Kairo (30/04/18) – Di Indonesia salah satu tahapan proses penerbitan Al-Qur’an harus melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ). Proses pentashihan di LPMQ merupakan tahapan penting untuk memastikan kesahihan setiap mushaf Al-Qur’an yang akan diterbitkan. Penerbit dapat mencetak dan mengedarkan mushaf Al-Qur’an setelah mengatongi surat tanda tashih dari LPMQ. Hal sama juga berlaku di Mesir. Para penerbit harus mendapatkan surat tanda tashih dari Lajnah Muraja’ah Masahif sebelum mencetak dan mengedarkan mushaf Al-Qur’an.
Pada Senin (30/04/18) tim LPMQ yang terdiri dari Fakhrur Rozi, Zaenal Arifin dan Ahmad Jaeni berkesempatan bertemu dengan tim Lajnah Muraja’ah Masahif di kompleks Majma’ al-Buhus Al-Islamiyah Kairo. Didampingi Syekh Abdul Karim selaku ketua Lajnah, tim diperkenalkan dengan sejumlah anggota Lajnah yang pada saat itu sedang melakukan sidang. Sidang pentashihan sendiri digelar oleh Lajnah Muraja’ah seminggu sekali pada setiap hari Senin.
Lajnah Muraja’ah Masahif beranggotakan 20 pentashih. Menurut Syekh Abdul Karim, setiap anggota Lajnah harus mempunyai kapasitas keilmuan Al-Qur’an terutama terkait dengan rasm, dabt, waqaf wa ibtida’, qira’at dan sejumlah keilmuan permushafan lainnya. Untuk itu, proses seleksi untuk menjadi anggota Lajnah dilakukan secara ketat, baik dari sisi teori maupun praktiknya. Uniknya, masa bakti sebagai anggota Lajnah Muraja’ah tidak dibatasi usia, hingga seumur hidup.
Mekanisme pentashihan yang dilakukan di Lajnah Muraja’ah tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan di LPMQ. Naskah yang diajukan oleh penerbit dibagikan ke seluruh pentashih. Proses pentashihan dilakukan secara berulang dan bersilang. Satu naskah yang telah dibaca oleh satu pentashih, kemudian diperiksa lagi oleh pentashih lainnya. Pentashih tahap pertama, kedua dan ketiga, masing-masing menggunakan warna pena yang berbeda untuk menandai perbedaan hasil koreksian. Tidak ada batas waktu yang dibutuhkan untuk mentashih satu naskah mushaf Al-Qur’an, melainkan sangat tergantung pada tingkat kesalahan yang ditemukan.
Ada perbedaan tantangan yang dihadapi pentashih di LPMQ dan pentashih di Lajnah Muraja’ah Masahif. Di Indonesia tantangan para pentashih dihadapkan pada sumber khat dan jenis mushaf yang beragam. Dari sisi khat misalnya, ada mushaf yang bersumber dari mushaf Bombay, mushaf Medinah, ataupun mushaf Indonesia. Dari sisi jenis mushaf, ada mushaf tajwid warna, mushaf terjemah perkata, dan beberapa jenis lainnya, termasuk mushaf Al-Qur’an yang disusun dalam kode-kode Braille. Keragaman inilah yang membuat setiap naskah mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Sedangkan di Lajnah Muraja’ah Masahif, baik sumber maupun jenis naskah, relatif tidak banyak ragamnya. Justru keragamannya terletak pada jenis qira’at yang digunakan. Ada puluhan mushaf dengan riwayat qira’ah berbeda pernah ditashih oleh Lajnah Muraja’ah. (Aji)