Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ melanjutkan proses kajian penyusunan Tafsir Ekologi, sebuah karya tafsir tematik yang memadukan nilai-nilai Al-Qur’an dengan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Proses ini telah memasuki tahap pembahasan makalah tim penulis. Kegiatan dilaksanakan dalam Focus Group Discussion (FGD), Selasa, ( 08/07/2025) di Jakarta Timur.
FGD tersebut menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Dr. Abbas Mansur Tamam dan Dr. Saiful Bahri, MA, serta dihadiri oleh Kasubbag Tata Usaha LPMQ, Muhammad Musadad, MA, mewakili Kepala LPMQ. Seluruh tim penulis dari Jabatan Fungsional Pengembang Tafsir (JF PTQ) turut hadir dalam kegiatan ini.
Dalam sambutannya, Musadad menjelaskan bahwa penyusunan Tafsir Ekoteologi merupakan amanat langsung dari Menteri Agama. Buku tafsir ini diberi judul “Tafsir Ayat-Ayat Ekologi: Membangun Kesadaran Ekoteologis Berbasis Al-Qur’an”.
“Ini adalah karya resmi pertama dari JF PTQ sebagai tim penulis. Karya ini menjadi bukti eksistensi JF PTQ sekaligus langkah awal menuju karya-karya tafsir lainnya di masa depan,” ujar Musadad.
Dr. Abbas Mansur Tamam dalam sesi masukan menekankan urgensi kehadiran tafsir ini di tengah krisis lingkungan global. Menurutnya, selama ini kajian ekologi umumnya bersifat sekuler dan jarang disentuh dari perspektif agama.
“Hadirnya buku ini menjadi terobosan baru. Di dalamnya, sentuhan religius ikut memberi solusi atas problem-problem ekologis,” jelas Abbas.
Abbas juga mengusulkan agar buku ini diperkuat dengan satu bab khusus tentang ekologi, yang membahas konteks sosio-ekologis ayat-ayat Al-Qur’an secara lebih mendalam.
“Setelah membahas makna ayat dan mufradat, perlu ada pembahasan konteks sosio-ekologis. Untuk memperkaya isi, tim penulis bisa merujuk pada hasil-hasil kajian kontemporer,” tambahnya.
“Dan yang paling penting, topik-topik yang diangkat harus menyentuh aspek afektif pembaca, bukan sekadar naratif,” tegas Abbas.
Ia berharap Tafsir Ekoteologi mampu menggugah kesadaran umat Islam bahwa menjaga lingkungan (hifzhul biah) bukan hanya masalah teknis atau kebijakan, tetapi merupakan bagian dari panggilan iman.
“Merawat alam adalah bagian dari maqashid syariah. Buku ini bisa menjadi kontribusi penting dari para ulama terhadap kondisi krisis lingkungan yang kini dihadapi dunia,” tandasnya.
Sementara itu, Dr. Saiful Bahri, MA menyoroti pentingnya pemilihan istilah yang tepat dalam buku tafsir tersebut. Ia menyarankan agar istilah “melestarikan lingkungan” diganti menjadi “memuliakan lingkungan”, yang memiliki makna lebih dalam dan progresif.
“Istilah memuliakan lingkungan sudah digunakan oleh MUI sejak 2010. Konservasi sifatnya defensif, dari lima tetap lima. Tapi memuliakan, dari lima bisa menjadi tujuh atau delapan. Ada nilai tambah,” jelas Saiful.
Ia juga menekankan pentingnya perspektif yang seimbang dalam melihat alam. Bagi Saiful, interaksi manusia dengan alam harus didasari pada prinsip keseimbangan dan penghormatan terhadap ciptaan Tuhan.
“Allah memerintahkan manusia untuk berinteraksi terbaik dengan alam. Semakin baik kualitas interaksinya, semakin tinggi pula kualitas manusia itu. Alam harus dimuliakan agar tetap terjaga bagi generasi mendatang,” pungkasnya.