Jakarta – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dr. Aris Adi Laksono, menegaskan bahwa terapi berbasis spiritual, khususnya melalui Al-Qur’an, bisa menjadi bentuk rehabilitasi yang efektif bagi penyandang disabilitas dan anak berkebutuhan khusus.
Pernyataan tersebut disampaikan Aris saat menghadiri kegiatan belajar kaligrafi Al-Qur’an untuk penyandang disabilitas yang digelar di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, Kamis (28/8/2025). Acara ini merupakan kerja sama antara Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal dengan Yayasan Al-Madina Abdi Nusantara.
Menurut Aris, kegiatan melukis kaligrafi tidak hanya melatih keterampilan seni, tetapi juga menguatkan aspek spiritual dan mental peserta. “Kegiatan ini luar biasa karena ada kepedulian kepada sesama, khususnya kepada kelompok disabilitas, anak berkebutuhan khusus, dan kelompok rentan. Nilai ini sejalan dengan ajaran agama dan juga amanah undang-undang,” ujarnya.
Aris mencontohkan kisah dalam Surah Abasa, ketika Allah menegur Nabi Muhammad SAW karena kurang memerhatikan sahabat tunanetra, Abdullah bin Ummi Maktum. “Hal ini menunjukkan betapa besar perhatian Allah terhadap kelompok disabilitas. Maka kepedulian seperti yang dilakukan LPMQ hari ini menjadi sangat penting,” tambahnya.
Lebih lanjut, Aris menjelaskan bahwa kepedulian terhadap disabilitas bukan hanya perintah agama, tetapi juga mandat konstitusi. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa anak disabilitas berhak mendapatkan rehabilitasi, pemulihan, dan pendampingan baik secara fisik, psikis, maupun mental.
“Dengan dilatih kaligrafi, artinya minat dan bakat anak disabilitas dioptimalkan. Itu bagian dari hak yang wajib dipenuhi negara,” tegasnya.
Kegiatan ini resmi dibuka oleh Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ), Abdul Aziz Sidqi, dan dihadiri sejumlah pejabat LPMQ serta Ketua Yayasan Al-Madina Abdi Nusantara, Uum Uminarti.
Sebanyak 21 peserta mengikuti pelatihan dengan latar belakang yang beragam: 12 tunarungu, 6 tunagrahita, 1 autisme, dan 2 tunadaksa. Mereka dipandu langsung oleh Saifuddin, juara nasional Kaligrafi Digital dari LPMQ.
Uum Uminarti menyampaikan apresiasinya atas antusiasme para peserta. “Anak-anak disabilitas yang mendapat perhatian akan tumbuh menjadi manusia yang berdaya dan kelak mengambil peran di tengah masyarakat,” ujarnya.
Komisioner KPAI juga menekankan bahwa Al-Qur’an bukan hanya kitab suci, tetapi juga syifa (penyembuh). Anak-anak disabilitas yang terbiasa menulis dan membaca Al-Qur’an akan memiliki mental yang lebih kuat, kepekaan sosial yang tinggi, serta kemampuan bergaul yang lebih baik.
“Salah satu nilai inklusi adalah tidak membatasi pergaulan anak disabilitas dengan anak-anak lain. Karena itu KPAI mendorong adanya sekolah inklusi. Penelitian membuktikan, anak disabilitas yang bergabung dengan anak reguler tumbuh kembangnya lebih baik, apalagi jika dibarengi dengan nilai-nilai Al-Qur’an,” jelas Aris.
Ia menambahkan, KPAI sudah menyampaikan kepada Komisi Nasional Disabilitas (KND) agar lebih banyak menggelar kegiatan serupa dan melibatkan lembaga fundraising nasional. “Dengan begitu, kegiatan pelatihan berbasis Al-Qur’an ini bisa berkelanjutan dan menjangkau lebih banyak anak disabilitas di Indonesia,” pungkasnya.