Membaca Al-Qur’an itu adalah kewajiban bagi semua umat Islam, tak terkecuali untuk Penyandang Disabiltas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW). Huruf hijiayah itu sudah ada bentuknya, termasuk juga harakat dan tanda bacanya. Namun, bagaimana memvisualkan huruf-huruf tersebut bagi teman-teman Tuli. Inilah salah satu alasan buku pedoman membaca Al-Qur’an Isyarat ini dibuat. Demikian penjelasan Al-Islamabad (Kak Dadial), salah satu narasumber acara Webinar Bedah Buku Pedoman Membaca Mushaf Al-Qur’an yang diselenggarakan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ), 21 Juni di Jakarta.

Sebagai salah satu penyusun, Kak Dadial menjelaskan bahwa buku pedoman ini disusun berdasarkan penelitian dan praktik langsung pada lembaga pendidikan Al-Qur’an bagi teman-teman Tuli di tempatnya. Karena itu, pada acara yang diselenggarakan secara luring dan daring ini, Dadial menegaskan, bahwa belajar Al-Qur’an Isyarat itu sama dengan orang-rang dengar pada umumnya, yakni harus dengan sanad. Artinya, harus ada guru yang memandu untuk mengajarkannya.  

Nur Indah Harahap, narasumber lain di acara ini menjelaskan, bahwa buku pedoman ini memuat tiga metode dalam membaca Al-Qur’an isyarat, yakni dengan metode kitabah, tilawah, dan metode oral. Metode ini dibuat dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing lembaga dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada peserta didiknya. Masing-masing punya perbedaan.  

“Metode kitabah, yaitu mengisyaratkan semua hurufnya. Cara mengejanya dengan huruf-perhuruf, berikut harakatnya. Dan acuannya adalah Mushaf Standar Indonesia (MSI) Kementerian Agama,” jelas Indah.

Penggunaan metode ini memang tidak semuanya dijelaskan dalam buku pedoman, karena, dalam paparan M. Azwar Hairul, M.Ag, terdapat metode lain yang dipakai Teman Tuli, mislanya mengisyaratkan kata seperti halnya Bisindo di Indonesia. Saran demikian dan masukan lain sangat diharapakan agar buku pedoman ini menjadi lebih baik lagi. [Mus]