Tradisi penyalinan Qur’an di Iran sangat panjang. Singkatnya, tahun 1995, Pemerintah Iran membuat lembaga percetakan mushaf Iran. Lembaga ini mengawali kegiatannya dengan membuat tim kajian rasm, dabṭ dan tanda waqaf mushaf. Tujuan dari tim kajian tersebut antara lain: 1]. Membuat naskah akademis standarisasi rasm dan dabt mushaf Iran; 2]. Mengkaji kemungkinan penyatuan rasm pada mushaf; 3]. Meninjau ulang posisi waqaf dan alamatnya; 4] menghasilkan kajian rasm dan dabt yang mempermudah pengajaran Al-Qur’an.

Kitab as-Sab’ah fil-Qiraat merupakan karya monumental Ibnu Mujahid. Pada kitab ini Ibnu Mujahid hanya memilih 7 orang imam qiraat yang disusun dan ditetapkan berdasarkan kriteria ketat yang dilakukannya, dan juga berdasarkan persebaran atau keterwakilan wilayah seperti yang pernah dilakukan Khalifah Usman ketika mengumpulkan Al-Qur’an dan mengirimkannya ke beberapa wilayah kekuasaan Islam. Ketujuh imam dengan dua periwayatnya beserta wilayahnya yang dibukukan Ibnu Mujahid adalah;

Sebagai kitab petunjuk, Al-Qur’an tidak hanya penting untuk dibaca, namun juga difahami isi dan kandungannya. Berkaitan dengan tata cara baca dan pemahaman ini, ada satu satu disiplin keilmuan yang berkaitan dengan kedua bidang tersebut, yaitu qiraat. Pada beberapa definisi disebutkan, bahwa qiraat adalah ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan lafadz-lafadz Al-Qur’an. Perbedaan pada tata cara baca ini, sebagian tidak berkaitan dengan pemahaman dan sebagian lainnya berkaitan. Karena itulah, dalam disiplin ulumul Qur’an qiraat dijadikan sebagai salah satu syarat keilmuan yang harus dimiliki jika seseorang ingin menafsirkan Al-Qur’an.

Salah satu karya tafsir yang belakangan banyak dikaji sejumlah sarjana dan peneliti di perguruan tinggi adalah Kitab Faid ar-Rahman karya Kyai Sholeh Darat. Kitab karya Kyai Sholeh Darat ini memiliki daya tarik, diantaranya karena kitab ini disinyalir mempengaruhi secara signifikan pola pemikiran salah satu pahlawan Indonesia, RA. Kartini. Keterpengaruhan tersebut bisa dilihat pada surat menyurat RA Kartini dengan sahabatnya, Stella Zihandelaar yang kemudian berkas surat menyuratnya dikumpulkan menjadi sebuah buku oleh JH. Abendanon dengan judul “Door Duisternis Toot Licht,” yang kemudian oleh Armijin Pane diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang.”

Syekh Abdur Rauf as-Singkili adalah ulama Aceh yang tidak hanya dikenal masyarakat Aceh atau Nusantara pada umunya, tapi juga di dunia internasional. Nama lengkapnya adalah Aminudin Abdur Rauf bin Ali al-Jawi Tsumal Fansuri as-Singkili. Ia dilahirkan di Singkil Aceh pada tahun 1024 H atau 1615 M. Syekh Abdur Rauf as-Singkil dikenal juga dengan gelar Teungku Syekh Kuala. Menurut sebagian keterangan, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia yang datang menetap di Singkil Aceh pada akhir abad ke-13.

Pendidikan agamanya didapat pertama dari ayahnya sendiri di Dayah (Madrasah), kemudian melanjutkan pendidikan di Barus yang dipimpin oleh Syekh Hamzah Fansuri. Diantara ilmu yang dipelajari adalah ilmu agama, sejarah, mantik, filsafat, sastra hingga bahasa Parsi. Perjalanan kelimuannya selanjutnya dilanjutkan di wilayah Timur Tengah seperti Mesir dan Mekah. Di kawasan ini Syekh Abdur Rauf belajar pada Muhammad Al-Babili, Mesir, Muhammad al-Barzanji, Antolia. Di Mekkah sendiri, Syekh Abdur Rauf bermukim selama kurang lebih 19 tahun utuk mendalami ilmu agama.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved