Jakarta (18/04/2019) - Pada rentang waktu tahun 2005 hingga 2008 LPMQ telah menyusun tafsir ilmi. Sebagai tindak lanjut rekomendasi ulama ketika melakukan revisi Tafsir Tahlili pada tahun 2003. Mereka mengusulkan agar LPMQ memberikan penjelasan ayat-ayat kauniyah untuk diintegrasikan dalam Tafsir Tahlili terbitan Kemenag. Periode ini oleh Kepala LPMQ disebut dengan tahap awal penyusunan Tafsir Ilmi.
Periode penulisan Tafsir Ilmi kedua dimulai pada tahun 2009 dalam bentuk berbeda. Kajian penyusunan tersebut berlangsung selama 5 tahun dan telah menghasilkan 19 judul buku. Menurut Muchlis, selain banyak kelebihan dalam buku-buku tersebut, ada beberapa kekurangan yang sering menjadi catatan para pengkaji, di antaranya; cita rasa sainsnya lebih dominan dibandingkan tafsirnya. Karena kontribusi tim kauni lebih besar. Hal, itu tidak terlepas dari metode yang disepakati saat itu: setelah ditentukan temanya, penentuan sub judulnya dominan disusun oleh tim kauni. Semua ayat-ayat terkait dihimpun, tidak dipilih yang primer saja, sehingga pembahasannya melebar ke sana-kemari.
Menurut Muchlis M Hanafi, metode penulisan yang akan diterapkan pada penyusunan ketiga, tahun anggaran 2019 ini, disebut sebagai Tafsir Ilmi Tematik Terbatas. "Tahapannya dimulai dengan penentuan tema yang akan dibahas, menghimpun ayat-ayat pokok terkait pembahasan, menafsirkan ayat dengan memulai makna kata, asbab an-nuzul, munasabah ayat, kemudian menyajikan pendapat mufasir klasik, melengkapi dengan pandangan saintis modern dan mengakhiri dengan apa pelajaran yang bisa diambil" uraianya pada hari Kamis, di Jakarta (18/04). "Inilah yang akan kita sepakati formatnya. Format baru yang lebih praktis dan menyeluruh", lanjut Muchlis M Hanafi.
Pembahasan awal dalam forum group discussion ini juga dihadiri oleh Prof. Dr. Heri Haryono, Ir. Agus Jamil, MSC, mahasiswa pasca sarjana PTIQ dan pegawai LPMQ. [bp]