Pada 26-28 November 2019 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) menggelar sidang reguler pentashihan mushaf Al-Qur’an yang terakhir untuk tahun anggaran 2019. Dalam sambutannya, Dr. H. Muchlis M. Hanafi, Kepala LPMQ menjelaskan beberapa hal penting, terkait empat tahapan penyalinan mushaf, kompetensi pentashih, maupun pengembangan mushaf Al-Qur’an Standar.
Dalam paparannya terkait tahapan penyalinan mushaf Al-Qur’an, Muchlis mengingatkan adanya empat tahapan penting dalam sejarah penyalinan Al-Qur’an, yaitu masa Nabi, masa Usman, masa para penyalin (an-nussakh) dan masa digital. Pada masa awal, Al-Qur’an disalin dengan media seadanya. Masa Usman tuntutan berbeda, perbedaan qira’at menuntut Sang Khalifah membuat standar baru dalam penyalinan, masa para penyalin (an-nussakh) ini adalah masa yang paling panjang, dari masa ini juga manuskrip kuno Al-Qur’an juga sampai ke Nusantara sebelum munculnya era percetakan Al-Qur’an, dan era digital di mana para pembaca Al-Qur’an sudah mulai beralih dari mushaf cetak ke elektronik. Lebih lanjut ia menjelaskan, dari sekian fase di atas yang lebih rumit adalah era terakhir, era digital. Di masa ini mushaf Al-Qur’an cetak sudah mulai tergerus dengan mushaf digital dan beberapa dampaknya adalah hilangnya sakralitas Al-Qur’an.
Terkait kompetensi pentashih, Muchlis berharap bahwa lahirnya Jabatan Fungsional (JF) Pentashih semoga bisa berdampak pada kesejahteraan para pentashih dari negara dan perkembangan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang selama ini banyak tidak berkembang di PTAI dan pondok-pondok pesantren Al-Qur’an. Literatur-literatur terkait rasm, dhabt dan waqf-ibtida harus dikembangkan dan dihidupkan kembali. Para pentashih selain disyaratkan hafal Al-Qur’an 30 juz juga harus mengetahui literatur-literatur primer dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an tersebut, dan hal ini harus dijadikan kompetensi dasar pada JF Pentashihan. Jangan sampai para pentashih tidak menguasai disiplin ilmu-ilmu tersebut.
Lebih lanjut Muchlis menegaskan bahwa untuk Rasm Usmani, Mushaf Standar Indonesia insya-Allah sudah bagus. Karena proses kajiannya yang cukup lama, dari 2016-2018 dan berujung pada lahirnya ta’rif pada cetakan 2019. Hanya untuk tanda baca, harakat dan tanda waqaf saya kira perlu dilakukan kajian selanjutnya yang perlu dikembangkan. Hal ini penting agar mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia benar-benar dapat berdiri kokoh sebagaimana mushaf-mushaf lain di dunia Islam.