Muchlis Hanafi: Penerapan Moderasi Beragama, Contoh Kota Magelang

Di Magelang ada 13 candi dan 300 pondok pesantren. Selama ini mereka hidup berdampingan dengan damai; tidak ada yang saling mengganggu atau merusak, tetapi justru saling membantu dalam aspek sosial. Inilah salah satu contoh potret kerukunan antar umat beragama di Indonesia yang ingin ditiru oleh negara-negara Islam Timur Tengah.

Pernyataan itu disampaikan oleh Dr. Muchlis M Hanafi, MA, dalam kegiatan Diseminasi Hasil Kajian Al-Qur'an yang diselenggarakan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) bekerjasama dengan Pondok Pesantren Islam Al-Iman, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (20/01).

Menurut Muchlis, masyarakat Indonesia tidak banyak yang tahu, bahwa ulama-ulama dari Timur Tengah sangat kagum dengan cara negeri ini merawat keragamannya, hingga kedamaian tetap terjaga. Ia berkisah, organisasi ulama Islam Timur Tengah yang dipimpin oleh Grand Syeikh al-Azhar, Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb pernah berkunjung di Indonesia. Dalam pertemuannya dengan Wapres KH. Ma'ruf Amin mereka mengatakan, "Kami datang ke sini bukan untuk mengajari. Tapi kami ingin belajar dari Indonesia; bagaimana negara yang memiliki keragaman suku, budaya, bahasa, dan agama, seperti ini, tetap terjaga kedamaiannya. Berbeda dengan negara Arab yang kecil-kecil tetapi sering bergejolak," ungkap Muchlis berkisah dalam kegiatan dengan tajuk 'Penguatan Literasi Al-Qur'an dalam Bingkai Moderasi Beragama'.

Lebih konkret, ia memberikan contoh, ada banyak candi dan pesantren di Magelang. Tapi tidak ada yang saling mengganggu. Hal yang menurutnya berbeda dengan kondisi di Timur Tengah. "Bandingkan, ketika Taliban atau  ISIS berkuasa, situs-situs sejarah, makam-makam ulama, bahkan tempat ibadah agama lain, semua dihancurkan," terangnya memberi contoh.

Ia mengatakan, Kementerian Agama terus berikhtiar turut menjaga kedamaian dan kerukunan di negeri ini. Karena di era perkembangan teknologi yang begitu cepat, khususnya teknologi komunikasi, semua informasi, baik yang benar atau hoax menjangkau semua lapisan masyarakat; di kota atau di desa. Dalam konteks keagamaan, konsep yang ditawarkan untuk merawat keutuhan Indonesia adalah moderasi beragama.

Moderasi beragama adalah istilah 'kompromi' dari konsep wasathiyatul Islam, agar ide itu bisa diterima oleh semua pihak; tanpa mengurangi substansinya. Wasatiyahtul Islam adalah perilaku dalam beragama yang  mengedepankan sikap adil, jujur, santun, juga toleran.

"Untuk menjadi umat yang wasathan atau moderat, kita harus hadir menjadi umat yang baik, adil, toleran, dan syuhada' (yang menyaksikan dan disaksikan), yang menjadi perhatian dalam kebaikan. Dan itu harus di tengah, agar dari setiap sisi terlihat," jelasnya.

Ia juga menyinggung soal penerapan moderasi beragama di Indonesia, yang menurutnya dalam beberapa aspek kebablasan. "Yang dimoderasi adalah perilaku dalam keagamaan. Bukan agamanya. Agama Islam sudah moderat. Tetapi, dalam penerapannya juga jangan kebablasan. Tidak usahlah shalawatan di dalam Gereja, dsb" imbuhnya.

Penerapan nilai-nilai moderasi beragama akan berjalan dengan baik apabila tingkat interaksi dengan Al-Qur’an dalam aspek bacaan (tilawatan wastimaan), pemahaman (fahman wa tafsiran), pengamalan (ittibaan wa amalan wa dakwatan) ketiganya berjalan seimbang.

"Ada yang semangat dakwahnya tinggi, tetapi suka marah-marah, karena tidak diiringi pemahaman Al-Qur'an yang baik. Yang seperti ini, semangatnya melebihi ilmunya," jelas Muchlis disambut tawa peserta kegiatan.

Dalam kegiatan ini, disampaikan juga produk-produk layanan LPMQ berbasis digital, antara lain: Quran Kemenag versi Android, Quran in Word, Pustaka Lajnah, Sea Mushaf, dan Tashih Online. [bp]

 

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved