Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ), Dr. Muchlis M. Hanafi, MA, menghadiri kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun Pembinaan Bahasa Isyarat yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mengawali paparannya sebagai narasumber, Muchlis memulai dengan menyampaikan keterlibatan Kementerian Agama dengan penyandang disabilitas. “Pada tahun 1979 Kemenag menfasilitasi penyusunan Al-Qur’an Braille bagi Penyandang Disabilitas Netra. Melalui KMA No. 25 tahun 1984 ditetapkan Al-Qur’an Braille sebagai Mushaf Standar Indonesia. Pada tahun 2010, melalui LPMQ, Kemenag menfasilitasi kajian penyempurnaan Al-Qur’an Braille. Kegiatan itu terus dikembangkan dengan menyusun terjemahan Al-Qur’an dan pedoman membaca Al-Qur’an Braille,” paparnya pada hari Rabu, (23/06) di Bogor.
“Selain literasi dalam bentuk cetak, LPMQ juga mengembangkan literasi dalam bentuk digital bekerja sama dengan Yayasan Mitra Netra, Jakarta Selatan,” tambahnya di hadapan peserta kegiatan yang terdiri dari guru-guru SLB, Perkumpulan JBI Indonesia, Majlis Taklim Tuli Indonesia, Pegawai Direktorat PMPK, dan penggiat pendidikan tuli lainnya.
Hubungan LPMQ dengan Direktorat PMPK dimulai pada tahun 2020. Hubungan itu terjalin karena ada kegiatan yang beririsan antara LPMQ dan Direktorat PMPK terkait layanan untuk Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW).
Pada tahun 2021 LPMQ mulai menyusun kosa isyarat Al-Qur’an sedangkan Direktorat PMPK sudah menyusun kosa isyarat untuk PDSRW. Setidaknya ada 3000 kosa isyarat yang sudah disusun. Tetapi kosa isyarat keagamaan, belum terakomodir secara penuh. Di titik inilah LPMQ akan bersinergi dengan Direktorat PMPK. “LPMQ akan mengisi substansi keagamaan, dan Direktorat PMPK dengan timnya sebagai perumus isyaratnya,” terang Muchlis menguraikan pembagian peran kedua lembaga.
Dalam kesempatan itu Muchlis juga memaparkan beberapa kegiatan yang saat ini dilakukan LPMQ untuk PDSRW antara lain: Menyusun kosa isyarat Al-Qur’an yang dimulai dari kosa isyarat huruf hijaiyah dengan berpedoman pada Arabic Sign Language, membuat video edukasi dasar-dasar agama Islam dalam bahasa isyarat, dan menyusun tafsir tematik moderasi beragama untuk penyandang disabilitas.
Terkait penyusunan kosa Isyarat Al-Qur’an, Muchlis menegaskan, bahwa Kemenag, dalam hal ini dilaksanakan oleh LPMQ berkedudukan sebagai fasilitator. “Yang merumuskan dan menyepakati kosa isyaratnya adalah yang menggunakan. Kami (Kemenag) hanya menfasilitasi,” tegasnya berulang.
Sebelum mengakhiri paparannya, Muchlis berharap, untuk kosa isyarat Al-Qur’an tidak ada perselisihan antara SIBI dan BISINDO. “Tolonglah, untuk kosa isyarat Al-Qur’an satu saja. Jangan ada yang bebeda,” pintanya tulus. [bp]