahkan bagi masyarakat umum (taisir al-‘ammah). Demikian tutup kandidat doktor dari Institut PTIQ Jakarta ini. (znl)