Kepala LPMQ Suarakan Keberpihakan Kepada Kaum Disabilitas di Universitas PTIQ

Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ), Abdul Aziz Sidqi, M.Ag menyatakan sudah saatnya akademisi kampus terlibat dalam pemberian layanan pendidikan dan keagamaaan kepada penyandang disabilitas.

“Selama ini, yang aktif mendampingi penyandang disabilitas, khususnya kaum Tuli, adalah teman-teman dari Jamaah Tablig, akan lebih bagus lagi bila alumni-alumni Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) turut terlibat,” kata Aziz dalam kegiatan Penguatan Moderasi Beragama dalam Perspektif Al-Qur’an, Kerjasama LPMQ dengan Universitas PTIQ, Senin (06/03) di Jakarta Selatan.

Dikatakan Aziz, pemberian layanan yang setara kepada kaum disabilitas adalah amanah Undang-undang No. 8 Tahun 2016. Lebih dari itu, menurutnya, keberpihakan kepada mereka adalah bagian dari penerapan nilai-nilai moderasi beragama.

Sejak tahun 1984, Kementerian Agama, telah mulai memberikan layanan literasi keagamaan kepada tunanetra dengan menetapkan mushaf Al-Qur’an Braille sebagai salah satu Mushaf Standar Indonesia. Dan sejak tahun 2020 hingga sekarang, melalui LPMQ, Kemenag memberikan layanan kepada Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW) atau kaum Tuli dengan menerbitkan Pedoman Membaca Mushaf Al-Qur’an Isyarat, Al-Qur’an Isyarat dalam bentuk cetak, Al-Qur’an Isyarat juz 30 versi Android, menyusun kamus isyarat, dan audio visual pembelajaran dasar-dasar keagamaan untuk kaum Tuli.

“Terus terang, kami terlambat memberi layanan untuk kaum Tuli. Tapi, sejak tahun 2020 hinga sekarang kami berupaya memberi layanan terbaik,” ungkap Aziz dalam kegiatan yang dihadir narasumber antara lain, Prof. Dr. Darwin Hude, M.Si, Dr. Ali Nurdin, MA, dan Prof. Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc, CFP.

Tentang moderasi beragama, Aziz menekankan pentingnya memahami empat indikator moderasi beragama, yaitu Komitmen kebangsaan, Toleransi, Anti Kekerasan, dan Penerimaan Terhadap Tradisi dan budaya lokal. Terkait indikator keempat, menurutnya, sebagai orang beragama bukan berarti harus anti tradisi atau budaya lokal, selama tidak bertentangan dasar-dasar agama.

Sementara itu, menurut Darwis Hude, moderasi beragama bukan sekadar membahas soal toleransi. Toleransi hanyalah salah satu indikator moderasi. Adapun penguatannya, harus bergerak di semua ekosistem, mulai dari rumah tangga, lingkungan pendidikan, birokrasi, dunia bisnis dan lainnya.

Adapun Ali Nurdin mengatakan, untuk menjadi moderat seseorang harus berilmu, berbudi, dan berhati-hati. Menurutnya, penyataan itu ia kutip dari Prof. Dr. Quraish Shihab, MA ketika menjelaskan prinsip-prinsip menjadi moderat.

“Kalau mau menjadi moderat, ya, harus berilmu dulu. Kalau sudah berilmu, akhlaknya harus baik; tidak boleh sombong. Kemudian harus berhati-hati dalam bertindak dan bersikap. khususnya dalam berbicara, terlebih komentar di media sosial; jangan sembarangan, kalau tidak mengerti tidak usah bicara,” jelasnya. [BP]

Editor: Mustopa

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved