Dalam Focus Group Discussion (FGD) kegiatan Pengembangan Aplikasi Jendela Al-Qur'an di Gedung Bayt Al-Qur'an, Jakarta, mengemuka wacana isu terkait disrupsi teknologi. Kegiatan yang digagas LPMQ bekerja sama dengan penerbit Al-Qur'an Cordoba, Bandung, bertujuan untuk mengembangkan aplikasi Al-Qur'an Kemenag for Android yang selama ini perlu ditingkatkan layanannya.
Soddaq selaku wakil dari Cordoba mengawali paparannya menyampaikan bahwa disrupsi teknologi harus kita lihat sebagai peluang, bukan ancaman. "Teknologi adalah opportunity (peluang) bukan thread (ancaman). Walaupun ada dampak negatif di dalamnya. Teknologi membuat dakwah semakin mudah, menjangkau dunia dan massif. Tak terkecuali bagi LPMQ yang selama ini fokus di bidang Al-Qur'an. Lebih mudah memasyarakatkan Al-Qur'an," ungkapnya sambil menampilkan slide makalah.
Secara bahasa, kata disrupsi berasal bahasa Inggris disruption, artinya gangguan atau kekacauan. Masalah yang mengganggu sebuah peristiwa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai dengan hal tercerabut dari akarnya. Secara praktis, disrupsi teknologi adalah perubahan berbagai sektor kehidupan akibat dari cepatnya kemajuan teknologi.
Dalam sebuah kesempatan, Dr. Muchlis M. Hanafi, MA selaku Kepala LPMQ menyampaikan, disrupsi teknologi tidak hanya berdampak pada ekonomi. Seperti yang terjadi pada tutupnya beberapa media cetak yang digantikan media digital. Bergantinya layanan transportasi darat: taksi dan ojek pangkalan yang digantikan oleh aplikasi online. Disrupsi juga berdampak dalam bidang agama.
Muchlis memberikan contoh, dulu ketika seseorang ingin bertanya soal agama, mereka akan bertanya kepada ulama, kiai atau ustad yang kompeten di bidang agama. Tetapi, saat ini, hal itu mulai beralih. Masyarakat akan langsung mencari jawabannya melalui mesin Google. Contoh lainnya, soal otoritas keagamaan, dulu yang disebut dengan ulama adalah mereka yang betul-betul memahami agama, jebolan pesantren, lulusan universitas Timur Tengah dan dikenal betul ilmu keagamaannya. Suara mereka didengar dan dinanti umat. Namun, dalam era disrupsi ini, kondisi itu berbeda. Otoritas keagamaan lebih ditentukan oleh berapa banyak follower dan jumlah 'like' seseorang di akun media sosialnnya. Gelar akademik seperti profesor, doktor, magister agama, lulusan universitas Al-Ahzar, alumni jamiah Islamiyah Madinah atau jebolan pesantren. Semua itu tidak lagi dipertimbangkan.
Kenyataan ini tidak dapat dihindari. LPMQ melihatnya sebagai peluang, bukan ancaman. Oleh sebab itu, sejak tahun 2016 LPMQ telah mengembangkan berbagai aplikasi Al-Qur'an untuk memperluas jangkaun layanannya kepada masyarakat, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Saat ini, ada beberapa aplikasi yang telah disiapkan LPMQ untuk mewadahi hasil-hasil kajian Al-Qur'an dan layanan Al-Qur'an seperti Aplikasi Quran Kemenag bagi masyarakat yang ingin membaca dan memahami Al-Qur'an via smart phone, website Pustaka Lajnah berisi buku-buku hasil kajian LPMQ dalam bentuk pdf. Bisa didownload gratis pada alamat pustakalajnah.kemenag.id. Ada juga layanan Tashih Online untuk penerbit yang akan menashihkan Al-Qur'an, juga untuk masyarakat yang akan melaporkan soal Al-Qur'an. Bagi kalangan disabilitas netra, LPMQ telah menyiapkan layanan E-Publikasi. Untuk pengkaji manuskrip Nusantara telah disiapkan website pangkalan data Mushaf Nusantara, seamushaf.kemenag.go.id, berisi informasi mengenai manuskrip Al-Qur'an, mushaf cetak, digital, dan Braille. [bp]