Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) untuk pertama kalinya akan menyusun Kamus Kosakata Al-Qur'an. Kegiatan perdana ini dilakukan dalam bentuk kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan tiga orang narasumber antara lain, Dr. Muchlis M. Hanafi, MA, Dr. Dora Amalia (Badan Bahasa), dan Dr. Kirmanto (PTIQ).
Menurut Muchlis kegiatan ini penting dilakukan untuk memperkaya literatur kealqur'anan dan melengkapi buku-buku yang sebelumnya telah diterbitkan LPMQ seperti Asbab Nuzul, Fadhail Al-Qur'an, Tafsir Tahlili, Tafsir Tematik dan lainnya.
Terkait mekanisme penyusunan Muchlis memberikan tawaran, "Inventarisir dulu semua kosakata. Kemudian dipilah. Bedakan antara nama yang disebut secara tegas dalam Al-Qur'an dan nama yang disebut dengan isyarat (mubhamat). Contoh kata wamra’atuhu qa’imatun. Siapa orangnya?" jelasnya di Jakarta, Rabu,(15/07) pagi hari.
Adapun pembagian babnya, setidaknya ada 7 kategori yang ditawarkan antara lain, 1. A'lam Ambiya wa Rasul, 2. Malaikat, 3. as-Salihin wal-Awliya, 4. A'lam Tughat wal-Jababirah (orang-orang zalim), 5. Nama-nama benda yang disembah selain Allah, 6. Nama-nama kaum dengan aliran yang dianutnya, dan 7. Nama-nama tempat dan sifat-sifat.
Muchlis mengingatkan, kata atau istilah dari luar Bahasa Arab yang disebutkan dalam Al-Qur'an (urubatul-Qur'an) harus ditelusuri akar bahasanya (musytaqqat), kaitannya dengan Bahasa Arab dan konteks penyebutannya dalam Al-Qur'an. "Selain menjelaskan musytaqqat, sentuhan-sentuhan dengan israiliyyat harus dikontrol. Penulis harus menahan diri. Selain itu, sumber-sumber rujukan harus bisa dipertanggungjawabkan," tegasnya.
"Sumber primer yang harus digunakan dalam kajian ini yang utamanya adalah Al-Qur'an sendiri, hadis-hadis sahih, buku-buku tafsir, buku-buku sejarah seperti al-Bidayah wan-Nihayah karya ath-Thabari, Ibnu Katsir. Buku-buku referensi lainnya yang penting untuk dirujuk antara lain, kamus, seperti Tahzibul-Asma wal-Lughat (an-Nawawi) dan Umdatul-Huffaz fi Tafsir Asyrafil-Alfaz karya ats-Tsamin al-Halabi," jelasnya menambahkan.
Adapun menurut Dr. Dora Amalia, istilah a'lam dalam Bahasa Indonesia ada dua istilah, pertama, nama jenis, yaitu kata yang tidak memiliki referensi tertentu atau khusus, seperti air, makan, kota dan lainnya. Kedua, nama diri kata yang memiliki nama referensi seperti Madinah, Mekah, Jokowi dan sebagainya.
Dora menambahkan, sebelum menentukan hal-hal yang bersifat teknis, yang perlu disiapkan terlebih dahulu, pertama, soal penentuan segementasinya, untuk siapa?, Kedua, profil pengguna, apakah ini untuk umum saja, sehingga informasinya lebih bebas, tetapi bila untuk rujukan ilmiah berarti ada tuntutan merujuk pada sumber-sumber yang bisa dipertanggungjawabkan, dan ketiga, setelah itu baru menghitung SDM, biaya dan waktu. "Selain model kamus, ensiklopedia, menurut Dora ada jenis ketiga yaitu Kamus Bidang Ilmu." Ungkap pakar di bidang penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia ini.[bp]