Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) menyelenggarakan kegiatan diseminasi hasil kajian Al-Qur’an dengan tema “Penguatan Literasi Al-Qur’an dalam Bingkai Moderasi Beragama” di Universitas Brawijaya (Unibraw), Malang, Senin (21/10). Hadir dalam acara tersebut Kepala LPMQ, Dr. Muchlis M. Hanafi, MA, Prof. Dr. Sasmito Jati, MS selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama, Drs. Husnul Fathoni Efendi, M.Ag. selaku narasumber, jajaran Dekan, mahasiswa, dan tokoh-tokoh masyarakat yang semuanya berjumlah sekitar 60 orang.
Dalam sambutannya, Muchlis menyampaikan bahwa rasa keberagamaan masyarakat Indonesia saat ini terus meningkat. Semangat itu idealnya harus diiringi dengan tingkat pemahaman ilmu agama yang berimbang. Jangan sampai, semangatnya tinggi, keilmuannya rendah. Agar beragama tetap pada konsep wasatiyyah atau moderat. Tidak terlalu condong ke kiri atau terlalu ke kanan.
Muchlis mengaskan, "Agama Islam adalah agama yang moderat. Ajarannya serba berimbang. Yang perlu dimoderasi adalah cara keberagamaan penganutnya." Jelas Doktor lulusan Al-Azhar Kairo tersebut.
Sementara itu, menurut Husnul Fathoni, selaku narasumber dari Unibraw, prinsip moderasi beragama itu ada tiga. Pertama, tidak melampaui batas dalam beragama. Atau beragama sesuai ketentuan yang ada dalam Al-Qur'an dan ajaran Rasulullah saja. Kedua, tidak melakukan hal yang sia-sia. Ia kemudian mengutip surah al-Ahzab 20, "Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar." Perkataan yang benar adalah perkataan tidak menyalahi ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Juga bermakna, satunya perkataan dan perbuatan. Baik dalam perkataan dan perbuatan. Ketiga, selalu dalam Sirat al-Mustaqim, yaitu berada dalam jalan lurus atau jalan kebenaran. Menurutnya, inilah puncak moderasi, sehingga tidak ekstrem kanan dan ekstrem kiri.
Melanjutkan paparan materinya, Fathoni menjelaskan pentingnya literasi Al-Qur'an, untuk menghindari tiga hal yang mengakibatkan tindakan menyimpang dari sikap moderat.
"Pertama, Al-Qur'an fi jaufi zalim atau Al-Qur'an di mulut orang-orang zalim. Kedua, al-mushaf fi al-baiti al-ladzi la yuqrau fihi atau mushaf Al-Qur'an di rumah orang yang enggan membacanya. Ketiga, jidalul munafiq bi Al-Qur'an atau berdebatnya orang-orang munafik dengan menggunakan dalil Al-Qur'an," jelas dosen Fakultas Kedokteran tersbut. [bp]