LPMQ Susun Kosa Isyarat Keislaman untuk Penyandang Tuli

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) meneruskan komitmen keberpihakannya kepada penyandang tuli dengan menyusun Kamus Kosa Isyarat Keislaman.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Koordinator Bidang Pengkajian Al-Qur'an, H. Abdul Aziz Sidqi, MA, dalam kegiatan fullday Kajian Kamus Kosa Isyarat Keislaman, Selasa, (22/3) di Jakarta Selatan.

"Sebelumnya, di tahun 2021, LPMQ telah menyelesaikan penyusunan pedoman membaca Al-Qur'an untuk tuli; berupa huruf-huruf hijaiyah dan sistem harakatnya dalam bahasa isyarat. Dan di tahun ini kita akan melanjutkan dengan menyusun Kamus Kosa Isyarat Keislaman," kata Aziz melanjutkan.

Dalam pelaksanaannya, LPMQ berkolaborasi dengan berbagai pihak yang selama ini konsen memberikan pelayanan pendidikan kepada Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW), seperti: komunitas tuli, guru-guru SLB, ataupun Direktorat PMPK Kemendikbud Ristek.

"Dalam pelaksanaan kegiatan ini, LPMQ tidak bekerja sendirian. LPMQ bersinergi dengan berbagai pihak yang kompeten di bidang ini, antara lain: Direktorat PMPK Kemendikbud Ristek, komunitas tuli, guru-guru agama SLB, dan berbagai lembaga penyedia layanan pendidikan untuk tuli. Karena dalam hal ini, posisi LPMQ adalah sebagai fasilitator," terang Aziz.

Di sesi paparan materi, Dr. Nur Indah Harahap, selaku narasumber menyilahkan putrinya bernama Basimah, seorang penyandang tuli, menyampaikan apa urgensi penyusunan kamus kosa isyarat bagai mereka?

Menurut Basimah, ada tiga alasan pokok: pertama, kosa isyarat keagamaan adalah jembatan bagi penyandang tuli untuk memahami atau mendalami agama. Kedua, banyak istilah-istilah keislaman yang sudah dihimpun dalam kamus orang-orang dengar, tetapi untuk orang tuli sangat sedikit sekali.

"Seperti kata yatim, silaturrahim, bahkan kata mushaf juga tidak ada. Orang tuli tidak mengerti makna kata-kata itu, yang bagi orang dengar sangat lumrah. Maka, kosa isyarat keislaman harus segera dirumuskan dan disepakati," pinta Basimah.

Ketiga, sejak di sekolah, ada pembedaan pengajaran antara siswa tuli dengan siswa dengar. Siswa tuli tidak diajarkan secara menyeluruh ajaran agama Islam.

"Saya diajari salat, tapi tidak diajarkan bacaannya. Saya disuruh berpuasa, tapi tidak dijelaskan apa tujuannya. Dalam belajar Al-Quran, saya tidak diajari tajwidnya," kata Basimah mengisahkan beberapa perlakuan berbeda sewaktu dia di sekolah.

Narasumber lain, bapak Rama Syathi, dari Majlis Ta'lim Tuli Indonesia (MTTI) menggaris bawahi, kosa isyarat yang akan disusun harus berprinsip mudah: mudah pahami, mudah dipraktikkan. Dan dalam perumusannya, Rama menyarankan agar LPMQ melibatkan berbagai pihak, antara lain: orang tuli, Juru Bahasa Isyarat (JBI), dan Ulama.

Di sesi akhir, Aziz menyampaikan beberapa poin yang disepakati forum: pertama, LPMQ adalah fasilitator, dalam pelaksanaan harus melibatkan banyak pihak. Kedua, untuk kosa isyarat keagamaan disepakati satu versi saja, tidak ada versi-versi isyarat. Seperti dalam kosa isyarat Al-Qur'an. Dan kesepakatan ini menjadi kesepakatan bersama. Ketiga, model penyusunan akan dilakukan menyusun secara tematik, dimulai dari konsep-konsep yang paling dasar dalam agama Islam.[bp]

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved