Jakarta, 8 Oktober 2025 — Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama menerima kunjungan Rihlah Ilmiyah dan audiensi pentashihan Mushaf Al-Qur’an dari Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor. Kegiatan ini diikuti oleh 30 mahasiswa dan dua dosen pembimbing dari Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT).
Rombongan mahasiswa dikawal langsung oleh Dr. Ilham Habibullah, M.Ag. dan Mahmud Rif’anudin, M.Ag.. Sementara pihak LPMQ diwakili oleh H. Bagus Purnomo, M.A., dan Dr. Zainal Arifin Madzkur, M.A., dengan Muhammad Azhar Fuadi bertindak sebagai moderator.
Dalam sambutannya, Dr. Ilham menjelaskan bahwa mahasiswa IAT diharapkan mampu memperdalam dan memfokuskan diri dalam kajian ilmu Al-Qur’an. “Melalui kunjungan dan audiensi pentashihan Mushaf Al-Qur’an ini, kami berharap para mahasiswa dapat memahami bahwa ilmu Al-Qur’an memiliki kekhasan dan potensi besar untuk terus dikembangkan. Sehingga lulusan IAT tidak hanya dikenal sebagai modin (tukang doa), tetapi juga sebagai cendekiawan yang memahami seluk-beluk ilmu Al-Qur’an,” ujarnya.
Sementara itu, H. Bagus Purnomo memaparkan kiprah LPMQ dalam berbagai bidang, mulai dari kajian Al-Qur’an untuk masyarakat umum hingga layanan bagi penyandang disabilitas. “Saya berharap kelak ada alumni Gontor yang dapat mendirikan pondok pesantren modern bagi penyandang disabilitas,” tuturnya.
Pada sesi berikutnya, Dr. Zainal Arifin Madzkur menjelaskan tentang peran LPMQ dalam menjembatani penggunaan Rasm Utsmani dan Imlai di lembaga-lembaga pendidikan Al-Qur’an di Indonesia. Ia menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pihak: LPMQ sebagai fasilitator, para ulama sebagai sumber otoritatif pengajaran, dan masyarakat sebagai pengguna.
“Semua pihak harus berpadu untuk menjaga kesinambungan transmisi Al-Qur’an. Apa yang ditetapkan pemerintah, setelah mendapatkan restu para ulama melalui forum Mukernas, perlu diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Zainal mencontohkan adanya kesalahpahaman di kalangan pemerhati Al-Qur’an yang menganggap tanda baca dan harakat merupakan bagian dari Rasm Utsmani. Ia menjelaskan, tanda seperti kepala ‘ain untuk hamzah qatha’, kepala shad untuk hamzah washal (pada Mushaf Madinah), atau perbedaan titik pada huruf qaf dan fa di Mushaf Maroko hanyalah variasi tanda baca (dhabt), bukan bagian dari rasm itu sendiri.
“Secara ilmu Al-Qur’an, rasm sejatinya hanyalah jism al-harf (batang tubuh huruf) tanpa titik dan harakat. Jadi, perbedaan tanda baca dan titik bukan perbedaan rasm, melainkan hanya keragaman dalam sistem penandaan,” pungkasnya. (Znl)