Bekasi (09/10/20170 - Kajian pengembangan terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama telah memasuki sidang yang ke-8. Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Kepala LPMQ, Dr. Muchlis M. Hanafi, MA di Bekasi, Senin ((9/10) sore hari. Materi sidang yang dibahas adalah surah an-Nahl ayat 43 sampai pada surah al-Kahf ayat 74. Hasil pembahasan pada sidang ke-8 ini akan menggenapkan rangkaian hasil sidang-sidang sebelumnya menjadi 15 juz.
Rincian pembagian tugas sebagai berikut; 1. Dr. KH. Malik Madani, MA. surah an-Nahl 43-72, 2. Prof. Huzaimah T. Yanggo, MA. surah an-Nahl 73-93, 3. Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, MA, Surah an-Nahl 94-118. 4. Dr. H. Mansur Abbas Tamam, MA. Surah an-Nahl 119 hingga surah al-Isra 17, 5. Dr. Muchlis M. Hanafi, MA, surah al-Isra 18-49. 6. Dr. H. Amir Faishol, MA. surah al-Isra 50-75. M. Hum. 7. Prof. Rosihon Anwar, MA, surah al-Isra 76-104, 7. Dr. H. Abdul Ghofur Maemun, MA. Surah al-Isra 105-al-Kahf 20. 8. Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA, surah al-Kahf 21-45 dan 9. Dr. H. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Surah al-Kahf 46-74.
Format sidang mengikuti sidang sebelumnya yang terbukti lebih efektif. Tim dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok A dan Kelompok B. Pada setiap kelompok terdiri dari 5 orang pemakalah yang didampingi 2 orang pakar Bahasa Indonesia dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Selain bertugas menjadi penyelaras struktur Bahasa Indonesia, mereka juga bertugas me-review kesepakatan terjemahan hasil sidang. Drs. Purba M. Hum me-review surah al-Isra, Drs. Sriyanto, M. Hum me-review surah an-Nahl, dan Dr. Dora Amalia me-review surah al-Kahf.
Beberapa catatan yang menjadi kesepakatan tim pada sidang kali ini antara lain: terjemah kalimat walahum adzabun alim. Tim menyepakati terjemahannya menjadi “bagi mereka ‘ada’ azab yang pedih”. Ada penambahan kata “ada” sebagai predikat. Menurut Gaffar, dari tim Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “penambahan ini sesuai dengan struktur Bahasa Indonesia”. Selama ini kalimat dengan redaksi seperti ini diterjemahkan apa adanya (tanpa ada) “bagi mereka azab yang pedih”. “Penambahan ini tidak merubah makna. Tapi strukturnya lebih lengkap sesuai dengan Bahasa Indonesia”, jelas Gaffar.
Dalam menerjemahkan tim berusaha sesetia mungkin memaknai kata dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Hal itu tampak dalam menerjemahkan kata ‘kafaru’. Selama ini kata ‘kafaru’ diartikan dengan ‘kafir’. Pada sidang ini, tim merubah terjemah kata itu menjadi ‘kufur’ atau perilaku ingkar. Seperti kalimat ‘allazina kafaru’ diterjemahkan dengan ‘orang-orang yang kufur’. Sedangkan ‘kafir’ adalah pelakunya. Begitu juga, dengan kalimat yang memiliki padanan makna dalam idiom Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai mana idiom tersebut apa adanya tanpa merubah struktur. Karena idiom adalah baku. Seperti makna kalimat ‘syaraha bil kufri shadran’ diterjemahkan dengan ‘berlapang dada’ (bukan melapangkan dada) karena sudah menjadi idiom dalam Bahasa Indonesia. Idiom tidak bisa dirubah strukturnya, lebih jelasnya seperti contoh: bermuka badak, tidak bisa dirubah menjadi ‘memuka badak’.bp