Perpustakaan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) kembali menghidupkan semangat literasi dengan menggelar Bedah Buku berjudul Rekonstruksi Penulisan Hamzah dalam Mushaf Standar Indonesia pada Senin, 25 Agustus 2025. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal, Ibu H. Liza Mahzumah, yang hadir mewakili Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Dalam sambutannya, Ibu Liza menyampaikan bahwa kegiatan bedah buku merupakan ikhtiar Perpustakaan LPMQ untuk menumbuhkan budaya literasi di lingkungan internal pegawai, sekaligus membuka ruang interaksi literasi yang lebih luas bersama masyarakat. Menurutnya, kegiatan ini menjadi salah satu upaya untuk menghadirkan inovasi sekaligus memperkuat tradisi akademik di tengah keterbatasan anggaran.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kegiatan ini tidak menggunakan dana APBN seiring kebijakan efisiensi pemerintah. Namun, kondisi tersebut tidak menyurutkan semangat LPMQ untuk tetap berinovasi. Justru keterbatasan ini menjadi pemicu untuk lebih kreatif, kolaboratif, dan produktif dalam menghidupkan tradisi literasi Al-Qur’an.
Pada kesempatan ini, hadir sebagai narasumber utama penulis buku, Dr. Deni Hudaeny Ahmad Arifin, Lc., MA. Kehadiran beliau dinilai sangat berharga karena peserta dapat langsung menyimak penjelasan akademik mendalam yang dituangkan dalam bukunya. Diskusi ini berlangsung interaktif dengan dipandu oleh moderator, Nur Azka Inayatussahara, S.Ag., yang juga merupakan Duta Baca Perpustakaan LPMQ.
Dalam paparannya, Dr. Deni menjelaskan bahwa buku tersebut lahir dari sebuah pertanyaan mendasar: “Bagaimana rekonstruksi penulisan hamzah pada mushaf standar Indonesia perspektif al-Dani dan Abu Dawud?” Untuk menjawab pertanyaan itu, ia membagi pembahasannya ke dalam beberapa bagian, antara lain diskursus penulisan hamzah dan rasm Usmani dalam Mushaf Al-Qur’an, kaidah penulisan hamzah menurut perspektif al-Dani dan Abu Dawud, konstruksi penulisan hamzah dalam mushaf standar Indonesia, serta formulasi rekonstruksi penulisan hamzah yang relevan dengan konteks kekinian.
Lebih jauh, Dr. Deni mengulas persamaan dan perbedaan pandangan al-Dani dan Abu Dawud terkait penulisan huruf hamzah dalam mushaf. Pandangan keduanya, menurutnya, memiliki pengaruh besar terhadap praktik penulisan mushaf, termasuk di Indonesia. Diskusi tersebut menyoroti pentingnya upaya penyelarasan penulisan hamzah dengan kaidah rasm Utsmani, sekaligus memperhatikan keterbacaan dan pemahaman umat.
Buku ini juga memotret langkah-langkah Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dalam mengharmonisasikan aspek klasik keilmuan dengan kebutuhan praktis masyarakat modern. Upaya ini diharapkan mampu menjaga otentisitas mushaf, namun tetap memberikan kemudahan bagi umat Islam Indonesia dalam membaca dan memahami Al-Qur’an.
Menutup paparannya, Dr. Deni menegaskan bahwa tulisan dalam mushaf pada hakikatnya adalah sarana bantu untuk menjaga bacaan Al-Qur’an. Ia menekankan, “Tulisan Qur’an itu alat bantu penunjang bacaan Al-Qur’an; yang paling utamanya itu adalah talaqqi.” Pernyataan ini meneguhkan pentingnya tradisi pembelajaran Al-Qur’an secara langsung dari guru kepada murid dalam menjaga kemurnian bacaan.
Kegiatan yang berlangsung secara hibrid ini diikuti oleh 197 peserta melalui platform Zoom, serta peserta yang hadir langsung di Perpustakaan LPMQ. Antusiasme peserta tampak dari kehadiran perwakilan berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Papua, Aceh, Banjarmasin, Bengkulu, Lampung, Tellulimpoe, Jombang, Pekalongan, hingga Wonosobo. Kehadiran mereka dari Sabang hingga Merauke menjadi bukti bahwa semangat literasi Al-Qur’an mampu menyatukan dan menggugah antusiasme masyarakat luas.